Anggota DPR AS mengancam, China akan gagal jika hendak menginvasi Taiwan. Invasi juga akan berdampak serius.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
TAIPEI, KAMIS — Delegasi anggota DPR Amerika Serikat berkunjung ke Taiwan dan mengundang kekesalan China. Kali ini, kunjungan disertai kepastian penjualan persenjataan AS ke Taiwan dan pernyataan anggota DPR AS bahwa China akan gagal jika ingin menginvasi Taiwan.
Delegasi yang berkunjung pada Kamis (22/2/2024) itu terdiri dari lima orang dipimpin oleh Mike Gallagher, Ketua Komite Khusus DPR AS untuk Partai Komunis China (PKC). Mereka bertemu dengan Presiden Tsai Ing Wen dan presiden terpilih, Lai Ching-te. Lai akan diambil sumpahnya pada Mei 2024.
Menurut Institut Amerika di Taiwan (AIT), kunjungan delegasi DPR AS itu bagian dari tur mereka di Indo-Pasifik. Delegasi terdiri dari anggota DPR AS dari Partai Republik ataupun Partai Demokrat. Komite yang dipimpin Gallagher ini bertujuan membangun konsensus mengenai risiko ancaman dari China dan mengembangkan strategi agar AS bisa bersaing dengan China.
Gallagher menekankan, Taiwan tidak hanya bisa bertahan dari ancaman China, tetapi juga berkembang. ”AS berada di sisi Taiwan. Kita membangun kestabilan dan perdamaian di Selat Taiwan dengan memperdalam hubungan ekonomi dan dialog antarpemimpin,” katanya, dikutip oleh Central News Agency.
Ia secara spesifik juga menyebut nama Presiden China Xi Jinping. Menurut Gallagher, jika Xi ataupun PKC tetap ingin menjalankan niat mereka menginvasi Taiwan, dampaknya akan serius. ”Keputusan menginvasi Taiwan itu konyol dan pasti akan gagal,” kata Gallagher.
Menurut Gallagher, dukungan AS bagi Taiwan tidak akan terpengaruh oleh hasil pemilihan presiden AS pada November 2024.
AS dan Taiwan tidak mempunyai hubungan diplomatik. Pada 1979, AS memutus hubungan dengan Taiwan karena memilih menjalin hubungan diplomatik dengan China. Meskipun begitu, Washington dan Taipei terikat perjanjian bahwa, selama Taiwan terancam, AS harus membantu.
Ancaman itu dimaknai datang dari China. Pasalnya, Xi Jinping berkali-kali mengatakan hendak menyatukan kembali wilayah otonomi Taiwan sebagai bagian dari China. Otoritas Taiwan di bawah Tsai dan Lai yang berasal dari Partai Demokratik Progresif (DPP) dianggap Beijing sebagai separatis yang ingin memerdekakan diri.
China mengecam kunjungan delegasi DPR AS ke Taiwan. Kementerian Luar Negeri China menyatakan keberatan dan mendesak AS untuk tetap berpegang pada Prinsip Satu China. ”Sekali lagi AS mencampuri urusan dalam negeri China dan memanas-manasi suasana,” tutur Beijing.
Pada Agustus 2022, Ketua DPR AS waktu itu, Nancy Pelosi, berkunjung ke Taiwan. Kunjungan itu memicu reaksi keras dari China. Tak lama setelah Pelosi mendarat, Beijing langsung mengumumkan siaga penuh. Selama berhari-hari setelahnya, militer China menggelar latihan besar-besaran di Selat Taiwan. Lawatan Pelosi juga memicu ketegangan lebih dalam antara China dan AS.
Penjualan senjata
Pada saat yang sama, Badan Kerja Sama Pertahanan dan Keamanan (DSCA) AS dalam pernyataan tertulis menyebut, Departemen Luar Negeri AS menyetujui potensi penjualan senjata dan teknologi pertahanan ke Taiwan senilai 75 juta dollar AS. DSCA adalah lembaga di bawah Departemen Pertahanan AS (Pentagon).
Paket itu antara lain terdiri dari teknologi komunikasi, alat pelacak berbasis sistem satelit, dan logistik pemeliharaannya. ”Teknologi ini akan meningkatkan kemampuan Taiwan membangun jaringan komunikasi dan menjaga aliran informasi taktis,” demikian tulis DSCA.
Meskipun begitu, paket penjualan ini masih harus dirapatkan di DPR AS sampai akhirnya disetujui dan dijalankan. Selain itu, belum ada keterangan mengenai kontraktor pertahanan yang akan bertanggung jawab mengadakan barangnya.
Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan Taiwan berterima kasih kepada AS atas komitmen untuk terus membantu Taiwan. (AFP/REUTERS)