Melihat Ancol Masa Depan dari Minato Mirai 21
Jakarta ingin menjadi kota global yang merupakan pusat perekonomian. Belajar dari cara Jepang, titik perekonomian baru disiapkan melalui pembangunan berkonsep TOD di jalur MRT di pesisir Ancol.
Mencermati pertumbuhan kota-kota besar di dunia saat ini, tidak lepas dari perencanaan dan pengembangan dengan konsep kawasan berorientasi transit. Jakarta juga tengah merintis perencanaan dan pengembangan kota dengan konsep serupa. Konsep dikembangkan di sepanjang jalur MRT Jakarta sambil belajar dari cara-cara kota dunia bertumbuh.
Minato Mirai 21 atau MM21, kawasan berorientasi transit di sekitar Pelabuhan Yokohama, di tepi Teluk Tokyo, Jepang, menjadi destinasi pertama jurnalis peserta MRT Jakarta Fellowship Program (MFP) dan Tim MRT Jakarta, 12 November 2023. Langkah Pemerintah Kota Yokohama dengan visi jauh ke depan membangun kota demi kemandirian dan ketahanan serta keberlanjutan kota begitu menarik untuk dicermati.
Pada Minggu pagi itu, hujan di musim gugur menyertai perjalanan dari Tokyo ke Yokohama di Prefektur Kanagawa. Perjalanan 41 menit membawa rombongan ke kawasan Pelabuhan Yokohama.
Tidak seperti pemandangan pelabuhan lazimnya yang menyuguhkan deretan kapal kargo, lapangan peti kemas, hingga alat-alat berat, di sana itu semua tak tampak. Yang menyambut adalah taman-taman rapi dengan daun-daun yang siap berubah warna di musim gugur, deretan gedung bertingkat pusat perkantoran, pusat komersial, bangunan lama yang dikonservasi serta menjadi pusat perbelanjaan dan ruang publik yang menarik, hingga taman hiburan.
”Yokohama memang dikenal sebagai kota pelabuhan besar. Tapi, pelabuhannya sudah dipindah lebih ke arah depan,” kata Direktur Business Promotion, International Business Department, Urban Renaissance (UR) Agency Junkichi Kano yang mendampingi.
Baca juga: PT Pembangunan Jaya Tawarkan Sejumlah Proyek Pesisir Ancol kepada Investor Jepang
Pengembangan Minato Mirai berawal dari perencanaan Pemkot Yokohama untuk memperkuat ketahanan kota dan mentransformasi kota menjadi kota pusat kegiatan perekonomian, pusat kegiatan dunia, selain Tokyo.
Semua dimulai pada 1960. Yokohama yang terletak di tepi Teluk Tokyo berkembang menjadi kota pelabuhan yang sangat sibuk sejak pelabuhan pertama kali dibuka pada 1854. Bahkan, gempa bumi besar pada 1923 di area itu memampukan Yokohama bangkit lagi dan membesar.
Akan tetapi, dalam perkembangan, pusat Kota Yokohama justru terbagi atas dua wilayah yang terpisahkan. Wilayah utara merupakan pusat kota yang terhubungkan dengan angkutan perkeretaapian dengan Tokyo. Wilayah selatan menjadi pusat pemerintahan daerah dan pusat bisnis.
Kedua pusat itu terpisahkan oleh pelabuhan dan industri galangan kapal serta perairan. Saat itu, kota tersebut dinilai tidak mampu mengakomodasi pertumbuhan penduduk yang meningkat sehingga Pemerintah Kota Yokohama pada 1965 mengumumkan inisiatif untuk pembangunan kembali kota melalui enam proyek besar.
Minato Mirai 21 (MM21) yang artinya ’Pelabuhan Masa Depan Abad Ke-21’.
Kano menjelaskan, pembangunan kembali itu meliputi kawasan pesisir. Sejak pengumuman tersebut, Pemerintah Kota Yokohama melakukan perencanaan pembangunan, termasuk di antaranya merelokasi industri galangan kapal dan pergudangan, juga rencana mereklamasi area pesisir. Cukup lama karena pemerintah juga mesti bernegosiasi dengan pemilik industri galangan kapal supaya mau dipindah.
Melalui proses panjang, pada 1981 Pemerintah Kota Yokohama mengumumkan rencana induk pengembangan kota baru serta menamai proyek itu Minato Mirai 21 (MM21) yang artinya ’Pelabuhan Masa Depan Abad Ke-21’. ”Setelah pengumuman itu, pemerintah prefektur dan kota meminta UR untuk terlibat dalam proyek pembangunan kembali kota,” ujar Kano.
UR merupakan organisasi semipemerintah yang didirikan pada 1955 sebagai korporasi perumahan Jepang yang mengelola urusan perumahan dan pembangunan kota di Jepang. UR diberi wewenang untuk mengelola kawasan, termasuk mengakomodasi kepentingan swasta di kawasan itu.
Pembangunan MM21 dimulai 1983. Setelah galangan kapal berhasil direlokasi pada Maret 1983, pemerintah memulai pembangunan dengan penguasaan lahan dan mereklamasi area pesisir yang memperoleh 186 hektar. Pemerintah juga mulai membangun infrastruktur dan fasilitas umum.
Baca juga: Kabar dari Jepang, Depo Fase 2B MRT Jakarta Ditetapkan di Ancol Barat
Berbasis angkutan umum
Pemerintah ingin memanfaatkan lahan yang tersedia secara tepat. Konsep perencanaan dan pembangunan kota modern yang rapi dan teratur serta terhubungkan langsung dengan angkutan umum pun diadopsi.
Fungsi campuran yang dikombinasikan dengan penyediaan jalur pejalan kaki, ruang terbuka hijau, ruang publik, perencanaan jalur jalan, dan semuanya terintegrasi dengan angkutan umum. Konsep inilah yang di kemudian hari dikenal sebagai konsep pengembangan kawasan berorientasi transit (KBT) atau transit oriented development (TOD).
Di area MM 21, terlihat jelas perencanaan zonasi. Ada zona bangunan untuk bisnis, komersial, dan permukiman seluas 81 hektar. Zona jalan dan jalur kereta seluas 42 hektar, zona taman atau ruang terbuka hijau 46 hektar, dan fasilitas pelabuhan 11 hektar.
Ketinggian bangunan diatur untuk setiap zona. Lebar trotoar diatur menyesuaikan zona, dengan variasi lebar mulai 4 meter hingga 15 meter. Pemerintah ingin menghadirkan kawasan dengan jalan-jalan yang direncanakan detail untuk mendukung kegiatan perkotaan serta membuat aman dan nyaman bagi pejalan kaki.
Pemerintah Kota Yokohama juga mengatur pelestarian bangunan-bangunan lama yang mencirikan Yokohama sebagai pusat dagang dunia. Gedung bea cukai lama bergaya Eropa dan berdinding bata merah dilestarikan serta dijadikan pusat perbelanjaan dan area publik.
Kapal layar Nippon-maru yang pernah menjadi bagian perkembangan Pelabuhan Yokohama ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau dan dilihat. Tidak hanya menjadi simbol kawasan, tapi itu juga menjadi cara Pemkot Yokohama menghargai nilai sejarah perkembangan kawasan.
Mobilitas menjadi nyaman tanpa hambatan karena di MM21 juga dibangun jalur kereta bawah tanah (subway) Minatomirai Line. Lintas layanan subway sepanjang 4,4 km itu menghubungkan enam stasiun, mulai dari Stasiun Yokohama, Stasiun Shin-takashima, Stasiun Minatomirai, Stasiun Bashamichi, Stasiun Nihon-Odori, dan Stasiun Motomachi-Chukagai. Minatomirai Line mulai dibangun 1992 dan dibuka untuk operasional resmi pada 2004.
Pembangunan MM21, ujar Kano, bukanlah pembangunan sekejap, melainkan bertahap. Di semua proses, mulai 1965 hingga 2010, selalu ada keterlibatan pemerintah pusat, Pemerintah Kota Yokohama, serta pihak swasta. Pembangunan MM21, menurut Kano, adalah kerja sama dari tiga pihak itu, termasuk dalam hal pendanaannya.
Saat ini, 40 tahun kemudian, MM21 menjelma menjadi kawasan yang ramai dan sibuk, dipenuhi kantor-kantor multinasional, kantor badan pemerintah, usaha, juga permukiman.
Baca juga: Langkah Awal Mengembangkan Jakarta Kota Global
Bagi Yokohama, pembangunan kembali kota itu memberikan keuntungan. Kota bukan hanya berkembang dengan konsep baru, bahkan Yokohama menjadi pusat perekonomian selain Tokyo dan menghasilkan pendapatan besar bagi kota.
Pengembangan Ancol
Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang Heri Akhmadi mengatakan, belajar dari MM21, kehadiran MRT Jakarta berperan penting dalam pengembangan kota dengan konsep TOD.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Atika Nur Rahmania menjelaskan, konsep TOD sebenarnya sudah mulai dikembangkan MRT Jakarta. Pemprov DKI Jakarta memberikan mandat kepada MRT Jakarta untuk mengembangkan kawasan TOD di sepanjang jalur MRT.
Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) Tuhiyat menjelaskan, di fase 1 Lebak Bulus-Bundaran HI saat ini ada pengembangan sejumlah TOD, di antaranya TOD Lebak Bulus, TOD Blok M-ASEAN, juga TOD Dukuh Atas.
Kawasan akan lebih tertata (dengan pembangunan berkonsep TOD). (Atika Nur Rahmania)
Di Fase 2A koridor utara-selatan, pembangunan jalur disertai dengan perencanaan kawasan TOD. ”Belajar dari MM21 yang mengembangkan transportasi di kawasan pesisir, MRT Jakarta juga akan mengembangkan MRT sampai ke Ancol yang merupakan wilayah pesisir. Wilayah Ancol akan menjadi pusat pengembangan baru Jakarta lewat pengembangan transportasi publik,” kata Atika.
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta, pengembangan kota demikian masuk dalam pengembangan kota berbasis transit dan digital. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) pengembangan wilayah baru dikerjakan bertahap selama 20 tahun.
Dengan keputusan Depo MRT Jakarta fase 2B ada di Ancol Barat, diperlukan pengembangan kawasan pesisir untuk mendapatkan lahan, salah satunya dengan mereklamasi pantai. Di sisi lain, pesisir Jakarta menghadapi persoalan penurunan tanah dan kenaikan air laut.
”Dengan bertahap, pada lima tahun pertama RPJP akan fokus pada penyelesaian masalah dan menancapkan fondasi utama sambil menunggu RTRW,” ujar Atika.
Baca juga: Jepang Siap Kucurkan Pinjaman 43,6 Miliar Yen
TOD di Ancol Barat direncanakan dikembangkan dari titik depo MRT Jakarta. Di sana nantinya tidak hanya untuk tempat parkir dan pemeliharaan perawatan kereta saja. Namun, di lahan seluas 20 hektar itu, belajar dari MM21 akan dibangun sebagai kawasan dengan fungsi campuran, ada perkantoran, area komersial, area bisnis, ruang publik, ruang terbuka, hingga permukiman.
”Kawasan akan lebih tertata (dengan pembangunan berkonsep TOD),” kata Atika.
Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Winarto menambahkan, pembangunan di utara Jakarta lebih sedikit dibandingkan dengan di selatan Jakarta. Dengan konsep TOD, pembangunan di utara akan lebih progresif untuk menjadi salah satu pusat perekonomian baru Jakarta.