Militer Tidak Bisa Mengakses Starlink, DPR AS Berang
Komunikasi melalui jaringan satelit orbit rendah penting bagi setiap militer sebagai sarana komunikasi saat perang.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Anggota DPR Amerika Serikat berang karena pasukan AS yang ditempatkan di Taiwan tidak bisa mengakses Starshield SpaceX, satelit komunikasi yang dirancang khusus untuk tujuan militer. Sebaliknya, militer Rusia justru berhasil mengakses Starshield dan menggunakannya untuk menghalangi komunikasi pasukan Ukraina.
Hal itu membuat Komite China di DPR AS mengirim surat kepada CEO SpaceX Elon Musk. Mereka mendesak Musk untuk memberikan akses khusus bagi pasukan AS yang ditempatkan di Taiwan. Komite juga menyebut, ketiadaan akses membuat Musk dan SpaceX melanggar kontrak kerja sama dengan Pentagon.
”Menurut saya, SpaceX mungkin tidak menyediakan layanan internet pita lebar di Taiwan dan sekitarnya yang (berpotensi) melanggar kewajiban kontrak SpaceX dengan Pemerintah AS,” demikian isi penggalan surat yang ditandatangani Mike Gallagher, Ketua Komite Urusan China (Partai Komunis China) DPR AS.
Menurut laporan CNBC akhir pekan lalu, informasi soal tidak adanya akses militer AS ke Starshield pertama kali muncul di laman berita Forbes. Juru bicara Departemen Pertahanan AS, menjawab pertanyaan CNBC melalui surat elektronik, Minggu (25/2/2024), mengatakan tidak memiliki pernyataan ataupun informasi yang bisa disebarluaskan pada publik tentang hal ini.
Surat itu muncul setelah Gallagher, yang berasal dari Partai Republik, memimpin delegasi anggota DPR ke Taiwan awal pekan ini. Di sana mereka berdialog dengan para pejabat Taiwan, termasuk Presiden Tsai Ing-wen dan presiden terpilih Lai Ching-te.
Saat kunjungan itu, mereka mendapatkan informasi pasukan AS yang ditempatkan di Taiwan tidak bisa mengakses Starshield walau ada ketentuan dalam kontrak kerja sama dengan Pentagon soal akses global. Delegasi juga mendapatkan informasi dari berbagai sumber bahwa Starshield tidak aktif di Taiwan dan sekitarnya.
”Jika terjadi agresi militer terhadap Taiwan oleh China, prajurit AS di Pasifik Barat akan menghadapi risiko besar. Sangat penting memastikan jaringan komunikasi yang kuat bagi personel militer AS di Taiwan dan sekitarnya demi menjaga kepentingan AS di Indo-Pasifik,” sebut surat DPR AS kepada Musk.
Komite meminta Musk memberikan keterangan pada DPR paling lambat 8 Maret mendatang. Hingga berita ini ditulis, belum ada komentar dari SpaceX ataupun Musk mengenai persoalan ini.
Sejumlah pejabat Taiwan menilai Musk cenderung mendukung China yang ingin menyatukan Taiwan dengan China. Musk sempat dikecam karena pernah menyebut Taiwan bagian dari wilayah China.
”Saya rasa saya cukup paham sebagai orang luar China,” kata Musk dalam siniar All-In Podcast. ”Dari sudut pandang mereka, mungkin (Taiwan) bisa dianalogikan seperti Hawaii atau semacamnya, seperti bagian integral dari China.”
Pernyataan Musk dibalas oleh Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu di media sosial X milik Musk. ”Dengarkan, #Taiwan bukan bagian dari #RRC dan tentu saja tidak untuk dijual,” tulis Wu.
Komunikasi
Pemerintah AS mulai menjalin kerja sama untuk menggunakan Starshield setelah Musk menolak mengizinkan militer Ukraina memakai layanan internetnya, Starlink, saat akan menyerang pasukan Rusia di Crimea, September 2023. Musk beralasan tidak memiliki kontrak kerja sama dengan militer.
Kontrak dengan penyedia layanan satelit, menurut Sekretaris Angkatan Udara AS Frank Kendall, sangat penting, terutama saat terjadi konflik.
”Jika kita akan bergantung pada arsitektur komunikasi komersial atau sistem komersial untuk penggunaan operasional (militer), kita harus memiliki jaminan mereka tersedia (setiap saat). Mau tidak mau kita harus memilikinya,” kata Kendall.
Komunikasi memanfaatkan jaringan satelit orbit rendah sangat penting bagi setiap militer sebagai sarana komunikasi yang stabil di masa perang. Contohnya, bagaimana militer Ukraina memanfaatkan Starlink yang dioperasikan SpaceX untuk komunikasi antarunit, petugas medis dan komandan tempur di lapangan. Militer Ukraina juga menguji coba pemasangan antena Starlink di pesawat nirawak yang digunakan untuk menyerang basis pasukan dan peralatan tempur Rusia.
Persoalannya, militer Rusia juga memanfaatkan satelit yang sama untuk menghadang serangan-serangan yang dilancarkan militer Ukraina. Laporan Radio Free Europe (RFE), yang diperkuat pernyataan sejumlah pejabat militer Ukraina, menyebutkan, militer Rusia memiliki akses ke Starlink dari sebuah perusahaan yang juga menjual perlengkapan rumah tangga. Sebuah situs Rusia, Topmachines, secara terbuka mengiklankan akses ke Starlink dengan biaya sekitar 220.000 rubel (sekitar Rp 37,6 juta) dengan biaya langganan bulanan mencapai 100 dollar AS (Rp 1,5 juta).
Vendor lain menyebut, terminal yang dia jual didatangkan dari Eropa, meski dia menolak menyebutkan negara mana. Vendor tersebut mengatakan, sebuah terminal berharga 250.000 rubel (Rp 42,6 juta) dan biaya bulanannya adalah 14.000 rubel (Rp 2,3 juta).
Laporan lain yang dibuat oleh IStories, outlet berita independen Rusia, juga mengidentifikasi setidaknya tiga vendor di Moskwa mengklaim menjual terminal Starlink.