Krisis New York Community Bancorp, Sinyal Rapuhnya Sektor Keuangan AS
Dari ketinggian 31,82 dollar AS per lembar saham pada 19 Maret 2004, kini saham NYCB hanya seharga 3,42 dollar AS.
Oleh
SIMON SARAGIH
·5 menit baca
Amerika Serikat kembali dilanda masalah perbankan setahun setelah kebangkrutan Silicon Valley Bank. Kali ini masalah menimpa New York Community Bancorp yang mengalami kerugian 2,7 miliar dollar AS pada kuartal keempat 2023. Isu ini membuat para nasabah bank tersebut menarik dana mereka sehingga jumlah simpanan turun dari 83 miliar dollar AS menjadi 77,2 miliar dollar AS pada 5 Maret 2024.
Harga saham New York Community Bancorp (NYCB) pun anjlok. Dari ketinggian 31,82 dollar AS per lembar saham pada 19 Maret 2004, kini saham NYCB hanya seharga 3,42 dollar AS pada 8 Maret 2024. Bank yang berdiri pada 14 April 1859, dengan nama awal Queens County Savings Bank, ini sedang goyah.
Peringkat utang NYCB langsung diturunkan oleh lembaga pemeringkat Fitch Ratings menjadi BB+, yang artinya ada indikasi default, gagal bayar utang. Moody’s mengategorikan peringkat utang NYCB, yang beraset 116 miliar dollar AS itu, menjadi kelas junk, sampah, atau menjadi B3 dari Ba2.
”NYCB kemungkinan harus menaikkan dana cadangan untuk menghadapi potensi kerugian dari pinjamannya kepada nasabah,” demikian penilaian Moody’s.
Chief Executive Officer (CEO) NYCB Alessandro DiNello mencoba meyakinkan publik. ”Perusahaan memiliki likuiditas kuat dan basis deposito yang solid. Saya yakin kami bisa membalikkan keadaan,” kata DiNello, yang baru saja menjabat. Ia menggantikan Thomas Cangemi yang sudah 27 tahun memimpin NYCB. Pada 1 April 2024, Joseph Otting juga akan segera menggantikan DiNello.
Kerugian NYCB terjadi karena kemacetan kredit di sektor properti komersial sebagai bisnis utamanya. Pemicunya adalah penurunan harga properti komersial di AS akibat penurunan permintaan. Di sisi lain, beban bunga pinjaman meninggi seiring dengan peningkatan suku bunga sehingga nasabah pengembang semakin terbebani.
Steve Mnuchin, Menteri Keuangan AS pada era Presiden Donald Trump yang puluhan tahun malang melintang di dunia keuangan, ikut turun tangan. Mnuchin dan rekannya menyuntikkan dana 1 miliar dollar AS ke NYCB. Mnuchin yakin, NYCB akan pulih karena posisi keuangan lembaga keuangan itu ia katakan tetap menjanjikan.
Penyuntikan modal ini membuat Moody’s ingin mengubah lagi peringkat NYCB ke tingkat yang lebih baik. Namun, sebelumnya eksekutif Moody’s bersikap ragu. ”Ada banyak hal yang kita belum tahu,” kata Matt Reidy, direktur Moody’s yang membidangi real estat.
Sebagian analis juga skeptis. ”Meskipun kami melihat suntikan dana dan perombakan manajemen sebagai hal positif, kami tidak melihatnya sebagai katalis dalam jangka pendek. Kami yakin masih ada risiko bahwa nasabah akan meninggalkan bank ini,” kata Peter Winter, seorang analis riset senior di DA Davidson (Fortune, 9 Maret 2024).
Meskipun kami melihat suntikan dana dan perombakan manajemen sebagai hal positif, kami tidak melihatnya sebagai katalis dalam jangka pendek. Kami yakin masih ada risiko bahwa nasabah akan meninggalkan bank ini. (Peter Winter)
Investor ternama AS yang memprediksi secara akurat kejatuhan SVB tahun lalu, Bill Martin, bahkan bicara lebih ekstrem. Setelah pengumuman kerugian oleh NYCB, Martin mengatakan, ia mendalami keuangan, lalu menyimpulkan situasi keuangan NYCB sangat kacau. Ia mempertaruhkan kejatuhan saham NYCB seperti ia juga bertaruh hal serupa dengan saham SVB. Alasannya, NYCB akan menjadi bank zombi.
Eksposur kredit ke sektor real estat dengan penjualan seret membuat NYCB akan ketiban masalah. Apakah ini akan melebar ke sektor perbankan AS secara luas?
Martin mengatakan, siklus itu membutuhkan waktu dan tidak akan terjadi dalam sehari. Akan tetapi, yang jelas NYCB sedang menghadapi masalah berat secara keuangan, kata Martin.
Ketiban beban merger
Persoalan NYCB juga muncul karena ketiban beban setelah mengakuisisi Signature Bank, yang lebih dulu bangkrut pada awal 2023. Signature memiliki eksposur tinggi ke sektor properti. NYCB juga ketiban beban setelah mengakuisisi Flagstar, bank yang bermarkas di Troy, Michigan, AS. Flagstar juga menitikberatkan bisnis ke sektor properti komersial yang sedang kesulitan.
Kasus NYCB membuka persoalan umum pada industri perbankan AS. Harian The Financial Times, 8 Maret 2024, mengutip Ketua The Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Martin Gruenberg, yang menyebutkan jumlah bank yang lemah naik dari delapan bank sejak kebangkrutan SVB menjadi 52 bank hingga akhir 2023.
Laporan FDIC menyebutkan, penunggakan utang nasabah pengguna kartu kredit dan kemacetan pinjaman di sektor real estat komersial sedang meningkat. Tingkat kemacetan itu kini pada level tertinggi dalam satu dekade terakhir. Gruenberg juga menyinggung ketidakpastian geopolitik, tekanan inflasi sejak 2021, dan volatilitas pasar turut menambah beban pada industri perbankan.
FDIC menyebutkan total aset perbankan yang mengalami masalah itu di luar NYCB hanya 66 miliar dollar AS atau 0,2 persen dari total aset perbankan AS.
Pada 7 Maret 2024, Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell tidak membantah masalah perbankan akibat kelesuan real estat komersial, seperti perkantoran. Pola bekerja dari rumah seusai wabah Covid-19 turut menyebabkan masalah pada bank yang membiayai pembangunan gedung perkantoran dan kondominium.
Powell menambahkan, masalah perbankan yang dililit kelesuan bisnis real estat sudah lama menjadi perhatian. Ia pun turut mendalami pencarian solusi tentang itu. Ia mengatakan hal itu saat berbicara di hadapan Senate Banking Committee, 7 Maret 2024.
Mantan Ketua FDIC Sheila Bair juga mengakui, perbankan yang sedang dalam masalah terutama yang membidangi real estat komersial. Meski demikian, ia mengatakan, para nasabah tidak perlu khawatir karena ada jaminan dari FDIC, khususnya untuk simpanan hingga setinggi 250.000 dollar AS.
Persoalannya adalah, walau nasabah tidak panik, muncul bisnis real estat yang sedang lesu dan beban suku bunga tinggi oleh para kreditor perbankan. Tentu perbankan AS yang sedang goyah akan tetap mendapatkan bantuan dari Bank Sentral AS guna mencegah efek domino. Data Bank Sentral AS menunjukkan, kepemilikan aset-aset swasta sekitar 4 triliun dollar AS.
Pertanyaannya, seberapa lama Bank Sentral AS bisa terus-menerus melakukan pembelian aset-aset toksik perbankan? Oleh karena itu, Martin mengingatkan pasar akan postur lembaga-lembaga keuangan AS yang sedang bersamalah.
Pemerintah AS sekarang ini memiliki dua tugas berat. Pemerintah kini menjadi pendongkrak penting perekonomian, termasuk dengan penumpukan utang tiap tahun demi menggerakkan perekonomian. Profesor dari Wharton Business School, Joao Gomes, mengingatkan, pasar akan memberontak dengan tumpukan utang pemerintah, lambat atau cepat. Ledakan pasar akan terjadi.
Hal serupa akan terjadi untuk lembaga keuangan, yang juga menjadi beban pemerintah. Nassim Nicholas Taleb, ahli statistik matematika dan pelaku di pasar uang, mengingatkan hal serupa. Krisis keuangan hanya soal waktu dan pasar akan memberi koreksi dengan derita besar. (AFP/AP/REUTERS)