China Tuding AS Melanggar Kedaulatan Wilayah
Insiden melibatkan kapal perang AS dan China sudah beberapa kali terjadi. Keduanya mengklaim tindakannya sesuai aturan hukum internasional.
BEIJING, SENIN — Militer China menuding kapal Angkatan Laut Amerika Serikat melanggar wilayahnya di perairan sekitar Karang Thomas Kedua yang disengketakan Filipina dan China, Senin (4/12/2023). Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China menyatakan kapal Angkatan Laut Amerika Serikat ”secara ilegal” memasuki perairan tersebut.
Satuan kapal perang China dikerahkan untuk melacak kapal perang AS, USS Gabrielle Gifford. China menuding AS campur tangan di perairan yang jauh dari garis pantainya. China kembali menyebut AS sebagai pihak yang meningkatkan ketegangan di kawasan. USS Gifford adalah kapal patroli lepas pantai yang dirancang untuk beroperasi di wilayah pesisir.
Baca juga : China ”Usir” Kapal Perang AS dari Laut China Selatan
”AS secara sengaja mengusik situasi di Laut China Selatan, melanggar kedaulatan dan keamanan China, meremehkan kedamaian dan stabilitas kawasan, serta melanggar hukum internasional dan norma dasar yang mengatur hubungan internasional, benar-benar menunjukkan AS sebagai ancaman terbesar bagi perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan,” demikian pernyataan Komando Wilayah Selatan China.
Pernyataan dari Armada Ketujuh AL AS yang ditempatkan di Jepang menyebut operasi di Laut China Selatan sebagai operasi rutin di perairan internasional yang sesuai dengan hukum internasional. “Operasi (di Laut China Selatan) menunjukkan komitmen untuk menegakkan kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, tempat semua bangsa, besar atau kecil, aman dalam kedaulatan mereka, bisa menyelesaikan perselisihan tanpa paksaan, serta memiliki kebebasan navigasi dan penerbangan yang sesuai hukum, aturan, dan norma internasional,” sebut pernyataan itu.
Di lokasi yang diklaim China itu terdapat pos Marinir Filipina yang berada di kapal AL Filipina, BRP Sierra Madre, yang dikandaskan sejak tahun 1999. Kapal Penjaga Pantai dan milisi Maritim China kerap berkonfrontasi dengan kapal Penjaga Pantai Filipina di sekitar Karang Thomas Kedua, terutama saat kapal-kapal Penjaga Pantai Filipina mengirimkan logistik ke Sierra Madre.
China bersikeras menegakkan kedaulatan di wilayah yang diklaim sejak tahun 1930-an. Pada saat sama, sejumlah negara ASEAN, seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam, juga memiliki klaim atas pulau-pulau dan perairan di Laut China Selatan. Sebagian besar pulau merupakan bagian dari gugus Kepulauan Parcel dan Spratly yang disebut China sebagai Xisha dan Nansha.
AS telah lama menjadi kekuatan militer besar yang berpatroli di Laut China Selatan, jalur perdagangan penting dan perairan penangkapan ikan. Dengan kekuatan yang kalah jauh dari China, Filipina menyandarkan diri pada kekuatan militer AS. AL AS memiliki pangkalan logistik di Singapura dan Okinawa, Jepang, serta di Palau sebelah utara Papua. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mengizinkan AS menempatkan pasukannya di beberapa pangkalan militer.
Tentu masuk akal dan sah bagi kapal-kapal China untuk beroperasi dan berlindung di perairan itu.
Pada Minggu, Penjaga Pantai Filipina menyatakan telah mengirimkan dua kapal ke Karang Whitsun, titik sengketa lain di Kepulauan Spratly. Kapal-kapal itu dikerahkan untuk mendokumentasikan keberadaan 135 kapal China di perairan tersebut. Filipina menyebut kehadiran kapal-kapal China itu ilegal.
Dalam insiden serupa sebelumnya, China mengatakan karang tersebut milik China dan perairan di sekitarnya sangat penting untuk area operasi dan perlindungan bagi kapal-kapal pencari ikan China. ”Tentu masuk akal dan sah bagi kapal-kapal China untuk beroperasi dan berlindung di perairan itu. Filipina seharusnya tidak membuat pernyataan tak bertanggung jawab tentang hal itu,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, di Beijing.
Bersenggolan
Seusai Perang Dunia II, Kongres AS dan Presiden Harry S Truman pada 1946 pernah memberikan dukungan kepada China untuk menduduki pulau-pulau di Laut China Selatan. Dukungan diberikan melalui China Aid Naval Act Nomor 512 tanggal 16 Juli 1946.
Truman menandatangani keputusan Kongres tersebut yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menghibahkan 271 kapal AL AS untuk Republik China. Pengiriman pertama diserahterimakan di Pelabuhan Qingdao, China. AS mengubah posisinya dari mendukung China menjadi berseberangan setelah Pemerintah Republik China (Taiwan) dikalahkan Pemerintah Republik Rakyat China dalam perang saudara tahun 1949.
Baca juga : AS Gelar Dua Latihan Perang di Sekitar China, Beijing Kerahkan Kapal Induk
Insiden melibatkan pesawat dan kapal perang AS dengan China sudah beberapa kali terjadi. Insiden besar tercatat tanggal 1 April 2001 ketika pesawat intai AL AS, EP-3E Aries II, dan pesawat jet China, J-811, bersenggolan di udara di dekat Pulau Hainan. Akibatnya, pilot China dilaporkan hilang dan pesawat intai mendarat darurat di Pulau Hainan. Sebanyak 24 personel AL AS ditahan di Hainan.
Selanjutnya, pada Oktober 2021, sebuah kapal selam AS, USS Connecticut, bersenggolan dengan benda tak dikenal di Laut China Selatan (diduga kapal selam). Insiden tersebut mengakibatkan 11 pelaut AS terluka. Tidak ada keterangan apa pun dari China ketika itu. Kemudian pada 26 Oktober 2023, jet tempur pencegat China, Shenyang J-11, terbang sejauh hanya 3 meter dari pesawat pengebom AS, B-532, di atas Laut China Selatan.
Penulis James Bradely dalam buku sejarah The Imperial Cruise menjelaskan, AS mengokohkan hegemoni maritim di dunia tahun 1905. Ketika itu AL AS mengadakan lawatan keliling dunia semasa pemerintahan Presiden Theodore Roosevelt. Perjalanan tersebut menjadi ajang unjuk kekuatan maritim AS.
Dalam ulasan di USA Today yang ditulis Bradley disebutkan, maritim AS pada abad ke-20 disebut menciptakan hegemoni dan menekan negara-negara lain. Kondisi tersebut lambat laun memicu konflik berupa Perang Pasifik, Perang Korea, dan Perang Vietnam. (AP)