Turunnya Angka Kelahiran Perancis dan Ancaman Ambruknya Jaring Pengaman Sosial
Memiliki anak bukan lagi prioritas bagi generasi muda. Alasannya mulai dari ekonomi hingga "ginks".
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
Perancis untuk pertama kalinya mengalami angka kelahiran terendah sejak masa Perang Dunia II. Berkurangnya jumlah penduduk ini berarti berisiko membuat sistem kesejahteraan sosial di negara tersebut goyah. Pasalnya, tanpa jumlah tenaga kerja yang cukup, pemasukan pajak berkurang dan otomatis anggaran untuk sistem kesejahteraan masyarakat bisa hilang.
Gara-gara hal itu, Presiden Perancis Emmanuel Macron berencana membuat kebijakan yang menambah cuti bagi orangtua. ”Perancis bisa bertambah kuat hanya apabila kita bisa mengembalikan jumlah kelahiran,” katanya di Paris, Selasa (16/1/2024).
Berdasarkan data terkini, angka kelahiran Perancis tahun 2023 hanya 678.000 bayi. Jumlah ini turun 7 persen dari tahun 2022 atau turun 20 persen sejak 2020. Padahal, selama ini, Perancis menikmati angka kelahiran yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan Jerman, Italia, dan Spanyol yang jumlah penduduknya terus menurun.
Selama ini, Perancis dianggap oleh negara-negara lain di Eropa memiliki kebijakan ramah anak. Negara memberi tunjangan kepada keluarga yang memiliki lebih dari tiga anak. Terdapat pula insentif pajak, cuti orangtua, dan layanan kesehatan serta pendidikan yang fokus kepada anak. Di luar cuti ketika anak baru lahir, orangtua bisa mengambil cuti tambahan selama satu tahun.
Berkat relatif tingginya angka kelahiran ini, Perancis bisa menyeimbangkan natalitas dengan mortalitas. Artinya, jumlah penduduk menua yang bergantung pada jaminan masa pensiun banyak, tetapi jumlah tenaga kerja yang membayar pajak pun cukup untuk menopang jaring pengaman sosial.
Namun, hal itu mulai berubah beberapa tahun belakangan. Macron tahun lalu mengambil keputusan yang sangat tidak populer, yaitu menaikkan usia pensiun dari 62 tahun menjadi 64 tahun per 2030. Rencana itu disambut penolakan dan unjuk rasa besar-besaran.
Ketika itu, Macron menjelaskan bahwa keuangan jaminan sosial yang sehat ialah satu pensiunan ditopang oleh tiga orang. Kecenderungan dalam satu dasawarsa ke depan, satu pensiunan ditanggung oleh satu orang. Beban keuangan ini terlalu besar untuk Perancis.
”Pemerintah merencanakan cuti orangtua bisa diambil kedua orangtua sekaligus selama enam bulan agar mereka bisa fokus mengasuh anak,” ujar Macron.
Ia mengakui, upah selama cuti yang hanya 400 euro (Rp 6,7 juta) per bulan termasuk rendah sehingga orangtua enggan mengambilnya. Para orangtua juga umumnya tidak mau terlalu lama berhenti bekerja karena menurunkan kemampuan profesional mereka.
Dalam jajak pendapat oleh Opinionway, mayoritas responden Perancis mengatakan tidak mau memiliki anak atau hanya ingin mempunyai satu anak karena tingginya biaya hidup. Apalagi, pandemi Covid-19, krisis energi, krisis pangan, dan krisis iklim membuat semua serba mahal serta tidak stabil.
Tingginya kesadaran masyarakat akan manusia sebagai penyebab kerusakan alam juga menjadi faktor generasi muda memilih tidak mempunyai anak. ”Di dunia Barat, manusia mengonsumsi lebih banyak dari yang bisa disajikan oleh alam. Saya tidak mau menambah satu konsumen yang berisiko menambah kerusakan planet,” kata seorang perempuan yang hanya mau disebut Manon, kepada media France 24.
Pemerintah merencanakan cuti orangtua bisa diambil kedua orangtua sekaligus selama enam bulan agar mereka bisa fokus mengasuh anak.
Di media sosial, dikenal istilah ”ginks” yang merupakan singkatan dari ”green inclinations and no kids” atau ”menganut paham hijau dan tanpa anak”. Pada 2021, seorang pesohor Youtube bernama Anna Borgen menjelaskan di kanalnya alasan ia tidak mau memiliki anak, terlepas memiliki latar belakang ekonomi yang cukup.
”Saya tidak mau mewariskan planet yang rusak ini kepada anak saya. Saya tidak tega ketika saya sudah meninggal, anak saya dan generasinya harus berjuang di Bumi yang sudah kita jarah,” tutur Borgen.
Pandangan Manon dan Borgen ada benarnya karena berdasarkan data Pusat Kajian Ilmiah Nasional Perancis, di negara tersebut penghitungannya ialah tiap satu anak berarti ada 40 ton emisi karbon yang dihasilkan setiap tahun. Sebagai perbandingan, menggunakan mobil listrik hanya menghemat 2 ton.
Masih pada 2021, Universitas Negeri Michigan (MSU) di Amerika Serikat mengadakan penelitian alasan orang dewasa, terutama pasangan menikah ataupun yang berhubungan jangka panjang, memilih tidak punya anak. ”Kami menemukan aspek kebahagiaan hidup menjadi faktor yang kuat. Ini di luar alasan ekonomi dan alam. Ada pandangan kehidupan yang bahagia, produktif, dan memberi sumbangsih kepada masyarakat menjadi lebih penting dibandingkan memiliki anak,” kata Jennifer Watling, ketua tim peneliti, dikutip oleh majalah Very Well Mind. (REUTERS)
---
Catatan editor: artikel ini telah mengalami perubahan judul sesuai dengan data yang ada. Perbaikan dilakukan pada Kamis (18/1/2024) pukul 14.30 WIB.