Kemampuan Membaca dan Matematika Global Turun Drastis
Dari semua negara peserta, nilai rata-rata matematika turun sekitar 15 poin dibandingkan tes tahun 2018. Skor membaca pun turun 10 poin.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·5 menit baca
WASHINGTON, RABU — Kemampuan membaca dan matematika pelajar di seluruh dunia mengalami penurunan paling tajam dalam sejarah sejak pandemi Covid-19. Laporan yang dirilis Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD, Selasa (5/12/2023), menemukan, nilai rata-rata matematika secara internasional turun setara dengan tiga perempat tahun pembelajaran. Adapun nilai membaca turun setara dengan setengah tahun.
Dalam laporan itu disebutkan, kemunduran terjadi secara merata, baik di negara miskin maupun kaya, negara besar ataupun kecil. Dari kemunduran itu, baru sebagian kecil yang mengalami perbaikan setelah pandemi Covid-19 berlalu.
OECD menggelar tes Program Asesmen untuk Pelajar Internasional (PISA) setiap tiga tahun sekali sejak tahun 2000. Namun, tes terakhir ditunda karena pandemi. Laporan terbaru disusun atas pengujian yang diberikan pada 2022 untuk pelajar berusia 15 tahun di 37 negara yang menjadi anggota OECD ditambah 44 negara mitra lainnya.
Di seluruh negara peserta, nilai rata-rata matematika turun sekitar 15 poin dibandingkan tes tahun 2018. Skor membaca turun 10 poin. Penurunan ini jauh lebih banyak dari tes-tes OECD yang pernah digelar sebelumnya. Selama ini, penurunan terburuk hanya 5 poin. Sementara di bidang sains, skor tidak banyak berubah sejak tahun 2018.
Akibat hasil terakhir itu, saat ini seperempat negara-negara tempat pengujian dianggap berkinerja rendah dalam matematika, membaca, dan sains. Kemunduran dalam membaca dinilai dari kesulitan para pelajar yang dites untuk menafsirkan teks sederhana. Sementara untuk matematika, kemunduran dinilai dari kesulitan mengerjakan soal matematika dasar.
Singapura tertinggi
Dalam laporan itu, Singapura meraih nilai tertinggi untuk semua mata pelajaran. Negara tetangga Indonesia itu memang telah lama dipandang sebagai pusat pendidikan dengan nilai akademis pelajar yang terjaga baik. Negara-negara dengan nilai tertinggi lainnya adalah Jepang, China, Estonia, Kanada, dan Irlandia.
Laporan tersebut menimbulkan kekhawatiran terhadap negara-negara, seperti Jerman, Eslandia, dan Belanda. Penurunan di negara-negara Eropa itu cukup meresahkan, yaitu turun 25 poin atau lebih untuk matematika. Nilai 20 poin dipandang sebagai setara dengan satu tahun pembelajaran.
Artinya, kemampuan matematika pelajar di sana mundur setara lebih dari setahun pembelajaran. Padahal, selama ini negara-negara di Eropa itu termasuk dalam jajaran pelajar dengan nilai akademis tinggi.
Penurunan nilai Eslandia membuat negara tersebut berada di bawah rata-rata Amerika Serikat dan negara-negara anggota OECD. Norwegia turun 33 poin, turun ke tingkat rata-rata global dari sebelumnya berada di peringkat dengan nilai akademis tinggi.
Seluruh dunia sedang berjuang dengan matematika dan kita pun tidak kebal dari hal itu.
Laporan tersebut juga menemukan bahwa peningkatan nilai matematika justru diraih negara-negara yang awalnya memiliki kinerja akademis rendah, seperti Arab Saudi, Republik Dominika, dan Kamboja. Adapun penurunan terburuk untuk matematika terjadi di Albania yang turun 69 poin, diikuti Jordania (39 poin) dan Eslandia (36 poin).
Di sisi lain, AS secara tak langsung diuntungkan dengan turunnya nilai akademis secara global ini. Secara historis, selama ini AS selalu tertinggal di bidang matematika. Dari pengujian terakhir, nilai rata-rata matematika AS ”hanya” turun 13 poin, tetapi masih di atas rata-rata penurunan global sebesar 15 poin. Adapun untuk membaca dan sains, AS bisa dibilang seimbang dengan nilai rata-rata global.
Dengan buruknya hasil rata-rata secara global, posisi AS naik dalam pemeringkatan. Dengan skor itu, AS pun naik ke peringkat 26 dalam bidang matematika, naik tiga tingkat dari tahun 2018. Negeri Paman Sam itu juga naik satu peringkat di bidang sains menjadi urutan ke-10 dan naik dua peringkat untuk membaca menjadi urutan ke-6.
”Seluruh dunia sedang berjuang dengan matematika dan kita pun tidak kebal dari hal itu,” kata Peggy Carr, Kepala Pusat Statistik Pendidikan Nasional di Departemen Pendidikan AS. ”Setiap orang mengalami kesulitan selama pandemi. Apa yang kami lihat di sini adalah karena jumlah kami yang lebih sedikit,” katanya menambahkan.
Hasil pengujian terbaru ini sejalan dengan temuan dari setiap negara yang melaporkan kemunduran akademis drastis dan masih terus berlangsung. Penurunan akademis ini terutama di bidang matematika. Sebuah studi nasional di AS pada 2022 menemukan, nilai matematika turun drastis dibandingkan dengan sebelumnya, sedangkan nilai membaca turun ke level setara tahun 1992.
Pandemi Covid-19 diduga merupakan faktor utama kemunduran global ini. Namun, OECD memperingatkan agar tidak menyalahkan Covid-19. Sebab, nilai sains dan membaca sudah menurun sebelum pandemi.
Adapun untuk matematika, beberapa negara sudah mengalami tren penurunan di antaranya Belgia, Finlandia, Kanada, dan Perancis. Penelitian ini juga menemukan bahwa hubungan antara penutupan sekolah selama pandemi dan kemunduran akademis tidak bersifat langsung.
Sebuah survei menemukan, sekitar separuh pelajar menghadapi penutupan sekolah selama lebih dari tiga bulan. Namun, penutupan panjang ini tidak selalu menghasilkan nilai yang lebih rendah.
Sejauh ini tidak ditemukan adanya perbedaan besar dalam tren kinerja penurunan angka akademis di negara-negara yang melakukan penutupan terbatas, seperti Eslandia dan Swedia, dibandingkan negara-negara dengan masa penutupan pandemi yang lebih lama, seperti Brasil dan Irlandia, menurut laporan tersebut.
”Banyak faktor lain yang memengaruhi pembelajaran selama periode ini, seperti kualitas pengajaran jarak jauh dan tingkat dukungan yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan,” katanya.
Meski sebenarnya turun, Menteri Pendidikan AS Miguel Cardona tetap menganggapnya sebagai keberhasilan. Ia mengaitkan keberhasilan tersebut dengan investasi Presiden AS Joe Biden di bidang pendidikan.
Investasi ini di antaranya berupa bantuan pandemi senilai 190 miliar dollar AS yang dikirimkan dari Kongres ke sekolah-sekolah. Namun, nyatanya, nilai matematika di AS masih sangat rendah. ”Kita tidak bisa berpuas diri di dalam negeri ketika matematika sangat penting bagi daya saing dan kepemimpinan global kita,” katanya. (AP)