Vietnam-Indonesia, Wajah Kolaborasi Dua Mitra di Kawasan
Vietnam dan Indonesia berkoordinasi kuatkan ekspor. Kemitraan strategis digenjot agar keuntungan maksimal dapat diraih.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
Indonesia dan Vietnam adalah dua negara anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN. Akan tetapi, dari segi level hubungan, baru kedua negara ini di dalam ASEAN yang memiliki status bilateral kemitraan strategis. Kedekatan hubungan ini digambarkan dari kunjungan para pemimpin negara Vietnam, mulai dari presiden hingga perdana menterinya, ke Jakarta pada 2022. Presiden Joko Widodo juga berkunjung ke Hanoi pekan ini.
”Kemitraan strategis Indonesia dengan Vietnam ini memasuki ulang tahun ke-10 pada tahun 2023. Perkembangan hubungan kita sungguh positif dan bisa dikembangkan lebih jauh lagi,” kata Duta Besar Vietnam untuk Indonesia Ta Van Thong dalam pemaparan awal tahun di Jakarta, Kamis (4/1/2024).
Ta menjelaskan keunikan hubungan Jakarta-Hanoi. Sebagai negara di Asia Tenggara, Indonesia dan Vietnam memiliki iklim dan komoditas yang sama. Akan tetapi, berkat meningkatnya harga komoditas, tidak ada persaingan memperebutkan pasar. Justru, yang lahir adalah kerja sama untuk meningkatkan mutu dan persebaran komoditas tersebut.
Neraca perdagangan kedua negara menguat di tengah melemahnya perdagangan global. Ta mengungkapkan, neraca Vietnam dan Indonesia menguat rata-rata 10 persen setiap tahun. Bahkan, tahun 2023 nilainya sebesar 4 miliar dollar AS. Bagi Vietnam, secara umum, Indonesia adalah mitra dagang terbesar ketiga. Apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, Indonesia adalah mitra dagang terbesar kedua.
Jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270 juta jiwa dan Vietnam sebesar 100 juta jiwa menjadikan kedua negara pasar yang besar untuk sesama. Selain perdagangan bilateral, Indonesia dan Vietnam juga aktif dalam perdagangan intra-ASEAN, kerangka dagang Asia Pasifik, ataupun kerangka perdagangan multilateral lain.
Perdagangan Indonesia-Vietnam mencakup komoditas yang sangat penting bagi kedua negara, yaitu beras. Selama pandemi Covid-19, Vietnam menangguhkan penjualan beras ke luar negeri. Sekarang, larangan itu sudah dicabut dan Indonesia kembali membeli beras dari Vietnam. Dampak krisis iklim yang serius mengakibatkan Indonesia kesulitan memenuhi kebutuhan beras jika hanya mengandalkan produksi dalam negeri.
”Ini masuk dalam skema kerja sama ASEAN untuk saling membantu tetangga di sektor-sektor penting,” kata Ta.
Menurut dia, kedua negara sedang mengembangkan kerja sama yang lebih spesifik untuk berbagai komoditas pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan. Bersaing secara sehat, lanjutnya, termasuk saling berbagi pengalaman dan memberdayakan penduduk.
Fokus Indonesia dan Vietnam ialah agar komoditas mereka bisa diterima di pasar Uni Eropa. Sejumlah hal yang dibenahi ialah pengelolaan masyarakat dan lingkungan di sekitar wilayah industri, pemakaian teknologi digital dan pemutakhirannya, serta peralihan energi fosil ke energi terbarukan.
”Tahun lalu di Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ada hibah peralihan energi dari Uni Eropa. Ini harus bisa kita maksimalkan dengan mengembangkan kerangka kerja yang berkesinambungan di antara para anggota ASEAN,” ujar Ta.
Sektor kedua yang dikembangkan ialah penanaman modal asing. Sejumlah perusahaan Vietnam, di antaranya ialah Viet Chat, Highland Coffee, One Mobile, dan APT sedang menjajaki investasi di Indonesia. Demikian pula dengan perusahaan-perusahaan Indonesia. Ciputra, Traveloka, dan perusahaan peralatan sehari-hari Modena adalah beberapa yang sudah menanam modal di Vietnam.
Metodenya ada yang membuka pabrik di Vietnam, seperti Modena. Ada pula yang bekerja sama, misalnya One Mobile di Indonesia berkongsi dengan Era Blue Electronics. Di samping itu, ada banyak sekali perusahaan dari kedua negara yang ingin menjajaki ekspor dan impor.
Ta menuturkan, Vietnam terus memantau perkembangan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN). Sejauh ini, belum ada perusahaan Vietnam yang mengungkapkan niat untuk berinvestasi, baru sebatas minat untuk mengekspor komoditas. Akan tetapi, hal itu bisa berubah karena mereka memperhatikan setiap perkembangan IKN. Ta bersama duta besar negara-negara sahabat diundang untuk merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2024 di IKN.
Pariwisata
Sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah pariwisata. Ta menjelaskan, sejak Agustus 2023, ada penerbangan langsung dari Ho Chi Minh ke Jakarta. Adapun sejak Desember 2023, dibuka penerbangan langsung Hanoi-Jakarta. Selain itu, kedua kota di Vietnam itu juga mempunyai penerbangan langsung ke Denpasar, Bali.
”Laporan terkini yang saya dapat, jumlah penumpang penerbangan Vietnam-Indonesia keseluruhan mencapai 1 juta orang. Masyarakat Vietnam sangat tertarik berwisata ke Indonesia. Semoga masyarakat Indonesia juga berminat untuk jalan-jalan ke Vietnam,” ucapnya.
Ta menerangkan, Vietnam sangat berminat mengembangkan pariwisata yang ramah wisatawan Muslim. Oleh sebab itu, kini baik di kota-kota besar maupun daerah wisata Vietnam sudah mulai jamak ditemukan mushala dan kios-kios makanan halal. Menurut dia, pengembangan strategi wisata halal ini menguntungkan bagi wisatawan Indonesia serta pelaku bisnis di Vietnam. Dari segi hubungan bilateral, hal ini akan meningkatkan keakraban karena sejarah merupakan bagian penting dari pariwisata Vietnam. Sejarah klasik Vietnam mempunyai hubungan erat dengan sejarah Nusantara.
ASEAN
Terkait geopolitik, Ta mengatakan bahwa Vietnam mendukung Lima Poin Konsensus ASEAN untuk Myanmar. Hanoi menghargai keketuaan Jakarta untuk ASEAN sepanjang 2023. Indonesia telah mengadakan 265 pertemuan dengan semua pihak yang terlibat dalam krisis politik serta keamanan di Myanmar. Persoalan terebut, lanjutnya, tidak akan bisa dituntaskan dalam waktu singkat karena memerlukan pendekatan yang mendalam dan komprehensif.
”Sama seperti Indonesia, Vietnam mendukung keketuaan Laos di ASEAN 2024. Kami juga terus mendorong agar semua pihak di Myanmar mematuhi Lima Poin Konsensus,” ujarnya.
Demikian pula untuk isu Laut China Selatan. Vietnam bersama Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina terlibat sengketa dengan China mengenai batas-batas zona ekonomi eksklusif di perairan tersebut. Indonesia dan Vietnam telah menyelesaikan persoalan bilateral itu pada tahun 2022.
”Laut adalah aset bersama manusia. Vietnam secara pribadi ataupun anggota ASEAN mendorong percepatan penyelesaian kode panduan (code of conduct) Laut China Selatan agar bisa segera diterapkan. Kami memercayai hukum internasional harus dipatuhi. Terkait laut, aturannya jelas, yakni Konvensi Internasional tentang Laut 1982 (UNCLOS),” kata Ta.