Biden Membela Diri dengan Pidato Kenegaraan yang Pedas
Pidato kenegaraan Biden penuh dengan pembelaan diri guna melempangkan perjalanannya menuju pilpres AS, 5 November 2024.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Jalan menuju pemilihan umum presiden Amerika Serikat semakin jelas bagi Presiden petahana Joe Biden dan saingannya dari Partai Republik, Donald Trump. Dalam pidato kenegaraan, Biden semakin pedas mengkritik Trump dan sengit membela diri atas segala kebijakan yang telah ia ambil, termasuk penanganan konflik di Jalur Gaza.
Pidato kenegaraan atau state of the union diadakan pada sidang Kongres AS di Gedung Capitol, Washington DC, Kamis (7/3/2024) malam waktu setempat atau Jumat (8/3/2024) waktu Indonesia. Biden berbicara di hadapan anggota DPR dan Senat AS. Para pendukungnya dari Partai Demokrat kompak mengenakan busana berwarna putih sebagai solidaritas atas Hari Perempuan Internasional.
Biden tidak menyebut nama Trump secara langsung, tetapi terus mengkritiknya. ”Pendahulu saya, presiden dari Partai Republik, merusak demokrasi di negara ini dengan berbagai cara, mulai dari melancarkan pemberontakan sampai dengan menyembah-nyembah Presiden Rusia Vladimir Putin,” katanya.
Pemberontakan yang dimaksud ialah kerusuhan 6 Januari 2021. Ketika itu, para pendukung Trump yang tidak bisa menerima kekalahan calon presiden mereka menyerbu serta merusak Gedung Capitol di Washington DC. Trump masih harus menghadapi persidangan terkait tuduhan menghasut massa pada peristiwa itu. Sejumlah pelaku kerusuhan sudah divonis penjara oleh pengadilan.
Biden juga meledek kedekatan Trump dengan Putin. Selama menjabat sebagai presiden, Trump beberapa kali memuji Putin sebagai orang hebat dan pemimpin yang inspiratif. Kekaguman Trump terhadap Putin juga tecermin dalam kampanye presiden Trump menuju pilpres 5 November 2024.
Trump juga mengkritik Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang ia anggap tidak efektif dan hanya merepotkan AS. Menurut dia, setiap anggota NATO harus menepati janji membayar iuran 2 persen dari produk domestik bruto masing-masing untuk pakta itu. Jika tidak, kata Trump, ia akan mempersilakan Putin menginvasi negara-negara yang lalai.
Dalam pidatonya, Biden juga defensif membela sejumlah kebijakannya. Pertama ialah mengenai pengelolaan perbatasan AS dengan Meksiko. Di sisi Meksiko, ribuan migran dari Amerika Latin dan Karibia bertumpuk dan menunggu kesempatan memperoleh suaka di AS. Banyak dari para migran ini kemudian menyusup dan tinggal secara ilegal di AS.
Partai Republik menginginkan tindakan lebih tegas, yaitu melanjutkan pembangunan tembok di sepanjang perbatasan dan menangkap serta mendeportasi para penduduk ilegal. Anggota DPR dari partai tersebut, Marjorie Taylor Greene, meneriaki Biden dengan nama ”Lakin Riley”.
Riley adalah mahasiswi Universitas Georgia yang pada 22 Februari 2024 tewas di tangan seorang migran ilegal. Ketika itu, Riley sedang lari pagi di luar wilayah kampus. Jasadnya ditemukan pada tengah hari. Polisi langsung mengidentifikasi seorang imigran dari Venezuela sebagai pelaku. Kejahatan itu oleh polisi dinyatakan bersifat spontan.
”Saya berduka atas kematian Lakin Riley,” kata Biden. Ia tidak menyalahkan tragedi itu atas para imigran, tetapi menyitir mengenai pentingnya menangani tindak kejahatan secara umum, termasuk mengurangi tragedi akibat senjata berapi. Partai Republik memiliki sokongan kuat dari Asosiasi Senjata Api Nasional (NRA) sehingga Pemerintah AS tidak pernah bisa melarang peredaran pistol dan senapan.
Hal kedua yang dibela oleh Biden adalah kebijakannya di Jalur Gaza. Ia menekankan bahwa selama enam pekan terakhir pemerintahannya mengupayakan solusi damai di Gaza, yaitu solusi dua negara merdeka. Ia mengatakan bahwa AS mengusahakan gencatan senjata dan bantuan sosial bagi warga Gaza.
Pernyataan ini seusai pidato kenegaraan ditanggapi oleh Rashida Tlaib, anggota DPR AS dari Partai Demokrat dan keturunan Palestina. ”Satu-satunya cara mencapai perdamaian di Palestina adalah berhenti mengirimi Israel uang dan senjata,” ujarnya.
Media-media arus utama AS juga menyoroti tanggapan warganet. Mereka mengkritik para anggota Demokrat yang berbusana putih-putih karena merayakan Hari Perempuan Internasional. Padahal, di Gaza, kaum perempuan dan anak-anak merupakan korban tewas terbanyak.
Mereka yang masih hidup mengalami berbagai masalah kesehatan. Ibu-ibu hamil ada yang harus dibedah tanpa obat bius, bahkan pembalut untuk haid saja tidak ada. Para pendukung Biden ramai-ramai mengutarakan kekecewaan karena kepala negara mereka tidak juga menyerukan penghentian pengiriman senjata untuk Israel.
Biden berusaha meyakinkan masyarakat bahwa kebijakan ekonominya membawa AS ke arah yang lebih baik. Senator Partai Republik Katie Britt menyanggah hal ini. Menurut dia, masyarakat berpendapat, ekonomi masih buruk dan hidup susah.
Pidato Biden menggunakan sejumlah statistik, antara lain data per November 2023 tingkat inflasi AS turun dari 3,7 persen menjadi 3,2 persen. Angka pengangguran juga tergolong rendah, yaitu 1,34.
Permasalahannya, harga kebutuhan sehari-hari masih tinggi sehingga masyarakat tidak melihat bukti perbaikan ekonomi yang digembar-gemborkan pemerintah.
Pembelaan terakhir Biden adalah perihal usianya. Ia sudah berumur 81 tahun. Trump, kata Biden, hanya empat tahun lebih muda darinya. Ini membuat mereka berasal dari generasi yang sama.
”Menjadi pemimpin ini bukan soal umur, melainkan mengenai kemampuan menghasilkan ide-ide yang tidak kolot,” ujar Biden.
Jajak pendapat harian New York Times bersama Kolese Siena awal Maret ini berkata lain. Sebanyak 72 persen responden mengatakan, Biden sudah terlalu tua untuk mencalonkan diri kembali. Bahkan, 53 persen dari responden yang beranggapan demikian adalah mereka yang mencoblos Biden pada pilpres 2020.
Partai Demokrat selepas pidato tersebut terlihat antusias mendukung Biden. ”Empat tahun lagi!” kata mereka, mengacu pada pencalonan kembali Biden untuk pilpres November. (AP/AFP/REUTERS)