”Course des Cafés”, Perayaan Orang-orang Cekatan di Paris
Paris menghidupkan lagi lomba tradisional, perlombaan kafe bagi pramusaji. Lomba ini juga untuk menyambut Olimpiade.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
Menonton perlombaan lari cepat atau lari estafet mungkin sudah biasa. Namun, menonton perlombaan para pelayan kafe dan restoran berjalan cepat sambil membawa baki berisi sarapan tanpa menumpahkannya tentu sungguh berbeda sensasinya.
Kota Paris, Perancis, merayakan profesi pramusaji lewat acara khusus pada Minggu (24/3/2024). Sekitar 200 pelayan ambil bagian dalam Course des Cafés atau perlombaan kafe. Pemerintah Kota Paris menghidupkan kembali perlombaan tradisional yang berlangsung sejak 1914 itu. Perlombaan sempat terhenti pada 2011 akibat kurangnya sponsor.
Mengutip laporan The Guardian, saat pertama digelar, lomba itu bernama Course des Garçons de Cafe atau perlombaan kafe untuk pelayan pria. Kala itu, kebanyakan pelayan adalah pria. Sesuai perkembangan, lomba diperbarui dan dihidupkan lagi dengan istilah Course des Cafés sehingga berlaku untuk pria atau perempuan.
Tahun ini, otoritas air Paris, Eau de Paris, menjadi sponsor acara. Lembaga itu menyiapkan dana 100.000 euro (Rp 1,7 miliar) untuk menyediakan nampan, celemek, kopi, dan croissant. Kali ini, lomba itu juga untuk menyambut pesta olahraga Olimpiade Musim Panas pada Juli 2024. Selain itu, lomba juga digelar untuk menyoroti kurangnya staf di sektor hotel-restoran di Paris.
Stéphane Counelakis, Direktur Brasserie LIPP, mengatakan, perlombaan ini cara untuk mempromosikan profesi yang luar biasa. Pramusaji menuntut kecekatan, kesigapan, dan keramahan sekaligus.
Pada Minggu (24/3/2024), para peserta mengenakan celemek dan kemeja putih. Salah satu tangan memegang nampan bundar berisi sarapan khas Perancis, yakni croissant, kopi, dan segelas air. Aturan lombanya sederhana. Baki hanya boleh dipegang satu tangan. Peserta tidak boleh berlari. Tidak boleh ada remah atau setetes air pun yang tumpah.
Aku menyukai profesi pramusaji sama seperti aku membencinya. Itu ada di kulitku. Aku tidak bisa meninggalkannya.
Mereka menempuh jarak 2 kilometer, dari balai kota kembali ke balai kota melewati jalan-jalan di distrik bersejarah Marais. Di garis akhir, juri memeriksa nampan untuk menentukan apakah semua tiba dengan utuh.
Lomba terbuka untuk para pramusaji profesional, pramusaji magang, dan pramusaji paruh waktu. Samy Lamrous memenangi lomba kategori putra dengan catatan waktu 13 menit 30 detik. Sementara Pauline van Wymeersch menjadi pramusaji terbaik kategori putri dengan catatan waktu 14 menit 12 detik. Selain medali, pemenang juga berhak atas hadiah dua tiket pembukaan Olimpiade dan menginap satu malam di hotel mewah.
Van Wymeersch (34) mulai menjadi pelayan pada usia 16 tahun. Ia bekerja di kafe dan restoran Le Petit Pont yang menghadap Katedral Notre Dame. Ia tidak dapat membayangkan profesi lain selain menjadi pramusaji. ”Aku menyukai profesi pramusaji sama seperti aku membencinya. Itu ada di kulitku. Aku tidak bisa meninggalkannya,” katanya.
Menurut Van Wymeersch, profesi itu sulit, melelahkan, dan menuntut. Pramusaji mengharuskan dia bekerja 12 jam per hari. ”Tidak ada akhir pekan. Tidak ada libur Natal,” ucapnya.
Namun, dia merasa dibentuk dalam kehidupan dan pekerjaan dengan menjadi pramusaji. Dia terlatih oleh bos dan para pelanggan. ”Aku tumbuh dengan nampan di tanganku,” ujarnya.
Kala perlombaan berlangsung, semua kontestan tersenyum. Namun, sering kali senyum tak akan muncul saat mereka terburu-buru melayani pelanggan. Bagi sebagian negara, pelanggan atau pengunjung kafe menjadi pihak yang selalu benar. Tidak demikian halnya di Perancis. Hal itu memperkuat reputasi para pramusaji di Perancis sebagai orang yang kasar dan pemurung.
”Sikap itu dapat diartikan, dalam profesi kecil seperti ini, mereka tidak ingin diinjak-injak. Ini bukan soal kurangnya rasa hormat, melainkan pola pikir. Ini sangat khas Perancis,” tutur Thierry Petit (60), yang akan pensiun pada April setelah 40 tahun menjadi pramusaji.
Perlombaan itu pun untuk mempromosikan keunggulan layanan gaya Perancis di bistro dan kafe, sebagai bagian dari warisan budaya tak benda Paris. Selain keindahan kotanya, Paris masyhur dengan kafe dan restoran yang bertebaran di seantero kota. Para pramusajilah yang membuat kafe dan restoran itu menarik.
Wali Kota Paris Anne Hidalgo mengatakan, kafe dan restoran benar-benar jiwa kota Paris. ”Bistro tempat kami bertemu orang-orang, tempat kami minum kopi, minum minuman ringan, tempat kami juga berdebat, saling mencintai, dan berpelukan,” katanya.
Penulis lagu dan penyair Georges Brassens menyebutkan, ”Di sanalah Anda akan menemukan bunga-bunga indah dari masyarakat, tetapi juga semua orang yang sengsara, yang kurang beruntung.”
Perayaan kecekatan dan kesigapan para pramusaji itu juga mengirim pesan: pada perhelatan Olimpiade 2024, para pramusaji harus mampu melayani jutaan pengunjung yang lapar dan dahaga dengan cepat, sigap, dan baik.