Pemerintah Chile mencatat kebakaran masih berlangsung di 40 titik dengan total lahan terbakar 26.000 hektar.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
VALPARAISO, SENIN — Benua Amerika dilanda cuaca ekstrem yang mengakibatkan bencana alam bertolak belakang. Di Amerika bagian selatan, kebakaran hutan melanda, sedangkan di Amerika Utara terjadi fenomena sungai atmosfer yang mengakibatkan badai serta banjir.
Di Chile, Amerika Selatan, kebakaran hutan dan lahan telah melanda selama tiga hari. Lokasinya antara lain di kota pelabuhan Valparaiso dan Vina del Mar. Menurut laporan Pemerintah Chile, pada Senin (5/2/2024) sebanyak 112 orang tewas akibat kejadian tersebut.
”Jumlah ini kami takutkan meningkat secara signifikan karena petugas sedang mencari-cari di bawah puing,” kata Presiden Chile Gabriel Boric. Ia mengumumkan bahwa Chile memasuki masa tanggap darurat.
Berdasarkan keterangan Kementerian Dalam Negeri, dari 112 jenazah korban, baru 32 orang yang teridentifikasi. Pemerintah mencatat kebakaran masih berlangsung di 40 titik dengan total lahan terbakar 26.000 hektar. Karena berada di bagian selatan Khatulistiwa, Chile tengah mengalami musim panas. Suhu udara mencapai 40 derajat celsius dan cuaca sangat kering.
Abraham Mardones, salah seorang penyintas di Vina del Mar, mengatakan, ia hanya punya waktu 10 menit untuk menyelamatkan diri ketika melihat api melahap perbukitan di belakang permukiman tempatnya tinggalnya. Ia segera menggendong anjingnya dan lari ke arah pantai. Ketika menengok ke belakang, 10 menit kemudian, bukit dan perumahan sudah ludes terbakar.
”Saya kembali ke kompleks perumahan keesokan hari untuk membantu. Tetangga-tetangga saya mengevakuasi jenazah anggota keluarga mereka yang tidak sempat menyelamatkan diri,” ujarnya.
Negara Bagian California di Amerika Serikat mengalami banjir besar. Terletak di sebelah utara Khatulistiwa, AS sedang mengalami musim dingin. Terjadi fenomena yang disebut sungai atmosfer, yakni ketika ada kumpulan titik air berbentuk memanjang di angkasa seperti sungai.
Titik-titik air itu turun berupa hujan deras yang disertai angin kencang. Kota-kota besar di California, antara lain Los Angeles, Santa Barbara, dan Oxnard, tidak luput dari terjangan badai dan mengalami banjir. Media CNN melaporkan, pemerintah daerah menyatakan situasi banjir pada level 4 yang merupakan level risiko tertinggi di dalam perhitungan bencana mereka.
”Curah hujan dalam satu hari ini setara dengan curah hujan reguler sebulan. Kemungkinan kita menghadapi banjir seperti waktu Badai Hilary, Agustus 2023,” kata Wali Kota Los Angeles Karen Bass.
Penduduk di sejumlah wilayah permukiman di Los Angeles, Santa Barbara, dan San Francisco diminta mengungsi karena wilayah mereka rentan terkena banjir ataupun longsor. Pada saat yang sama, badan meteorologi setempat memperkirakan, di beberapa titik yang tidak terkena hujan, fenomea sungai atmosfer akan membuat salju turun lebih banyak dan cuaca menjadi sangat dingin.
Ini berisiko karena dilaporkan ada 800.000 rumah tangga yang aliran listriknya padam. Penduduk yang rentan, misalnya kelompok lansia, orang sakit, dan anak-anak, bisa terancam nyawanya jika tidak ada penghangat di rumah.
Badan Pengelola Samudra dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) telah memperingatkan meningkatnya bencana akibat cuaca ekstrem. Perubahan iklim merupakan penyebab utama berbagai krisis alam global. Khusus di AS, NOAA menerbitkan laporan pada Desember 2023 bahwa sepanjang tahun itu ada 28 bencana alam. Sebelumnya, pada 2022, ada 22 bencana alam.
Kerugian sepanjang tahun 2023 mencapai 92,9 miliar dollar AS, tetapi jumlah itu belum mencakup kerugian akibat badai pada 16-18 Desember 2023. Perkiraan NOAA, kerugian sebenarnya mencapai lebih dari 100 miliar dollar AS.
Apabila dirinci, bencana alam itu terdiri dari 17 badai es, 4 banjir, 2 badai tropis, 2 angin puyuh, 1 badai salju, 1 kebakaran lahan, dan 1 kekeringan ekstrem. Kebakaran lahan yang dimaksud adalah di Lahaina, Maui, Hawaii, yang membumihanguskan satu kota.
Wu Shuang-ye, dosen Geologi dan Geosains Universitas Dayton, menjelaskan fenomena tersebut di The Conversation edisi 19 Desember 2023. Pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca menambah suhu permukaan bumi yang mengakibatkan kekeringan ekstrem. Suhu panas itu menguapkan air dari laut, sungai, dan danau yang ketika sudah berat di udara turun dalam bentuk hujan deras.
Ketidakstabilan alam ini mengganggu pergerakan angin sehingga muncul pula badai salju ekstrem di musim dingin. ”Semua terdampak di bumi ini. Harus ada pengurangan emisi segera,” kata Wu. (AP/AFP)