AS Kirim Senjata Strategis ke Pangkalan di Indo-Pasifik
AS mulai mengirimkan sistem persenjataan jarak menengah ke Indo-Pasifik. Jepang dan Guam menyusul.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
MANILA, SELASA — Pentagon mulai mengirimkan sejumlah persenjataan strategis ke berbagai pangkalan militernya yang ada di kawasan Indo Pasifik, termasuk ke Filipina. Pengiriman dilakukan berselang beberapa hari setelah AS menandatangani perjanjian keamanan trilateral dengan Filipina dan Jepang.
Dalam keterangannya yang dikeluarkan Senin (15/4/2024), Angkatan Darat AS menyebut mereka mengirimkan peluncur rudal jarak menengah Typhon ke Luzon utara, Filipina, yang akan digunakan dalam latihan militer gabungan Salaknib 2024.
“Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Satuan Tugas Multi-Domain ke-1 mengerahkan sistem rudal Kemampuan Jarak Menengah (MRC) ke Luzon Utara, Filipina sebagai bagian dari Latihan Salaknib 24,” kata Angkatan Darat AS dalam pernyataannya, dikutip dari Japan Times. Pengiriman sistem persenjataan itu, menurut AD AS, penting untuk meningkatkan interoperabilitas, kesiapan, dan kemampuan pertahanan, berkoordinasi dengan Angkatan Bersenjata Filipina.
Mengutip laman Navalnews, sistem persenjataan Typhon mampu mendukung peluncuran rudal jelajah Tomahawk dan SM-6. Sistem ini dikirimkan bersama pusat komando dan kendaraan logistik lainnya dari Pangkalan Gabungan Lewis-McChord di negara bagian Washington dengan menggunakan pesawat pengangkut C-17 Globemaster milik Angkatan Udara AS.
Bila Tomahawk lebih difungsikan sebagai penyerang, rudal SM-6 dipandang sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi persenjataan hipersonik. Rudal Tomahawk sendiri memiliki daya jangkau hingga 1600 kilometer. Penempatan di wilayah Luzon utara akan membuat daya jangkau rudal ini bisa mencapai sebagian area pantai China dan sejumlah pangkalan militer Negeri Tirai Bambu itu di wilayah Laut China Selatan, yang selama ini menjadi hotspot kapal-kapal penjaga pantai China dan Filipina.
Sebelum akhirnya dikirim ke Filipina, Angkatan Darat AS sering kali menyebut bahwa Jepang berpotensi menjadi tuan rumah sistem persenjataan tersebut. Walau akan mendapat reaksi negatif dari warga Jepang karena potensi negara itu menjadi target serangan sistem persenjataan China, menurut beberapa pejabat AS, penempatan sementara masih terbuka lebar.
Selain Jepang, Guam juga berpotensi menjadi tuan rumah sistem persenjataan ini. Guam, yang terletak sekitar 2400-an kilometer timur Filipina adalah salah satu lokasi pangkalan militer gabungan AS di wilayah Pasifik. Bila langkah ini jadi dilakukan, penempatan sistem persenjataan strategis tersebut akan menjadi yang pertama sejak Perang Dingin, bersaing dengan rencana perluasan pengaruh China dan pangkalan militernya di wilayah Pasifik.
Informasi mengenai pengiriman sistem persenjataan strategis, termasuk di dalamnya adalah rudal jarak menengah ke wilayah Indo Pasifik dikritik oleh China. Dalam pandangan China langkah ini akan mendorong konsekuensi yang berbahaya. Beijing menjanjikan respons yang kuat atas tindakan tersebut.
“China dengan tegas menentang hal ini dan akan mengambil tindakan balasan yang tegas. “Kami mendesak Amerika Serikat untuk benar-benar menghormati kekhawatiran keamanan negara-negara lain dan berhenti merusak perdamaian dan stabilitas regional,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan China Wu Qian, Jumat pekan lalu.
Walau memiliki hubungan ekonomi yang baik dengan China, dalam hal teritorial, Filipina memiliki catatan buruk atas perilaku Beijing. Berulang kali kapal nelayan dan kapal Angkatan Laut Filipina diganggu oleh kapal Penjaga Pantai China di Laut Filipina Barat. Bahkan, bentrokan tidak terhindarkan meski tidak sampai menggunakan senjata dan peluru tajam. Atas dasar kebebasan bernavigasi di wilayah laut internasional, AS melobi Filipina untuk mendapatkan tambahan akses untuk menempatkan personel dan peralatan militernya di Filipina.
Pada Februari 2023, Washington dan Manila mengumumkan kesepakatan penambahan empat pangkalan militer AS yang baru di Filipina. Tambahan lima pangkalan baru menjadikan militer AS memiliki total sembilan pangkalan militer di Filipina.
Tak hanya melakukan kerja sama keamanan dengan AS, Juli tahun lalu Panglima Angkatan Darat Filipina Romeo Brawner mengumumkan rencana Manila untuk mengakuisisi sistem pertahanan HIMARS. Tak hanya akan mengakuisisi HIMARS dari AS, Filipina juga berencana membeli rudal jarak menengah buatan India, BrahMos.
Collin Koh, peneliti pertahanan S Rajaratnam School of International Studies Singapura mengatakan, Filipina membutuhkan pembaruan dalam sistem pertahanan mereka berkaca pada pengalaman Ukraina. “Kemampuan militer Filipina dalam banyak hal dianggap kecil. Memiliki sistem persenjataan terbaru seperti HIMARS bisa menaikkan posisi tawar Filipina dan menutup kelemahan yang selama ini ada,” kata Koh, dikutip dari laman Navalnews.
Tak Ada Penambahan Pangkalan Militer
Pengiriman sistem persenjataan strategis tidak membuat Filipina memberikan akses lebih pada militer AS untuk menggunakan wilayahnya sebagai pangkalan militernya. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr., Senin (15/4/2024) mengatakan, pemerintahannya tidak akan memberikan tambahan wilayah untuk digunakan sebagai pangkalan militer pascapenandatanganan kerja sama trilateral dengan AS dan Jepang.
"Jawabannya adalah tidak. Filipina tidak mempunyai rencana untuk membuka atau membangun lebih banyak pangkalan EDCA," kata Marcos.
EDCA atau Enhanced Defense Cooperation Agreement 2014, kesepakatan kerja sama pertahanan Filipina dan AS, memberi akses pada militer Negeri Paman Sam itu ke berbagai pangkalan militer Filipina. EDCA memberi keleluasaan bagi militer AS untuk menempatkan peralatan militernya hingga pembangunan fasilitas yang ada di pangkalan militer, seperti landasan pacu, penyimpanan bahan bakar, dan perumahan militer. EDCA melengkapi Perjanjian Pertahanan Bersama atau Mutual Defense Treaty tahun 1951 dan Perjanjian Kunjungan Pasukan atau Visiting Forces Agreement tahun 1999.
Total, AS memiliki sembilan lokasi untuk menempatkan personel dan perlengkapan militernya di Filipina berdasarkan EDCA.
Sejumlah pejabat tinggi pemerintah AS menyebut, di bawah klausul EDCA, serangan terhadap kapal umum (milik masyarakat atau entitas bisnis Filipina), pesawat terbang, angkatan bersenjata, termasuk penjaga pantai Filipina akan mengaktifkan jaminan perlindungan AS pada negara tersebut. Akan tetapi, menurut Marcos, perjanjian tersebut akan berlaku bila ada kekuatan asing yang melakukan tindakan penghilangan nyawa tentara atau anggota korps militer Filipina. (AFP/Reuters)