Atasi Kebuntuan, Dua Dinasti Politik di Pakistan Berkoalisi
Partai-partai yang dipimpin keluarga Sharif dan Bhutto bergabung untuk kembali memimpin Pakistan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
ISLAMABAD, RABU — Setelah dibayangi kebuntuan, Partai Rakyat Pakistan (PPP) dan Liga Muslim Pakistan-Nawaz (PML-N) sepakat untuk berkoalisi membentuk pemerintahan baru pascapemilihan umum Pakistan. Keduanya dilaporkan menyepakati menunjuk Shehbaz Sharif, Perdana Menteri Pakistan 2022-2023, untuk menjabat kembali.
Kabar kesepakatan itu disampaikan juru bicara PML-N, Marriyam Aurangzeb, Selasa (13/2/2024) malam waktu setempat. Ia mengunggah informasi di platform X bahwa Shehbaz Sharif dinominasikan sebagai perdana menteri (PM). ”Calon perdana menteri dari PML-N adalah Shehbaz Sharif,” katanya.
Konferensi pers pada Selasa malam dihadiri oleh perwakilan PML-N, PPP, dan dua partai lainnya. Sharif mengklaim pertemuan itu mewakili dua pertiga anggota parlemen yang telah mendapatkan kursi.
Seusai pertemuan, Wakil Ketua PPP Asif Ali Zardari menyatakan, keputusan untuk berkoalisi membentuk pemerintahan adalah upaya mereka agar negara itu segera keluar dari kebuntuan pascapemilu. Akan tetapi, dia tak menyebut nama tertentu untuk menduduki kursi PM.
Ketua PPP Bilawal Bhutto Zardari sebelumnya mengatakan ingin ayahnya menjabat PM atau presiden. Bilawal adalah putra Asif Ali Zardari dan Benazir Bhutto.
”Saya mengatakan ini bukan karena dia ayah saya. Saya mengatakannya karena negara ini sedang dalam krisis besar, dan jika ada orang yang mampu memadamkan api, ia adalah Asif Ali Zardari,” katanya.
Pascapemungutan suara, partai-partai perlu berkoalisi karena tidak ada satu pun yang berhasil menjadi penguasa kursi mayoritas di parlemen. Partai membutuhkan setidaknya 134 kursi untuk bisa membentuk pemerintahan hasil pemilihan.
Sejauh ini, Partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) yang didirikan mantan PM Imran Khan masih memimpin perolehan kursi parlemen, yakni 101 kursi. Adapun PPP dan PML-N masing-masing mendapat 80 kursi dan 54 kursi. Perolehan itu membuat PML-N dan PPP memiliki cukup kursi untuk membentuk pemerintahan baru.
PPP dan PML-N sempat menawari PTI untuk bergabung dalam koalisi partainya dan berbagi kekuasaan. Akan tetapi, PTI memilih untuk bergabung dengan partai yang berbasis agama dan menolak ajakan kedua partai besar tersebut.
”Kami tidak akan duduk bersama PML-N atau PPP,” kata Imran Khan, yang tengah menjalani hukuman penjara.
Saya mengatakan ini bukan karena dia ayah saya. Saya mengatakannya karena negara ini sedang dalam krisis besar, dan jika ada orang yang mampu memadamkan api, ia adalah Asif Ali Zardari.
Khan menilai, pemilu tersebut tidak berjalan demokratis dan akan menggugatnya di Mahkamah Agung Pakistan. Terdapat banyak tuduhan mengenai kecurangan dan manipulasi hasil pemilu setelah pihak berwenang mematikan jaringan telepon seluler pada hari pemungutn suara dengan alasan keamanan. Penghitungan suara memakan waktu lebih dari 24 jam.
Tantangan pascapemilu
Sharif menyambut dukungan yang didapatnya dari kedua partai besar itu dan sejumlah partai lainnya. Dia mengatakan, kesepakatan itu diperlukan karena nantinya pemerintahan baru Pakistan akan menghadapi tantangan yang tidak mudah, khususnya soal ekonomi.
Negara berpenduduk 241 juta jiwa itu sedang bergulat dengan krisis ekonomi di tengah lambatnya pertumbuhan dan tingginya inflasi, serta meningkatnya kekerasan oleh kelompok militan. Untuk sementara, Pakistan bisa menghindari gagal bayar setelah mendapat dana talangan sebesar 3 miliar dollar AS yang dikucurkan Dana Moneter Internasional.
Akan tetapi, dukungan itu akan berakhir pada Maret 2024. Pakistan pun membutuhkan pemerintahan baru secepatnya untuk bisa menjalankan program perekonomian yang lebih strategis guna menghindari terjadinya krisis yang lebih dalam.
Para analis berharap pemilu segera menghasilkan solusi bagi krisis yang tengah dihadapi oleh Pakistan. Akan tetapi, perpecahan antarpolitisi dan kemungkinan masuknya militer ke dalam politik akan berarti lebih banyak ketidakstabilan. (AFP/Reuters)