Perang Gaza dan Lingkaran Setan dalam Eskalasi Konflik Timur Tengah
Seperti wabah, perang Gaza bereskalasi, menjalar ke perbatasan Lebanon, Laut Merah, Suriah, Irak, Jordania, hingga Iran.
Sejak perang Hamas-Israel berkobar di Gaza 7 Oktober 2023, eskalasi konflik tak terbendung. Timur Tengah semakin membara dengan pertempuran yang terus meningkat, melibatkan lebih banyak pihak di lebih banyak negara pula.
Pada Jumat (2/2/2024) malam, Amerika Serikat melancarkan serangan menarget lebih dari 85 posisi yang disebut terkait dengan Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) di tujuh lokasi di Irak dan Suriah. Washington menyebut serangan itu sebagai pembalasan atas tewasnya tiga prajurit AS dalam serangan pesawat nirawak (drone) di pangkalan Tower 22, Jordania, Minggu (28/1/2024).
Tidak tanggung-tanggung, Pentagon sampai mengerahkan dua pesawat pengebom B-1B langsung dari Pangkalan Angkatan Udara Dyess, Texas. Dua pesawat B-1B itu terbang sejauh lebih dari 9.500 kilometer untuk menghujani target-target di Irak dan Suriah dengan amunisi.
Baca juga: AS Kerahkan Dua Pengebom B-1B untuk Gempur Irak dan Suriah
Memasuki hari ke-119 perang Gaza, Sabtu (3/2/2024), eskalasi perang Hamas-Israel pun terus meningkat. Perang tidak hanya meluluhlantakkan dan terbatas di Gaza. Perang Hamas-Israel telah menyeret kawasan Timur Tengah dalam lingkaran setan saling balas, yang mungkin tak akan berkesudahan.
Dengan dalih membalas serangan kelompok Houthi terhadap kapal-kapal niaga di Laut Merah, AS dan Inggris dengan dukungan sejumlah negara mitra mereka menggempur Houthi di Yaman. Dengan alasan membalas pula, Presiden AS Joe Biden memerintahkan serangan atas target IRGC dan milisi-milisi dukungannya di Irak dan Suriah.
”Presiden dan saya tidak akan menoleransi serangan terhadap pasukan AS dan kami akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk membela AS dan pasukan kami,” kata Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin sebelum serangan ke Irak dan Suriah.
Sejak akhir 2023, Pentagon telah menyiagakan kapal induk USS Dwight D Eisenhower, belasan kapal perang besar, jet-jet tempur Angkatan Udara, dan pesawat-pesawat antiradar di kawasan Timur Tengah. Di kawasan ini, militer AS menempatkan ribuan personel di sejumlah pangkalan yang tersebar di beberapa negara.
Baca juga: AS Isyaratkan Serangan Lebih Besar ke Timur Tengah
Mereka juga sudah rutin menggunakan aset-aset militer tersebut untuk melancarkan serangan. Pada Rabu (31/1/2024), misalnya, jet tempur F/A-18 milik AS menyerang dan menghancurkan 10 pesawat nirawak Houthi di Yaman.
Iran tak akan diam
Melihat situasi yang terjadi, Iran tidak tinggal diam. Pertengahan Januari 2024, Iran melancarkan serangan di Suriah dan Irak setelah tokoh pasukan elitenya terbunuh dalam serangan di Damaskus, Suriah. Israel diduga berada di balik serangan itu.
Panglima IRGC Iran Hossein Salami memperingatkan bahwa Teheran akan membalas setiap serangan AS dengan keras. Sebagai sinyal kesiapan senjata Iran, Presiden Iran Ebrahim Raisi mengunjungi pangkalan Angkatan Laut IRGC di Bandar Abbas, Iran selatan.
Adapun kelompok yang dituding menyerang Tower 22, Kataib Hezbollah, mendadak mengumumkan jeda serangan. Sejumlah mitra aliansi kelompok itu meminta Kataib Hezbollah menahan diri agar konflik Timur Tengah tak meluas.
Setelah perang Israel-Hamas meletus mulai 7 Oktober 2023, kelompok-kelompok bersenjata yang didukung Iran menyerang pangkalan-pangkalan AS di Irak dan Suriah. Setidaknya ada 166 kali serangan dengan roket, rudal, dan pesawat drone ke pangkalan-pangkalan AS di Timur Tengah. Puncaknya adalah serangan di Tower 22.
Sementara AS meradang dan Iran pasang kuda-kuda, Israel juga tak mau meredakan gempuran ke Gaza. Meski didesak oleh banyak pihak untuk melakukan gencatan senjata di Gaza, Israel justru menyatakan kesiapannya untuk berperang berbulan-bulan di Gaza. Belum lama ini, para pejabat militer Israel juga menyatakan akan menambah pasukan ke perbatasan Lebanon untuk mengantisipasi meletusnya perang di sana.
Baca juga: Tragedi Bucha Terulang di Gaza, Puluhan Orang Tewas dengan Tangan Terikat
Perlu diingat pula, sikap-sikap Israel selalu dibalas kelompok-kelompok bersenjata dukungan Iran untuk semakin aktif menyerang kepentingan Israel dan AS, mulai dari Laut Merah, Suriah, Irak, hingga Jordania. Serangan mereka dibalas AS atau Israel, begitu seterusnya seperti lingkaran setan tanpa ada ujungnya.
Sementara AS meradang dan Iran pasang kuda-kuda, Israel juga tak mau meredakan gempuran ke Gaza.
Di tengah kobaran pertempuran di sejumlah front, pembunuhan para tokoh kelompok bersenjata dukungan Iran membuat api konflik Timur Tengah semakin berkobar. Dalam serangan ke Beirut, Lebanon, pada awal Januari 2024, Wakil Kepala Biro Politik Hamas Saleh Mohammed al-Arouri tewas. Sejumlah komandan dan anggota Hamas tewas dalam serangan itu. Kuat dugaan, Israel berada di balik serangan tersebut.
Israel juga melancarkan berbagai serangan—selain ke Gaza—ke Tepi Barat dan Suriah. Serangan ini menyasar para komandan Jihad Islam. Israel tak pernah mengakui berada di balik serangan-serangan itu meski bukti-bukti menunjukkan senjata penyerang dibuat Israel.
Baca juga: Selidiki Dugaan Kejahatan Perang Israel Kala Serbu RS Jenin
Pada 4 Januari 2024, AS menggempur Baghdad, Irak, dengan serangan udara, menewaskan Mushtaq Jawad Kazim al-Jawari, pemimpin Harakat al-Nujaba. Kelompok ini juga didukung Iran. Peristiwa itu mengundang kecaman pejabat Irak pada AS dan gelombang unjuk rasa yang mendesak pasukan AS untuk angkat kaki dari Irak.
Bara di perbatasan Lebanon
Pertempuran di Gaza menyulut bara permusuhan yang telah lama ada di Timur Tengah, yakni di perbatasan Lebanon. Baku tembak dan saling menyerang dengan roket terjadi hampir setiap hari antara pasukan Israel dan Hezbollah sejak perang Gaza meletus.
Hezbollah dan Israel sudah lama dan sering berkonfrontasi di perbatasan selatan Lebanon. Perang di Gaza mengobarkan kembali api permusuhan itu.
Pemimpin Hezbollah Hassan Nasrallah belum menyatakan perang habis-habisan melawan Israel. Meski demikian, ia telah menegaskan, pasukannya tidak takut untuk terlibat dalam perang tersebut. Ia menyatakan, Hezbollah tak akan mundur apabila Israel juga tak menarik pasukan dari Gaza.
Beberapa hari sebelumnya, Israel menyatakan akan mengirim pasukan lebih banyak ke perbatasan Lebanon. Kepala Staf Militer Israel, Herzi Halevi, mengatakan, peluang perang di perbatasan Israel-Lebanon meningkat semakin besar.
Tak kurang dari 80.000 orang warga di perbatasan telah mengungsi. Di Lebanon, serangan udara akan merusak infrastruktur dan berpotensi membunuh ribuan orang. "Perang Israel-Hezbollah akan menjadi bencana besar,” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengingatkan.
Kepala Staf Militer Israel, Herzi Halevi, mengatakan, peluang perang di perbatasan Lebanon-Israel meningkat semakin besar.
Menurut laporan PBB, serangan Israel di perbatasan Lebanon selatan telah menewaskan lebih dari 200 anggota Hezbollah, jurnalis, dan warga sipil. Setidaknya 15 warga Israel juga tewas dalam serangan Hezbollah.
Laut Merah dan Yaman
Eskalasi konflik selanjutnya terjadi di jalur pelayaran strategis Laut Merah. Kelompok Houthi yang didukung Iran di Yaman menyerang kapal-kapal komersial dan militer yang terkait dengan Israel dan negara Barat yang melintas. Houthi mengatakan, aksi mereka merupakan bentuk solidaritas atas penderitaan orang Palestina di Gaza yang terus-menerus dibombardir Israel.
Serangan pertama Houthi terjadi pada 19 November 2023, ketika mereka mengambil alih kapal kargo Galaxy Leader. Menurut catatan, kapal itu dimiliki oleh seorang pengusaha Israel.
Sejak saat itu, tercatat sudah 40 serangan terjadi. Pasukan AS dan Inggris berulangkali membalas menyerang Houthi. Akibat tegangnya situasi di Laut Merah, banyak perusahaan menghentikan pelayaran di rute itu serta memilih rute yang lebih mahal dan lebih panjang dengan mengelilingi benua Afrika.
Baca juga: Laut Merah, Ajang Perang Mata-mata Iran-Israel
Dampaknya bisa ditebak. Harga-harga barang di seluruh dunia berpotensi naik. Sejumlah industri pun sudah terganggu karena pasokan bahan baku terhambat, seperti industri kimia dan otomotif. Gangguan terutama dilaporkan di kawasan Eropa dan AS.
Front-front lain
Israel juga telah berulang kali melancarkan serangan udara ke Suriah sejak perang di Gaza. Serangkaian serangan ini memicu kembali ketegangan antara kedua negara itu. Pada Januari 2024, salah satu serangan Israel di luar Damaskus menewaskan Razi Moussavi, penasihat senior di IRGC.
Dalam insiden yang lain, lima penasihat militer IRGC tewas dalam serangan udara Israel yang meluluhlantakkan sebuah bangunan di Damaskus. Israel dan Suriah telah terlibat dalam konfrontasi militer berulang kali sejak Israel pertama kali berdiri pada 1948.
Di front lainnya, Irak mengkritik Iran setelah Garda Revolusi Iran menyerang salah satu lokasi di Kurdistan. Iran menyatakan lokasi itu sebagai pusat spionase Israel di wilayah semiotonom Kurdistan. Peristiwa tersebut sempat memantik ketegangan diplomatik antara Baghdad dan Teheran. Baghdad menarik duta besarnya di Teheran.
Para ahli memperingatkan, konflik Gaza akan terus meluas dan melibatkan lebih banyak pihak apabila Israel tak segera mundur dari Gaza. Hingga bulan keempat ini, setidaknya 27.019 orang tewas dan 66.139 orang luka-luka dalam serangan Israel di Gaza. Sementara serangan Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023 menewaskan 1.139 orang dari pihak Israel dan 240 orang lainnya disandera di Gaza.
Peringatan juga datang dari China. China berharap semua pihak agar menahan diri untuk menghindari lingkaran setan saling balas serangan. ”Situasi di Timur Tengah saat ini sangat kompleks dan sensitif,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin, akhir Januari 2024.
Baca juga: Mengenal Hezbollah dan Houthi, Jejaring Poros Perlawanan terhadap Israel
Kecemasan akan eskalasi konflik juga disuarakan banyak kalangan di Timur Tengah. Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bou Habib, awal Januari 2024, mengaku cemas akan pecahnya perang regional. Adapun Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan mengungkapkan kekhawatirannya, situasi saat ini bakal lepas kendali.
Sedangkan Qatar cemas, eskalasi konflik menjadi sandungan dalam perundingan gencatan senjata di Gaza. Seperti lingkaran setan, jika perundingan gagal, kawasan Timur Tengah akan dibelit spiral kekerasan dan saling berbalas serangan, tanpa ujung.
Bagaimana solusi untuk memutus lingkaran setan itu dan memulihkan stabilitas di kawasan itu? "Menyelesaikan isu Palestina adalah hal esensial dalam menciptakan stabilitas di Timur Tengah," tulis Maria Fantappie, Ketua Program Mediterania, Timur Tengah, dan Afrika pada Istituto Affari Internazionali di Roma, dan Vali Nasr, profesor hubungan internasional dan studi Timur Tengah pada Johns Hopkins University, AS, dalam artikelnya di jurnal Foreign Affairs, Januari/Februari 2024.
AS memegang peran penting. "Tugas paling mendesak bagi Washington adalah menghentikan perang di Gaza," sebut keduanya. "Washington harus bisa memaksa Israel menghentikan kekerasan tanpa batasnya di Gaza serta menekan mereka agar mau mewujudkan solusi politik yang damai atas isu Palestina yang sudah puluhan tahun."
(AP/AFP/Reuters)