Cinta Gila Para Penggemar K-pop dan Para Selebritas
Penggemar merasa menjadi berhubungan dekat dengan idola. Padahal, hal itu hanya perasaan sepihak saja. Hanya ilusi.
Karina meminta maaf karena diam-diam pacaran dengan aktor Lae Jae-wook. Catherine, Putri Wales, terpaksa mengungkap sedang menjalani kemoterapi. Semua terjadi, antara lain, karena para penggemar yang berlebihan.
Kertas berisi tulisan permohonan maaf diunggah Karina ke media sosial pada awal Maret 2024. ”Saya minta maaf sudah mengagetkan para penggemar yang selama ini mendukung saya,” tulis anggota Aespa, salah satu kelompok K-pop yang dibentuk SM Entertainment itu.
Baca juga: ”Artis Juga Manusia”, Citra yang Dibangun di Balik Keberhasilan BTS
Bagi yang bukan penggemar K-pop, tindakan Karina yang bernama asli Yu Ji Min itu membingungkan. Di sisi lain, tindakan tersebut membuka jendela ke dunia para ”penggemar garis keras” para selebritas.
Sebenarnya ironis. Mereka menyanyi lagu cinta, tetapi tidak boleh pacaran.
BBC News, Minggu (24/3/2024), menulis, sejumlah penggemar Karina membawa truk berpapan reklame ke kantor perwakilan manajemen. Mereka memprotes hubungan Karina-Lee. ”Kami mendukung masa depan Karina yang cerah, percaya pada mimpi bersama. Namun, sepertinya kita salah. Apa cinta yang diberikan para penggemarmu tidak cukup?” demikian tertulis di reklame elektronik itu.
Cedarbough Saeji, pakar Studi Korea dan Asia Timur dari Universitas Nasional Pusan, menilai, insiden Karina itu kasus klasik para penggemar yang mau mendisiplinkan para selebritas. Mereka marah karena Karina berpacaran.
Lalu, mereka juga marah karena Karina meminta maaf dengan cara yang salah. Para penggemar merasa Karina seharusnya mengunggah permintaan maafnya di forum khusus penggemar saja, bukan di media sosial. ”Bintang K-pop hampir mustahil memiliki privasi,” kata Saeji.
Baca juga: ”Jay Park” Pun Hijaukan Hutan Harapan
Kolumnis Amerika Serikat yang sering menulis tentang K-pop, Jeff Benjamin, menawarkan pandangan lain. ”Saya kira Karina memublikasikan permintaan maafnya karena dia punya tanggung jawab kepemimpinan di Aespa. Dia ingin meyakinkan penggemarnya bahwa dia akan terus bekerja keras. Sebenarnya ironis. Mereka menyanyi lagu cinta, tetapi tidak boleh pacaran,” ujarnya.
Berbeda dengan penggemar di Korsel, para penggemar Karina di luar Korsel malah marah karena Karina sampai harus minta maaf. ”Dia tidak pantas diperlakukan seperti itu,” tulis salah satu komentar di X.
”Karina minta maaf hanya karena menyukai seseorang. Ini sudah gila,” tulis komentar yang lain. Bagi penggemar internasional, apa yang dilakukan para penggemar di Korsel justru mempermalukan Korsel.
Ilusi hubungan
Menurut kolumnis Korea Selatan, Jeong Deok-hyeon, kasus Karina terjadi karena para penggemar merasa ditolak. Penggemar K-pop sering merasa dalam hubungan parasosial dengan idolanya.
Baca juga: Standar Pencitraan K-pop Selangit, Kisah Pribadi Bisa Celakakan Karier Artisnya
Hubungan itu merupakan kondisi psikologis orang yang merasa idolanya sebagai teman atau kadang lebih dekat lagi. Penggemar merasa menjadi berhubungan dekat dengan idola. Padahal, hal itu hanya perasaan sepihak saja. Hanya ilusi. Keintiman palsu.
Orang yang mengalami parasosial rela menghabiskan uang, waktu, sampai emosi untuk idolanya. Padahal, orang yang diidolakan belum tentu tahu dengan orang yang mengidolakan.
Para penggemar K-pop, antara lain, melakukan itu lewat perayaan ulang tahun idolanya. Pesta dibuat meriah, kadang menyewa kedai khusus. Hanya satu yang tidak ada: orang yang berulang tahun.
Dalam konteks musik, penggemar merasa sudah ikut memperjuangkan karier dan berjasa dalam hidup selebritas. Mereka bisa memutar musik idolanya sepanjang waktu demi meningkatkan peringkatnya di tangga lagu. Ketika tidur pun mereka tetap membiarkan lagunya mengalun tanpa suara.
Baca juga: BTS Wajib Militer, Korsel Kehilangan Potensi Cuan Rp 45,7 Triliun
Mereka juga mengatur sesi pemungutan suara massal selama musim penghargaan. Bahkan, kadang mereka mensponsori iklan papan reklame digital di tempat-tempat yang ramai orang, seperti di Times Square, New York.
”Penggemar bekerja keras untuk memastikan kesuksesan grup atau selebritas. Mereka menganggap idolanya sebagai sebuah produk. Jika ingin melihat produknya tetap sukses untuk waktu lama, para artis, penggemar, dan manajemen harus bekerja keras bersama-sama,” kata Jeong.
Kerja keras, antara lain, dilakukan ARMY, kelompok penggemar BTS. Ada jutaan orang di berbagai negara jadi anggota ARMY. Mereka, antara lain, membuat berbagai kegiatan amal atas nama BTS. ARMY itu juga mengoperasikan akun di media sosial X yang menerjemahkan semua konten terkait BTS. Mulai dari lirik lagu hingga unggahan media sosial para anggota.
Jeong khawatir ada peningkatan keinginan para penggemar untuk mendapatkan semacam kompensasi atas ”investasi” mereka. Hal ini akan berkontribusi pada permintaan penggemar yang terkadang mendekati ancaman. Namun, ini bukan kesalahan penggemar semata.
Baca juga: Nasib BTS Ditinggal Semua Anggota untuk Wajib Militer
Industri hiburan ikut mendorong penggemar untuk mengekspresikan gairah dukungan ke idola mereka. Industri mendorong penggemar membeli berbagai hal terkait idolanya. Perilaku konsumtif itu menguntungkan. Manajemen memanfaatkan ”keintiman palsu” dan hubungan ilusi untuk meraup untung.
Karier rapuh
Banyak cara dilakukan untuk memfasilitasi kepalsuan itu. Selebritas dilarang berkencan atau sekadar memiliki ponsel pribadi. Agensi juga membuat aplikasi interaksi dunia maya untuk artis binaan mereka. Unggahan di aplikasi itu memberikan gambaran sekilas tentang kehidupan sehari-hari idola kepada penggemar.
Pada aplikasi yang dipakai SM, perusahaan yang membentuk banyak grup K-pop, terkesan penggemar bisa mendapat pesan dari idolanya. Bahkan, ada pesan berisi tawaran telekonferensi video. Padahal, pesan dikirimkan sekali ke ribuan orang dalam kanal aplikasi tersebut.
Jeff Benjamin mengatakan, beberapa idola mungkin merasa ”berkewajiban untuk membuat penggemarnya bahagia”. Sebab, karier selebritas K-pop rata-rata hanya lima tahun. Dalam periode singkat itu, meski diikuti kerja keras, kehidupan mewah menjadi bagian keseharian bintang K-pop.
Baca juga: K-pop Populer, Bahasa Korea Jadi Banyak Dipelajari Orang Asing
Menurut Allied Market Research, pasar acara K-pop global bernilai 8,1 miliar dollar AS pada 2021 dan diproyeksikan mencapai 20 miliar dollar AS pada 2031. Album K-pop meraup rekor 243,8 juta dollar AS di luar negeri dari Januari hingga Oktober 2023. Jepang, AS, dan China merupakan tiga pembeli teratas.
Kebencian
Masalahnya, memiliki banyak penggemar atau pengikut tidak selalu menyenangkan. Hannah Milton (21) yang memiliki 1,6 juta pengikut merasakan itu. Ia rutin mengunggah video sedang menari atau melawak ke media sosial.
Baca juga: SMTown Live 2023 Setelah 11 Tahun
Mahasiswa pemasaran digital di Universitas Cardiff yang menjadi pembuat konten di medsos itu memiliki banyak penggemar sekaligus pembenci. ”Ketika video saya jadi viral, di saat itulah juga banyak orang melakukan trolling,” ujarnya.
Troll merupakan bahasa gaul internet untuk seseorang yang dengan sengaja mencoba memicu konflik, permusuhan, atau pertengkaran dalam komunitas sosial daring. Milton mengaku, anak muda tidak selalu siap menghadapi ketenaran di media sosial.
Beruntung, ibunya selalu membantu dia menghadapi pembuat onar daring tersebut. Orang menganggap membuat materi unggahan media sosial hal mudah. Faktanya, Milton menguras tenaga untuk itu. Ia lebih kelelahan lagi jika menghadapi penyebar kebencian.
Pembuat konten sekaligus manajer Milton, Abi Butcher, mengaku pemengaruh atau selebritas sering menjadi sorotan publik. Orang akan selalu mengawasi sehingga banyak tekanan yang menyertai.
Baca juga: Paparan Media Sosial Memengaruhi Sinisme Politik
Kesuksesan di usia muda dapat membuat pemengaruh mudah dieksploitasi. Untuk itu, dia menyarankan pemengaruh untuk berhenti membuat konten saja kalau sudah mulai merasa kondisi mentalnya terganggu.
Contoh ekstrem dari perilaku penggemar atau pengikut bisa dilihat dari kasus yang dialami Catherine, Putri Wales. Ketidakjelasan keberadaan Catherine atau Kate Middleton (42) membuat teori-teori konspirasi menjadi liar. Kate dikabarkan sakit hati karena ditinggal selingkuh suaminya, Pangeran Williams.
Kate juga diisukan sakit keras, koma, bahkan sudah meninggal. Hanya saja, menurut sebagian orang, informasi itu tidak disiarkan. Pengakuan Kate yang muncul kemudian dalam rekaman video tidak juga meredam asumsi-asumsi liar itu.
Dalam rekaman videonya, Kate mengaku mengidap kanker dan sedang menjalani kemoterapi preventif. Kate butuh waktu untuk memulihkan diri bersama keluarga. Namun, pengakuan itu juga ternyata tidak cukup.
Baca juga: Konspirasi Soal Kate Middleton hingga UFO Banjiri Tiktok
Rekaman video Kate itu dianggap manipulasi digital belaka. Ini hanya karena alasan tidak ada apa pun di latar belakang Kate yang bergerak, seperti daun atau sehelai rumput pun.
Ada juga yang mempertanyakan gerakan wajahnya dan berspekulasi mengapa lesung pipitnya tidak terlihat. ”Para penganut teori konspirasi adalah orang-orang kejam yang memasarkan ketakutan dan informasi yang salah,” kata pakar misinformasi dari Universitas Alberta, Kanada, Timothy Caulfield.
Guru besar psikologi sosial di Universitas Kent, Karen Douglas, menjelaskan, orang tidak memercayai apa yang mereka lihat dan baca. ”Saat benih keraguan sudah disebarkan, orang-orang kehilangan kepercayaan. Di sini teori konspirasi lalu menjadi sangat menarik,” ujarnya.
Bahkan, penggemar yang sangat mencintai idolanya pun bisa mudah termakan teori konspirasi itu jika tidak mendapatkan kejelasan. Barangkali itu semua karena penggemar itu merasa benci, tetapi rindu dengan idolanya. (AFP)