Manuver Udara di Langit Asia Timur
Stabilitas keamanan Asia Timur diuji dengan gesekan-gesekan di wilayah udara. Kehadiran negara di luar kawasan memperumit situasi.
SEOUL, KAMIS — Jepang dan Korea Selatan semakin meningkatkan kewaspadaan militer terhadap manuver udara China, Rusia, dan Korea Utara di Asia Timur. Stabilitas keamanan Asia Timur terus diuji dengan gesekan-gesekan di wilayah udara di antara negara-negara tersebut.
Korea Selatan (Korsel) mengerahkan jet tempur saat pesawat-pesawat China dan Rusia memasuki zona identifikasi pertahanan udaranya, Kamis (14/12/2023). Adapun Jepang untuk pertama kalinya dalam sejarah menandatangani kerja sama pengembangan peralatan milter berupa jet tempur dengan negara lain, yaitu Italia dan Inggris.
Militer Korsel mengirimkan jet tempur ketika dua pesawat militer China dan empat pesawat militer Rusia memasuki zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ). Zona itu merupakan wilayah yang lebih luas dari wilayah udara negara tersebut. Zona tersebut berfungsi untuk mengendalikan pesawat dengan alasan keamanan sebelum memasuki wilayah udara sebuah negara. Namun, konsep ini tidak didefinisikan dalam perjanjian internasional.
Baca juga : Korea Berbalas Ratusan Rudal dan Artileri
Kepala Staf Gabungan Korsel menyebutkan, pesawat China dan Rusia tersebut masuk dan keluar ADIZ Korsel di Laut Timur pukul 11.53 hingga 12.10 waktu setempat. Kawasan ini juga dikenal sebagai Laut Jepang.
Meskipun demikian, sejauh ini tidak ada invasi wilayah udara. Militer Korsel mengidentifikasi pesawat-pesawat tersebut sebelum mereka memasuki ADIZ Korsel. Pengerahan jet tempur angkatan udara merupakan tindakan taktis sebagai persiapan menghadapi keadaan darurat.
China dan Rusia adalah sekutu tradisional Korea Utara (Korut). Ketegangan antara Korsel dan Korut meningkat sejak Korut yang memiliki senjata nuklir menempatkan satelit mata-mata ke orbit pada akhir November lalu.
Peluncuran satelit tersebut telah mematahkan perjanjian militer antara Korsel dan Korut yang dibuat untuk mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea. Akibatnya, saat ini kedua negara bertetangga itu meningkatkan keamanan di sepanjang zona demiliterisasi yang memisahkan mereka.
Pesawat China dan Rusia masuk dan keluar ADIZ Korsel di Laut Timur pukul 11.53 hingga 12.10 waktu setempat. Kawasan ini juga dikenal sebagai Laut Jepang.
Menurut sumber di Seoul, Pyongyang meluncurkan satelit itu dengan bantuan Moskwa. Bantuan ini merupakan imbalan atas pasokan senjata bagi Rusia untuk digunakan dalam perang Rusia dengan Ukraina.
Pada Juni, Korsel juga mengerahkan jet tempur sebagai respons terhadap pesawat tempur China dan Rusia di dekat wilayah udaranya. Saat itu, kedua negara tersebut tengah melakukan patroli angkatan udara bersama di Laut Jepang dan Laut China Timur.
Baca juga : Dua Korea Kini Saling Mengintai dari Luar Angkasa
Insiden itu mengulang insiden yang sama pada November 2022. Saat itu, jet militer milik Rusia dan China juga masuk dan keluar dari ADIZ Korsel hingga mendorong Korsel mengerahkan jet tempurnya. Saat itu pun tak ada pelanggaran wilayah udara Korsel.
Peringatan Washingon
Pada November, Amerika Serikat memperingatkan hubungan militer antara Korut dan Rusia yang meningkat dan berbahaya. Washington juga telah meminta Beijing untuk menahan Pyongyang. Selama ini, Korut sangat bergantung pada China sebagai penyumbang ekonomi terbesar.
Baca juga : China-Korut-Rusia, Poros Persahabatan demi Keamanan, Persenjataan, dan Ekonomi
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan pekan lalu mengatakan, AS dan sekutunya di Asia Timur, yaitu Korsel dan Jepang, akan membela stabilitas di Selat Taiwan, jalur air sensitif yang memisahkan Taiwan dari China. Ketiga sekutu tersebut juga menegaskan kembali komitmen mereka terhadap kebebasan navigasi di Laut China Selatan yang disengketakan. Dalam beberapa tahun terakhir, China telah meningkatkan tekanan militer dan politik terhadap Taiwan yang diklaim sebagai wilayahnya.
Untuk menegaskan bahwa Selat Taiwan dan Laut China Selatan adalah jalur perairan internasional, Washington dan sekutu Barat-nya telah meningkatkan kebebasan navigasi dan pelayaran oleh kapal angkatan laut. Kebijakan ini membuat Beijing marah.
Kerja sama Jepang
Sementara itu, para menteri pertahanan Jepang, Inggris, dan Italia menandatangani perjanjian untuk mengembangkan jet tempur model termutakhir. Kerja sama ini sebagai upaya untuk menghadapi ancaman seiring meningkatnya kegiatan udara China, Rusia, dan Korut.
Ketiga negara itu tahun lalu sepakat menggabungkan rencana masing-masing untuk memproduksi pesawat tempur baru yang digunakan tahun 2035. Mitsubishi F-X milik Jepang akan menggantikan F-2 yang dipensiunkan, dikembangkan bersama AS dan Tempest Inggris.
Menteri Pertahanan Jepang Minoru Kihara mengatakan, pengembangan bersama pesawat tempur berperforma tinggi sangat diperlukan untuk mengamankan superioritas udara. Selain itu, langkah ini juga memungkinkan pencegahan yang efektif saat Jepang menghadapi tantangan dan lingkungan keamanan yang semakin buruk.
Menurut Kihara, mengamankan teknologi dan pendanaan untuk mengembangkan jet tempur canggih berisiko besar sehingga dibutuhkan kerja sama dengan negara lain. Saat ini tidak ada lagi negara yang bisa bertahan sendiri tanpa kerja sama dengan negara lain. ”Program Udara Tempur Global trilateral ini adalah program bersejarah yang memungkinkan ketiga negara bekerja sama menciptakan jet tempur baru sekaligus mengurangi risiko,” katanya dalam jumpa pers.
Baca juga : Jepang Target 2023 Anggaran Pertahanan Naik Dua Kali Lipat
Hadir dalam jumpa pers tersebut, Menteri Pertahanan Inggris Grant Shapps dan Menteri Pertahanan Italia Guido Crosetto. Selama beberapa waktu terakhir, Jepang meningkatkan kapasitas militernya dengan cepat. Jepang berharap memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menghadapi meningkatnya aktivitas China dan memungkinkan peran Inggris yang lebih besar di kawasan Indo-Pasifik.
Berdasarkan rencana tersebut, sebuah badan gabungan yang disebut Organisasi Pemerintah Internasional atau GIGO akan mengelola usaha patungan sektor swasta untuk mengawasi pengembangan pesawat tersebut. Organisasi ini mencakup Mitsubishi Heavy dari Jepang, BAE Systems PLC dari Inggris, dan Leonardo dari Italia dengan tugas utama mendistribusikan pekerjaan di berbagai bidang, seperti mesin dan avionik.
Kihara mengatakan, GIGO akan berkantor pusat di Inggris dan dipimpin oleh seorang pejabat Jepang. Usaha patungan tersebut akan dipimpin oleh perwakilan Italia. Jabatan teratas akan dirotasi setiap beberapa tahun.
Jepang tampaknya terus meningkatkan kapasitas militernya, meskipun masih ada larangan ekspor senjata mematikan. Saat ini, persetujuan di dalam negeri untuk melonggarkan kebijakan itu masih tertunda. Pembatasan itu tidak mengizinkan Jepang menjual jet tempur yang dikembangkan bersama. Hal ini dapat menjadi ganjalan sebab Inggris dan Italia berharap dapat menjual pesawat tempur baru tersebut.
Panel Pemerintah Jepang telah membahas pelonggaran penjualan peralatan militer dan setuju untuk melonggarkan pembatasan transfer teknologi dan peralatan berlisensi. Namun, baru-baru ini mereka menunda keputusan pelonggaran itu hingga awal tahun depan. Para pejabat pertahanan menolak untuk membahas bagaimana situasi itu mungkin berdampak pada proyek bersama tersebut.
Proyek ini merupakan pertama kalinya Jepang berpartisipasi dalam organisasi multinasional untuk bersama-sama mengembangkan peralatan militer baru. Di tengah meningkatnya ancaman dari China, Korut, dan Rusia, Jepang telah memperluas kemitraan pertahanannya dengan negara-negara di Eropa, Asia Tenggara, dan Indo-Pasifik, termasuk Australia dan Filipina. (AFP/AP)