Mencari Terang di Kelamnya Ramadhan
Bulan Ramadhan tahun ini suram dengan korban konflik Gaza yang kelaparan dan harapan gencatan senjata yang memudar.
GAZA, SABTU —Warga Palestina bersiap menyambut bulan Ramadhan dalam suasana yang suram. Kota Tua Jerusalem sepi tanpa suasana meriah seperti biasanya. Tidak ada dekorasi semarak. Hampir separuh toko suvenir tutup.
Jalan-jalan sempit menuju Masjid Al-Aqsa juga sangat sepi. Tidak ada lampu atau lentera bersinar yang biasanya banyak terpajang di depan toko-toko dan rumah-rumah.
Baca juga: Jelang Ramadhan, Palestina dan Israel Sepakat Cegah Eskalasi Kekerasan
Persiapan Ramadhan di Jerusalem terhambat karena perang antara Israel dan kelompok Hamas di Gaza yang kini memasuki bulan keenam. Sulit untuk bisa riang gembira di tengah konflik yang masih panas hingga menewaskan sedikitnya 30.000 warga Palestina dan mengakibatkan ratusan ribu orang lainnya kelaparan.
”Ini akan menjadi Ramadhan yang kelam,” kata Abu Mousam Haddad di depan kedai kopinya di dekat Gerbang Damaskus, salah satu pintu masuk utama Kota Tua Jerusalem, Sabtu (9/3/2024).
Salah seorang tokoh masyarakat di Kota Tua Jerusalem, Ammar Sider, memutuskan untuk tidak mendekorasi Kota Tua untuk menghormati para korban konflik Gaza.
Dalam beberapa hari ke depan, fokus perhatian publik kemungkinan akan beralih dari Gaza ke Masjid Al-Aqsa yang sering menjadi titik kekerasan Israel-Palestina. Hamas kini mendesak rakyat Palestina di seluruh wilayah Israel dan wilayah pendudukan Tepi Barat untuk berbondong-bondong ke Al-Aqsa selama bulan Ramadhan.
Hal ini untuk menentang Israel yang membatasi aktivitas ibadah di masjid itu. Aparat kepolisian Israel memperketat pengamanan di sekeliling Kota Tua di Jerusalem. Puluhan ribu orang diperkirakan akan berada di kompleks Masjid Al-Aqsa setiap hari selama bulan Ramadhan. Kepolisian Israel memastikan Ramadhan berlangsung damai dan akan menindak siapa pun yang memprovokasi kekerasan. Sudah ada 20 orang yang dicurigai menghasut.
Ini akan menjadi Ramadhan yang kelam.
”Ini masjid kami dan kami harus menjaganya. Kita harus melindungi umat Islam di masjid ini. Mereka seharusnya bisa masuk sebanyak-banyaknya,” kata Azzam Al-Khatib, Direktur Jenderal Wakaf Jerusalem, yayasan keagamaan yang menaungi Masjid Al-Aqsa.
Meski pembatasan Israel itu kerap memicu bentrokan, belum jelas apakah rakyat Palestina mau mengambil risiko konfrontasi di tengah kondisi saat ini di mana pasukan Israel gencar mengancam dan menyerang. ”Warga takut dan khawatir bakal seperti apa Ramadhan tahun ini. Mereka juga takut dengan perilaku polisi ketika warga keluar masuk kota,” kata pemilik toko buku, Imad Mona.
Selama bertahun-tahun, Israel telah membatasi akses ke Al-Aqsa dalam berbagai tingkatan, termasuk melarang anak muda. Alasannya, masalah keamanan. Pemerintah Israel tak memberi banyak penjelasan selain akan memperbolehkan warga Palestina dari Tepi Barat untuk beribadah di Al-Aqsa.
Namun, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir disebutkan berupaya melarang warga Palestina masuk. Dalam unggahannya di X, Ben-Gvir mengecam keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu karena mengizinkan warga Palestina masuk Al-Aqsa untuk shalat.
Baca juga: Israel Akan Batasi Ibadah Ramadhan di Al-Aqsa
Dalam pengaturan informal sejak 1967, kompleks itu dikelola oleh sebuah badan keagamaan muslim yang berbasis di Jordania yang dikenal sebagai Wakaf. Warga Yahudi diperbolehkan mengunjungi kompleks itu, tetapi tidak boleh berdoa di sana.
Perjanjian itu lalu gagal dalam beberapa tahun terakhir karena kelompok nasionalis garis keras Israel sering berkunjung ke sana. Secara umum, warga Palestina memerlukan izin untuk memasuki Jerusalem Timur. Sejak 7 Oktober 2023, Israel melarang warga Palestina masuk Jerusalem atau bagian mana pun dari Israel.
”Shalat di Masjid Al-Aqsa selama Ramadhan itu impian semua orang Palestina, muslim, dan dunia Arab,” kata Akram al Baghdadi, warga Ramallah.
Harapan akan gencatan senjata di Gaza tampaknya tak akan terwujud karena perundingan di Kairo, Mesir, terhenti. Warga Gaza yang menjadi korban konflik kini terpaksa tinggal di dalam tenda plastik dan kekurangan makanan.
Moha, ibu dari lima anak, mengaku tidak menyiapkan apa-apa untuk Ramadhan karena mereka sudah berpuasa terus selama lima bulan akibat kekurangan bantuan makanan. Padahal, biasanya, sebelum konflik, dia selalu meramaikan rumahnya dengan dekorasi dan memenuhi lemari esnya dengan bahan makanan untuk sahur dan buka puasa sekeluarga.
Baca juga: Lebih Banyak Prihatin di Bulan Ramadhan
”Tidak ada makanan. Kami hanya punya sedikit makanan kaleng dan nasi. Banyak makanan dijual juga, tetapi harganya sangat mahal,” kata Moha yang kini mengungsi ke Rafah.
Hilal
Bulan suci Ramadhan bagi umat Islam di seluruh dunia akan dimulai pada Senin (11/3/2024) atau Selasa (12/3/2024), tergantung penampakan hilal. Puasa akan berlangsung dari fajar hingga senja antara 12 jam dan 17 jam, tergantung wilayah.
Media AlJazeera, 7 Maret 2024, menyebutkan bulan Ramadhan dimulai 10-12 hari lebih awal setiap tahun karena penanggalan Islam berdasarkan pada penanggalan lunar Hijriah dengan panjang 29 atau 30 hari. Karena tahun lunar lebih pendek 11 hari dibandingkan tahun matahari, Ramadhan akan dirayakan dua kali pada 2030. Ramadhan yang pertama akan dimulai pada 5 Januari 2030 dan yang kedua pada 26 Desember 2030.
Umat Islam yang tinggal di negara-negara paling selatan di dunia, seperti Chile atau Selandia Baru, akan berpuasa sekitar 12 jam. Adapun mereka yang tinggal di negara-negara paling utara, seperti Eslandia atau Greenland, akan berpuasa hingga lebih dari 17 jam lamanya.
Baca juga: Ramadhan 2024: Awal Berbeda, Akhir Bersama
Bagi umat Islam yang tinggal di belahan bumi utara, jumlah jam puasa akan sedikit lebih pendek pada tahun ini dan akan terus berkurang hingga tahun 2031. Pada tahun itu, Ramadhan akan mencakup titik balik matahari musim dingin yang menjadi hari terpendek dalam setahun.
Setelah itu, jam puasa akan bertambah hingga titik balik matahari musim panas yang menjadi hari terpanjang dalam setahun di belahan bumi utara. Bagi umat Islam yang berpuasa dan tinggal di selatan garis Khatulistiwa, hal sebaliknya akan terjadi.
Di kota-kota paling utara, seperti Longyearbyen di Norwegia, di mana matahari tidak terbenam dari tanggal 20 April hingga 22 Agustus, peraturan agama telah dikeluarkan untuk mengikuti waktu di Mekkah, Arab Saudi, atau negara muslim terdekat. (REUTERS/AP)