”Klub Peti Mati”, Mengubur Tabu tentang Kematian
Kematian bukan hal yang tabu untuk dibicarakan. Sejumlah warga senior Selandia Baru memilih bersiap menghadapinya.
Mempersiapkan hal-hal kecil untuk kematian mungkin menakutkan bagi banyak orang. Tak sedikit pula yang menganggapnya tabu. Namun, bagi sebagian orang, mempersiapkan kematian bisa dilakukan dengan canda tawa, terutama saat mengerjakan peti mati yang dibuat sendiri.
Kevin Heyward (79) sudah memiliki rencana seputar pemakamannya kala meninggal nanti. Meski saat ini masih bugar, warga Selandia Baru ini sudah mempersiapkan diri. Dia ingin dimakamkan dengan peti mati berbentuk Austin Healey antik.
Baca juga: Saya Tidak Tua, tetapi Senior
Austin Healey adalah sedan convertible yang pernah dikenal luas di Inggris pada 1950-an hingga 1970-an. Sedan dua pintu ini sekarang menjadi incaran para kolektor mobil klasik. Sejumlah situs lelang kendaraan menetapkan harga 105.000-158.250 dollar AS (Rp 1,6 miliar-Rp 2,4 miliar) untuk Austin Healey 3000 MK III tahun produksi 1965-1966.
Heyward sudah memikirkan nomor pelat untuk Austin Healey yang akan ”ditumpanginya” saat meninggal, yakni DEAD1A. ”Putri saya yang memiliki ide ini,” ujar penggila mobil itu sambil tersenyum.
Tidak sekadar meniru bentuk Austin Healey, nantinya peti mati itu juga dilengkapi lingkar kemudi, kaca depan, ban karet dengan pelek logam atau kaleng mengilap, sepatbor kayu, kap mesin, pintu samping, dan kaca spion. Seluruh rangka dicat sama persis dengan Austin Healey yang menjadi idamannya.
Heyward bahkan ingin agar peti mati model Austin Healey itu dilengkapi lampu yang menyala, artinya harus dilengkapi baterai. Tak ketinggalan gagang kayu yang akan digunakan kerabat atau sahabatnya untuk ”mengangkatnya” ke liang kubur.
Baca juga: Kursus Khusus Warga Lansia Menjamur di China
Dengan gambaran seperti itu, Heyward sudah membayangkan peti matinya akan sangat berat. ”Saya mengatakan kepada keenam cucu saya, sebaiknya mereka mulai latihan angkat beban karena suatu hari nanti mereka akan memerlukannya,” katanya sambil terkekeh.
Hal yang sama dilakukan Jim Thorne. Penggemar sepeda motor berusia 75 tahun itu memanfaatkan latar belakangnya sebagai pembuat furnitur untuk membuat peti mati. Dia menginginkan peti matinya dicat seperti lintasan balap sepeda motor. Kini, peti mati itu diletakkan di antara koleksi sepeda motornya.
Sayangnya, pada akhirnya, itu kenyataan hidup yang harus dihadapi.
Thorne menuturkan, banyak temannya ”sedikit terkejut” soal peti mati yang disimpannya dan bertanya soal hobinya membuat peti mati. ”Terlepas dari aku menyukai penampilannya, peti mati itu sumbanganku untuk hari-hari terakhirku,” katanya.
Thorne mengatakan, banyak orang yang menilai bahwa mempersiapkan kematian atau membicarakannya adalah hal yang janggal dan tabu. ”Sayangnya, pada akhirnya, itu kenyataan hidup yang harus dihadapi,” katanya.
Tidak mudah
Heyward dan Thorne adalah dua dari sekitar 800 anggota Hawke’s Bay Coffin Club di Hastings, Selandia Baru. Dari namanya, orang-orang sudah bisa menebak anggota kelompok ini rata-rata sudah lanjut usia. Akan tetapi, seperti diceritakan Heyward dan Thorne, tidak mudah berbicara soal kematian dan mempersiapkannya dengan orang-orang yang tidak muda lagi.
Menurut Thorne, salah satu cara mendiskusikan kematian adalah dengan bersenda gurau, diselingi minum teh, dan tentu saja olok-olok. Membicarakan kematian sambil menikmati secangkir teh hangat atau cokelat panas dan scones serta diselingi senda gurau adalah cara yang tepat untuk menghindari atmosfer buruk.
”Kami unik, tetapi kami bahagia. Selalu banyak candaan dalam setiap perbincangan,” kata Helen Bromley, sekretaris Hawke’s Bay Coffin Club.
Baca juga: Yang Senior, Yang Bahagia
Sebagian besar anggota klub ini warga senior. Klub menyediakan ruang untuk berbicara terbuka soal kematian dalam setiap pertemuan mingguan. ”Saya pikir semua orang di sini telah menerima bahwa mereka akan mati, baik dengan cara mendekorasi peti mati mereka sendiri maupun membantu orang lain dengan peti mati mereka,” kata Bromley.
Dia menambahkan, klub berupaya membantu anggotanya mempersiapkan segala sesuatu yang harus dihadapi menjelang meninggal. Bahkan, apabila mereka sakit dan berujung pada kematian.
Bromley menuturkan, beberapa anggota mengatakan ingin meringankan beban keluarga atau kerabatnya karena biaya pemakaman semakin tinggi. Biaya pemakaman di Selandia Baru sekitar 10.000 dollar Selandia Baru (Rp 95,683 juta). Harga peti mati separuh dari total biaya pemakaman, berkisar 1.200-4.000 dollar Selandia Baru (Rp 11 juta-Rp 38,2 juta).
Dengan membayar iuran 30 dollar Selandia Baru, setiap anggota berhak mendapatkan peti mati kayu yang sudah siap dihias. Tambahan sebesar 700 dollar Selandia Baru membuat peti mati sudah siap dicat dan dilapisi kain pada bagian dalamnya. Nominal ini jauh lebih terjangkau dibanding menggunakan jasa perusahaan swasta.
Baca juga: Milenial Jepang Hidup Pasrah
Saat jeda pertemuan, Bromley mengumumkan salah satu anggota klub yang menderita kanker tengah mendapat perawatan intensif karena terjatuh. Kakak korban meminta perkumpulan itu untuk memprioritaskan penyelesaian pembuatan peti matinya.
Tak hanya membuat peti mati, perkumpulan ini juga membuat kotak untuk menyimpan abu anggotanya yang dikremasi. Selain itu, mereka juga membuat peti mati kecil khusus untuk bayi tanpa memungut biaya sepeser pun.
Para anggota membantu merajut selimut, boneka beruang, bantal, dan hati untuk dimasukkan ke dalam peti mati bayi. ”Para bidan dan perawat di rumah sakit Hastings telah meminta kami agar tidak pernah berhenti membuat peti mati kecil untuk mereka,” kata Bromley.
Anggota komite, Christina Ellison (75), kehilangan seorang bayi perempuan pada 1968. Ia mengatakan terhibur mengetahui klub tersebut membantu keluarga lain yang berduka karena kehilangan seorang anak.
Baca juga: Lansia Bukanlah Manusia Sia-sia
”Peti mati bayi kecil ini sangat indah dan dibuat dengan sangat hati-hati. Rajutan buatan para wanita sungguh luar biasa,” katanya.
Ellison yang telah menerima manfaat kini juga tengah bersiap-siap. Dia meminta dibuatkan peti mati yang akan digunakannya untuk beristirahat abadi kelak. Peti mati bercat biru abu-abu bertuliskan ”Remember Me” di atasnya diharapkan menjadi pengingat dirinya semasa hidup. (AFP)