Kunjungan Turis China Belum Pulih, Dunia Kehilangan Triliunan Rupiah
Turis China dikenal royal berbelanja. Perekonomian yang masih lesu mendorong mereka liburan di dalam negeri.
Dulu dianggap sebagai turis dengan kebiasaan belanja royal di luar negeri, sekarang banyak wisatawan China lebih memilih tinggal di rumah saja. Sejak karantina wilayah (lockdown) karena pandemi Covid-19 tahun 2020, jumlah wisatawan China ke luar negeri belum kembali lagi ke angka sebelum pandemi meskipun akses ke China sudah dibuka sejak awal 2023.
Kapasitas maskapai penerbangan keluar dari China baru mencapai sekitar 60 persen dari tingkat tahun 2019 selama kuartal IV-2023. Jumlah itu berdasarkan rangkuman dari perusahaan analisis penerbangan Cirium seperti dikutip Bloomberg, Jumat (19/1/2024). Artinya, ada pengurangan 40 persen jumlah turis dari China yang jalan-jalan ke luar negeri kendati negeri itu sudah buka dan bebas untuk bepergian.
Baca juga: China Buka Pintu Lebar-lebar bagi Warga Asing
Setelah pandemi berlalu, para pelaku usaha turisme di seluruh dunia begitu merindukan kedatangan turis China. Di kawasan wisata Asakusa di Tokyo, Jepang, misalnya, pembuat lukisan karikatur Masashi Higashitani terus menyempurnakan kemampuan berbahasa Mandarin saat awal pembukaan karantina pandemi pada Januari 2023.
Saat itu ia begitu antusias menyambut masuknya kembali wisatawan setelah Beijing mengakhiri karantina. ”Kami biasa mengucapkan ’ni hao’ sepanjang waktu,” katanya sambil menggambar potret dalam hitungan menit.
Hampir 9,6 juta warga China mengunjungi Jepang pada 2019. Jumlah ini merupakan kelompok wisatawan asing terbesar. Higashitani memperkirakan sekitar 20 persen pelanggannya berasal dari China. Untuk itu, dia serta karyawannya mempelajari frasa-frasa dalam bahasa Mandarin.
Begitu juga harapan maskapai-maskapai penerbangan di Asia, terutama maskapai berbiaya murah. Mereka begitu antusias menyambut kembali wisatawan China saat pembukaan perbatasan awal 2023. Malaysia Airlines dan maskapai berbiaya rendah Vietnam, VietJet Aviation, berharap dapat memulihkan penerbangan dari China ke tingkat sebelum pandemi pada Juni 2023.
Baca juga: Turis China Terkunci di Negaranya, Asia Tenggara Lirik Sumber Turis Alternatif
Namun, harapan itu tak tercapai. Jumlah turis dari China pada 2023 turun 40 persen dibandingkan dengan sebelum pandemi tahun 2019. Padahal, pada 2019, menurut China Outbound Tourism Research Institute, wisatawan China melakukan 170 juta perjalanan ke luar negeri.
Dari jalan-jalan ke luar negeri warga China itu, Dewan Perjalanan dan Pariwisata Dunia (WTTC) mencatat perputaran uang mencapai 248 miliar dollar AS. Sekitar 14 persen di antaranya digunakan untuk membeli tiket pesawat hingga kamar hotel dan barang-barang keluaran desainer ternama.
Kami biasa mengucapkan ’ni hao’ sepanjang waktu.
Turunnya jumlah wisatawan China pada 2023 membuat dunia kehilangan perputaran uang hingga 129 miliar dollar AS atau sekitar Rp 2.000 triliun di sektor industri pariwisata. Berkurangnya pemasukan ini dirasakan mulai dari toko mi di Taipei hingga butik-butik di Paris.
Penerbangan berkurang
Menurut Cirium, jaringan rute penerbangan internasional China telah berkurang sebesar 43 persen. Sebanyak 45 destinasi luar negeri bahkan tidak lagi dilayani penerbangan langsung dari China. Jumlah rute penerbangan ke Taiwan, misalnya, hanya 70 persen dibandingkan dengan angka sebelum pandemi. Di sisi lain, gesekan geopolitik China dan Taiwan juga terus memanas selama setelah pandemi.
Kota-kota di China seperti Tianjin dan Kunming tidak lagi dilayani penerbangan langsung dari Taiwan. Lalu, untuk India, tidak ada lagi penerbangan penumpang langsung antara dua negara berpenduduk terpadat di dunia tersebut.
Faktor eksternal juga menghambat kontak China dengan Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa. Maskapai penerbangan di AS, Kanada, dan Uni Eropa tidak dapat lagi melintasi Rusia sehingga membuat penerbangan dari dan ke Asia menjadi lebih lama, lebih mahal, dan kurang menarik.
Sejumlah maskapai akhirnya memilih mengalihkan rute ke luar China. ”Hal ini berdampak pada wisatawan China dan menimbulkan tantangan bagi maskapai penerbangan, terutama di kota-kota kecil,” kata Julia Simpson, CEO WTTC Grup Industri Perjalanan, seperti dikutip Bloomberg.
Data Cirium menunjukkan, sebelum pandemi, 17 kota di China terhubung dengan 20 tujuan di AS dan Kanada melalui penerbangan langsung. Namun, penerbangan langsung itu turun sampai sekitar separuhnya. Kota-kota seperti Chicago, Montreal, dan Saipan tidak lagi dilayani penerbangan langsung.
Tren serupa terlihat di Eropa. Lebih dari seperempat penerbangan langsung dari China ke beberapa kota di Eropa terputus, seperti ke Praha, Oslo, dan Nice. Jumlah kota di China yang memiliki jalur udara ke Eropa juga mengalami penurunan dengan jumlah yang sama.
Sarah Sun, yang mengoperasikan toko bebas pajak bea cukai di dekat Istana Versailles, Paris, Perancis, mengatakan, banyak toko di Paris masih merugi pada 2023 karena para turis China yang biasa belanja besar-besaran ternyata tak kembali ke jumlah negara seperti sebelum pandemi. ”Orang China benar-benar tidak mau mengeluarkan uang jika terjadi guncangan,” kata Sun.
Hal ini berdampak pada wisatawan China dan menimbulkan tantangan bagi maskapai penerbangan, terutama di kota-kota kecil.
Timur Tengah
Sebaliknya, wisatawan China justru telah berbondong-bondong kembali ke Timur Tengah pada 2023. Timur Tengah dan Afrika memang mendapatkan kesepakatan konstruksi dan investasi yang besar dari China pada 2023.
Kawasan tersebut penting dalam proyek besar China, Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI). Hubungan ekonomi China dengan Timur Tengah dan Afrika, yang sudah meningkat sebelum pandemi, kini telah pulih dengan cepat.
Menurut penelitian Christoph Nedopil, Direktur Griffith Asia Institute, Timur Tengah dan Afrika mendapatkan sekitar 22 persen kesepakatan konstruksi dan investasi China untuk proyek-proyek yang didorong oleh infrastruktur pada paruh pertama tahun 2023.
Sejumlah alasan mengapa jumlah turis China belum naik salah satunya pertumbuhan ekonomi yang lesu telah mendorong konsumen China untuk memilih liburan dalam negeri yang lebih murah. Gesekan geopolitik telah menghambat beberapa hubungan pariwisata. Perang di Ukraina dan Gaza, misalnya, membuat penerbangan jarak jauh ke kawasan itu menjadi lebih rumit.
Baca juga: Turis China Tumpuan Harapan Sulut
Dari sisi kebijakan, ketika perekonomian sedang terpuruk, para pejabat China lebih memprioritaskan pariwisata lokal dibandingkan dengan mancanegara. Di antaranya menambah belanja bebas pajak di Pulau Hainan dan membuka tempat konser baru. Akibatnya, banyak warga China lebih tertarik wisata dalam negeri.
Pemerintah juga telah mendorong perjalanan ke beberapa negara seperti Arab Saudi yang mempunyai hubungan baik dengan Pemerintah China. ”Geopolitik telah berperan dalam memengaruhi tujuan internasional yang dikunjungi wisatawan China,” kata Duncan Wrigley, Kepala Ekonom China pada konsultan Pantheon Macroeconomics, kepada Bloomberg.
Di dalam negeri, wisata domestik China tumbuh subur. Pejabat urusan transportasi memperkirakan rekor 9 miliar perjalanan domestik selama periode Festival Musim Semi yang dimulai akhir Januari 2024 ini.
Saat perbatasan negara tutup, warga China ternyata justru mengembangkan kesadaran dan selera untuk wisata dalam negeri. ”Periode ini memungkinkan pasar domestik menjadi matang dan wisatawan menjadi lebih canggih dalam melakukan aktivitas mereka,” kata Joanna Lu, Kepala Konsultan Asia di Cirium Ascend.
Shannon Liu, analis perjalanan dan rekreasi senior pada konsultan Mintel Group, juga menemukan pergeseran selera wisatawan China. Apabila dulu mereka lebih tertarik wisata belanja mewah seperti ke Champs-Élysées di Paris, sekarang semakin banyak yang mencari perjalanan petualangan bermakna, seperti menjelajahi pulau atau sejarah Jalur Sutra.
Pada 2025, WTTC memperkirakan pengeluaran perjalanan keluar China akan meningkat menjadi 21 persen di atas tingkat tahun 2019. Pada 2023, jumlah tersebut diperkirakan meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2019.
Untuk menangkap peluang, agen perjalanan keluar negeri kini harus mengatur ulang rencana perjalanan. Rute-rute perlu dirancang untuk memenuhi pengalaman yang lebih bermakna dibandingkan dengan sekadar wisata belanja. (AFP/REUTERS)