Indonesia-Selandia Baru Optimalkan Kerja Sama Keamanan Hayati
Selama ini, produk perikanan dan pertanian Indonesia kesulitan menembus Australia dan Selandia Baru.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Biosekuritas atau keamanan hayati dan standar halal menjadi fokus bahasan dalam meningkatkan kerja sama perdagangan Indonesia dan Selandia Baru. Selain untuk meningkatkan volume perdagangan, Indonesia juga menekankan perdagangan kedua negara harus lebih seimbang.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters di Jakarta, Kamis (14/3/2024). Keduanya membahas substansi yang akan diajukan dalam Komisi Bersama Tingkat Menteri (JMC) Ke-11 di Wellington, Selandia Baru, pada Mei 2024.
Retno mengatakan, untuk mencapai perdagangan yang seimbang di antara kedua negara, Indonesia berupaya meningkatkan produk pertaniannya agar memenuhi persyaratan keamanan hayati yang ditetapkan Selandia Baru. Selama ini, produk perikanan dan pertanian Indonesia kesulitan menembus Australia dan Selandia Baru karena standar biosekuritas yang mereka terapkan.
Dalam wawancara dengan Kompas di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Khusus ASEAN-Australia, awal Maret, di Melbourne, Australia, Retno menjelaskan, perdagangan seimbang yang diinginkan Indonesia adalah yang tidak hanya menguntungkan satu pihak atau hanya menjadikan satu pihak sebagai pasar.
Kedua menlu juga membahas Perjanjian Pengakuan Bersama (MRA) tentang produk halal. Rancangan MRA untuk Selandia Baru tersebut telah dibahas bersama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Indonesia.
Pada 1 Maret 2023, Wakil Presiden Ma'ruf Amin melawat ke Selandia Baru untuk menghadiri acara Business Forum with Halal Industry. Dalam acara itu, Menteri Keamanan Hayati dan Pangan Selandia Baru Andrew Hoggard menegaskan komitmen pemerintahnya untuk menjaga agar produk yang akan mereka ekspor memenuhi kriteria produk halal Indonesia.
Dalam KTT Khusus ASEAN-Australia juga diungkap kesulitan pengusaha dari Australia dan Selandia Baru untuk memahami standar halal di Indonesia. Maka, diperlukan pemahaman di kalangan pengusaha kedua negara itu tentang standar tersebut.
”Masih ada beberapa masalah yang tertunda, tetapi saya yakin masalah tersebut akan segera terselesaikan. Oleh karena itu, saya menyarankan agar kedua tim melanjutkan konsultasi mengenai aspek teknis ini,” kata Retno dalam pernyataan bersama Peters.
Isu lain
Selain perdagangan, kedua menteri luar negeri juga membicarakan aneka kerja sama yang akan dibahas dalam JMC. Hal ini, antara lain, bidang pendidikan, keterlibatan Indonesia di kawasan Pasifik, serta bencana alam dan perubahan iklim.
”Pembaruan perjanjian kerja sama pendidikan menjadi potensi lain yang dapat dicapai oleh JMC. Kami juga membahas keterlibatan di Pasifik. Saya menekankan pendekatan konsisten Indonesia untuk mengambil bagian aktif dalam memelihara perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran sebagai bagian dari kawasan Pasifik,” kata Retno.
Hal ini bisa dilakukan Indonesia melalui keterlibatan dengan organisasi regional di kawasan Pasifik, seperti Forum Kepulauan Pasifik (PIF) dan Melanesian Spearhead Group (MSG). Sebagai mitra dialog PIF, Indonesia berharap PIF dapat melanjutkan pembahasan mengenai pencapaian prioritas berdasarkan prinsip saling menghormati, khususnya kedaulatan dan integritas wilayah.
”Saya percaya hal ini penting untuk mendorong kerja sama regional yang bersahabat dan efektif dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di tengah ketegangan dan persaingan geopolitik,” ujar Retno.
Dalam konteks ASEAN, Indonesia berharap dapat bekerja sama dengan Selandia Baru dalam mengimplementasikan Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik (AOIP). Tujuannya membina kerja sama inklusif di kawasan, termasuk antara ASEAN dan PIF.
Selama beberapa tahun terakhir, komunikasi antara Indonesia dan Selandia Baru meningkat secara signifikan. Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Selandia Baru Christopher Luxon mengadakan pertemuan bilateral di Melbourne, pekan lalu, di sela-sela KTT Khusus ASEAN-Australia 2024.
Peters mengatakan, perkembangan hubungan Indonesia dan Selandia Baru ini menandai 100 hari pemerintahan baru di negaranya. ”Dalam konteks ini, isu-isu tadi sangat penting dibahas,” katanya.
Ia mengawali lawatan ke Indonesia dengan bertandang ke Masjid Istiqlal, Jakarta. Kunjungan itu dimaksudkan sebagai peringatan tragedi penembakan di dua masjid di Christchurch yang menewaskan 51 orang pada 15 Maret 2019.
Indonesia membantu Selandia Baru dalam mengatasi konflik internasional yang muncul setelah tragedi itu. ”Setelah kejadian itu, kami mendatangi Indonesia untuk bicara dengan Menlu Retno dan warga Indonesia. Akhirnya dari pembicaraan dengan Indonesia, kami bicara dengan negara-negara Muslim lewat konferensi di Istanbul, Turki,” katanya.
Peters menyebut, kejadian itu mencerminkan pentingnya kerja sama di antara dua negara yang menganggap toleransi krusial. Ia juga menyinggung pemilu dan pergantian pemerintahan di Indonesia. ”Kami harus menunggu penghitungan resmi untuk mengetahui hasilnya nanti,” katanya.