Pemilu Pakistan Tanpa Pemenang Utama, Partai Harus Berkoalisi
Partai Imran Khan dan Nawaz Sharif tidak meraih cukup kursi parlemen untuk membentuk pemerintahan.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
ISLAMABAD, SABTU — Tidak ada satu pun partai Pakistan memenuhi syarat untuk membentuk sendiri pemerintahan. Militer, faktor penting di politik Pakistan, menganjurkan koalisi segera dibentuk.
Hingga Sabtu (10/2/2024) sore waktu Islamabad, Dawn dan Tribune melaporkan sudah 253 kursi parlemen sudah dipastikan pemenangnya. Dengan demikian, tersisa 13 kursi lagi belum ditentukan pemenangnya.
Menurut dua media Pakistan tersebut, Partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) baru dipastikan meraih 92 kursi. Adapun Liga Muslim (PML) baru dipastikan meraih 71 kursi. Sementara Partai Rakyat Pakistan (PPP) hanya meraih 54 kursi. Sisa kursi diperoleh oleh partai atau calon yang tidak terafiliasi dengan tiga partai itu.
Mantan Perdana Menteri Pakistan sekaligus tokoh utama PML, Nawaz Sharif, mengakui perlu berkoalisi. ”Kami tidak punya cukup mayoritas untuk menjalankan pemerintahan sendirian. Karena itu, kami mengundang partai dan kandidat lain untuk bergabung bersama kami,” ujarnya.
Petinggi sejumlah partai lain disebut sudah mendatangi Kantor Pusat DPP PML di Lahore pada Jumat (9/2/2024) malam. Hingga Sabtu siang, belum ada kabar soal kesepakatan pembentukan pemerintahan.
Tidak ada laporan soal keberadaan petinggi PPP dan PTI dalam rapat di kantor pusat PML. Ketua Bidang Hukum PTI Gohar Ali Khan malah menyatakan, PTI tidak perlu berkoalisi untuk membentuk pemerintahan. Berdasarkan penghitungan internal, PTI mengklaim meraih 170 kursi di parlemen.
Ia juga menyebut, para kader PTI akan berunjuk di kantor komisi pemilihan umum pada Minggu (11/2/2024) pagi. Mereka memprotes kelambanan penghitungan suara.
Presiden Pakistan Alif Alvi mengatakan, penghitungan suara bisa cepat seandainya pemilu memakai sistem pemungutan suara elektronik. Hasil pemilu di setiap tempat pemungutan suara bisa diketahui dalam hitungan menit setelah pemungutan suara ditutup.
Para pengendali
PTI didirikan dan dikendalikan Imran Khan sejak 1996. Sementara PPP dikendalikan keluarga Bhuto. Lewat Zulfikar Ali Bhuto dan Benazir Bhuto, keluarga itu memimpin Pakistan dari kursi presiden dan PM. Cucu Zulfikar, Bilawal, kini jadi petinggi PPP.
Sharif, Bhuto, dan Khan bisa menjadi PM karena awalnya menjaga hubungan dengan militer. Saat hubungan memburuk, mereka dikudeta militer. Sharif malah dikudeta tiga kali dan tidak jera berkoalisi dengan militer.
Koalisi terbarunya dilakukan kala menggulingkan Khan pada 2023. Setelah itu, bersama berbagai aparat negara, PML dan militer habis-habisan menekan PTI. Khan ditangkap dan kini menjalani hukuman 31 tahun penjara.
Para politisi PTI dilarang mencalonkan diri dari partai itu. Karena itu, para caleg PTI maju sebagai calon perseorangan. Meski demikian, PTI bisa bertahan dari beragam tekanan itu.
Sementara Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan Jenderal Asim Munir mengatakan, pemilu sudah selesai. Karena itu, partai-partai diharapkan menyisihkan perbedaan lalu bersatu membentuk pemerintahan.
”Pemilu bukan soal kompetisi memang kalah semata. Bangsa kita membutuhkan tangan yang stabil dan penyembuhkan untuk meninggalkan polarisasi dan anarki politik,” ujarnya seperti tercantum dalam pernyataan tertulis militer Pakistan.
Belum ada laporan soal partai mana akan disokong militer untuk membentuk pemerintahan. Selama puluhan tahun, Pakistan amat akrab dengan kudeta militer.
Sementara itu, Amerika Serikat bersama Inggris dan Uni Eropa mendorong penyelidikan independen pada proses pemilu Pakistan. London menyatakan amat prihatin pada dugaan kecurangan di pemilu Pakistan. Salah satu sorotan London dan Washington adalah layanan internet dan telepon seluler dihentikan pada hari pemungutan suara.
Penjabat Menteri Dalam Negeri Pakistan Gohar Ejaz mengakui ada penghentian itu. Menurut dia, keputusan sulit itu terpaksa diambil untuk mencegah penyebaran provokasi dan berita bohong pada hari pemungutan suara.
”Kami sadar penghentian layanan komunikasi seluler bisa berdampak pada proses pengiriman hasil penghitungan suara. Meski demikian, pilihannya adalah penundaan hasil pemilu atau keselamatan warga,” ujarnya.
Adapun Kementerian Luar Negeri Pakistan menyatakan, pemilu Pakistan dipantau oleh pihak-pihak independen. Karena itu, tidak diperlukan penyelidikan seperti diminta AS, Inggris, dan UE. (AFP/REUTERS/AP)