Posisi PM Jepang Fumio Kishida ”Tidak Aman”
Sudah berulang politisi Jepang terlilit korupsi dana kampanye. Mereka mundur sebelum dijadikan tersangka.
TOKYO, JUMAT - Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida harus berjuang keras menjaga kursi dan pemerintahannya. Skandal dana kampanye membuatnya disasar dari dalam dan luar partai.
Dalam laporan pada Jumat (15/12/2023), Asahi Shimbun menyebut kursi Kishida di partai dan pemerintahan diincar Shigeru Ishiba dan Seiko Noda. Ishiba merupakan mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokratik Liberal (LDP). Sementara Noda pernah jadi menteri di kabinet Kishida.
Noda dilaporkan telah mengumpulkan lagi orang-orang yang pernah mendukungnya menjadi Ketua Umum LDP. Pada 2021, walau gagal, ia mencalonkan diri menjadi Ketua Umum LDP. Kini, Kishida menjadi Ketua Umum LDP dan karena itu sekaligus menjabat PM Jepang.
Baca juga: Skandal Suap Guncang Kabinet Jepang
Sementara pada 11 Desember 2023, Ishida menyatakan Kishida sudah tidak pantas memimpin. Ishida sudah empat kali, dan seluruhnya gagal, mencoba menjadi Ketua Umum LDP. Pernyataan kali ini diduga upaya terbarunya menjadi ketua umum.
Pernyataan itu dilontarkan Ishida seiring dengan semakin luasnya pemberitaan soal skandal dana kampanye LDP. Sebagian faksi di LDP, termasuk pimpinan Kishida, diduga tidak melaporkan sebagian hasil pengumpulan dana kampanye. Kejaksaan Tokyo telah menyelidiki kasus itu.
Faksi terbesar di LDP, Seiwaken, menjadi sasaran utama penyelidikan. Sebab, faksi itu diduga sengaja mendorong anggotanya menyembunyikan sebagian hasil pengumpulan dana kampanye. Faksi itu juga disebut paling banyak menggelapkan dana kampanye.
Isu ini mulai berembus dari surat kabar yang dikelola Partai Komunis Jepang pada 2023. Berbagai media lalu mulai ramai memberitakan proses penyelidikan kasus ini, awal November lalu.
Sekitar 50 jaksa dikerahkan dan sementara ditemukan lima faksi utama LDP, termasuk faksi yang dipimpin Kishida, menghasilkan total 40 juta yen atau Rp 4,4 miliar dari penjualan tiket yang tidak dilaporkan selama empat tahun hingga tahun 2021.
Namun, hanya dalam beberapa pekan terakhir, angkanya melonjak menjadi Rp 54 miliar. Itu pun untuk Seiwaken saja. Dari temuan sementara dan keterangan para saksi, pendapatan yang tidak dilaporkan itu dilakukan secara sengaja dan sistematis. Bukan sebuah ketidaksengajaan
Kasus itu membuat kepercayaan publik pada pemerintahan Kishida terpangkas menjadi hanya 17 persen. Belum pernah ada pemerintahan dengan tingkat penerimaan seperti kabinet Kishida sekarang.
Baca juga: Skandal Suap Paksa Jepang Rombak Kabinet
Harian the Japan Times menyebutkan, berdasarkan undang-undang dana politik, kelompok politik harus melaporkan pendapatan dari acara penggalangan dana jika seseorang atau perusahaan membeli ”tiket” senilai 200.000 yen dalam setahun. Selama aliran uang itu dilaporkan sesuai undang-undang, tidak ada salahnya mengadakan pesta penggalangan dana atau memberikan uang kepada anggota faksi.
Penyelidikan kasus itu akan menentukan kelanjutan pemerintahan dan karier politik Kishida. Salah satu pertanyaan publik adalah apakah Kishida terlibat langsung dalam penggelapan dana itu.
Pemulihan kepercayaan
Kishida berusaha memulihkan kepercayaan dengan memecat empat menteri. Ia juga mencopot lima wakil menteri dan sejumlah pejabat tinggi.
Sekretaris Kabinet Hirokazu Matsuno, Menteri Ekonomi dan Industri Yasutoshi Nishimura, Menteri Pertanian Ichiro Miyashita, dan Menteri Dalam Negeri Junji Suzuki terkena perombakan. Mayoritas menteri dan wakil menteri yang dipecat merupakan anggota Seiwaken.
Guru Besar Politik di Universitas Takachiho, Ikuo Gonoi, mengatakan bahwa Kishida tidak memberikan rincian tindakan yang akan dilakukan. Jika tidak segera ada kejelasan, akan menguat seruan agar Kishida mundur dari ketua LDP. Hal itu sebagai pertanggungjawabannya atas skandal ini.
Kishida belum mengungkapkan langkah konkret untuk menangani kasus ini. Alih-alih melakukan reformasi struktural, Kishida hanya mengganti beberapa anggota faksi Seiwaken. Alasannya, agar operasionalisasi pemerintahan tidak terganggu. Jika Kishida tak bisa memperbaiki dukungan publik, aspirasi untuk menggantikan dirinya akan menguat.
Harian Mainichi menyebutkan, cara yang tepat menangani situasi ini adalah dengan mengungkapkan keadaan sebenarnya. Pengungkapan dengan menyelidiki seluruh faksi dan anggotanya sebelum merombak kabinet.
Selama ini, faksi-faksi membagikan uang dan jabatan penting kepada anggotanya. Faksi-faksi yang dituding sebagai sarang korupsi keuangan ini tetap bertahan. Padahal, sudah berulang kali ada seruan agar faksi-faksi dibubarkan demi transparansi.
Skandal korupsi seperti ini bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, pada 1974, PM Kakuei Tanaka mengundurkan diri setelah muncul laporan soal bisnis properti bayangannya. Dia ditangkap dua tahun kemudian karena kasus suap internasional yang melibatkan perusahaan kedirgantaraan raksasa Lockheed Martin.
Baca juga: PM Jepang Hanya Akan Berkuasa Singkat
Pada 1989, Noboru Takeshita juga kehilangan jabatan PM. Hal itu terjadi setelah muncul tuduhan perdagangan orang dalam ekuitas swasta terkait dengan perusahaan sumber daya manusia Recruit. Selain dia, sejumlah petinggi partai politik Jepang juga mengundurkan diri karena kasus itu.
Pada 2010, ketika LDP tidak lagi berkuasa, Yukio Hatoyama mundur dari PM. Ia dan pejabat partai lainnya dituding tidak melaporkan sebagian hasil pengumpulan dana kampanye. (AFP/REUTERS)