Kolaborasi Masyarakat Perkuat Fondasi Hubungan Indonesia Australia
Sebagai negara tetangga, Indonesia adalah takdir Australia dan sebaliknya. Kolaborasi di tingkat warga sangat penting.
Kolaborasi seni antara seniman Indonesia dan Australia menandai hubungan diplomatik Indonesia-Australia yang tahun ini memasuki 75 tahun. Kolaborasi antar warga dua negara ini dinilai penting sebagai fondasi untuk mempererat hubungan diplomati dua negara.
Kolaborasi berbentuk mural itu diberi judul “Together” yang artinya bersama. Karya ini hasil kolaborasi TuTu Erlangga asal Indonesia dan George Rose asal Australia. Sebelum menghasilkan karya itu, dua seniman tersebut mengatakan belum pernah bertemu.
Mereka hanya saling tahu dari media sosial masing-masing yang menampilkan karya-karya mereka. “Saat ada informasi ini, saya menghubungi dia dan mulai membuat karya untuk merespon 75 tahun Indonesia-Australia,” kata Rose saat peresmian mural itu di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Karya yang terlukis di salah satu dinding Taman Ismail Marzuki itu merupakan respon dua seniman tersebut untuk melukiskan hubungan Australia – Indonesia selama 75 tahun ini.
Baca juga: Australia Luncurkan Investasi Rp 20,4 Triliun di Asia Tenggara
Rose menggambar bunga-bunga dari Nusantara, yaitu anggrek bulan putih yang juga bunga nasional Indonesia berpadu dengan melati dan raflesia arnoldi. Bunga-bunga Nusantara itu bersanding dengan bunga wattle emas yang merupakan bunga nasional Australia
Simbol-simbol botani nasional ini, kata Rose, adalah simbol keberagaman. Wattle emas yang juga simbol persatuan saling terkait dengan bunga-bunga dari Indonesia yang mencerminkan hubungan erat dua negara.
Karya Rose dilingkupi karya TuTu berupa lengkungan yang menyerupai jendela yang mengarah ke karya Rose. Susunan ini mencerminkan peran Kedutaan Besar Australia yang berfungsi sebagai jendela ke Australia dari Jakarta.
Di luar lengkungan, TuTu menggunakan bentuk-bentuk abstrak dan dua figur yang juga melambangkan kolaborasi antara Indonesia dan Australia. “Satu figur memegang tali yang melambangkan ikatan hubungan, sementara figur lainnya memegang buku, simbol pengetahuan dan pertukaran budaya,” kata seniman asal Jakarta yang berangkat dari pelukis jalanan itu.
Baca juga: Australia Dukung Pembelajaran Bahasa dan Budaya Indonesia
Sebagai cerminan terhadap teknologi, mural itu juga telah menggunakan teknologi augmentasi. Dengan teknologi ini, bunga-bunga dua dimensi itu seolah menjadi tiga dimensi, lalu tumbuh keluar dari dinding sehingga seolah-olah dapat disentuh. Teknologi augmentasi ini bisa dicoba dengan menggunakan ponsel dan filter yang disediakan di akun Instagram Kedutaan Besar Australia.
Karya itu diresmikan oleh Duta Besar Australia untuk Indonesia Penny Williams dan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Indonesia, Abdul Kadir Jailani bersamaan dengan peluncuran logo 75 tahun Indonesia-Australia.
Hubungan ekonomi, politik, dan bisnis itu penting. Namun yang terperting adalah hubungan saling paham antar masyarakatnya dulu.
Peluncuran karya kolaborasi itu juga secara resmi mengawali rangkaian kegiatan peringatan 75 tahun Indonesia-Australia di Jakarta yang rencananya akan diisi festival film, pertunjukan Melbourne Symphony Orchestra, dan kuliner Australia.
"Tahun ini menandai perayaan 75 tahun hubungan diplomatik antara Australia dan Indonesia. Perayaan ini bukan hanya tonggak sejarah dalam hubungan diplomatik kita, ini juga saat bagi semua warga Australia dan Indonesia berkumpul untuk merefleksikan hubungan kita bersama dan merayakan kemitraan kita," kata Williams.
Black Armada
Williams mengatakan, kolaborasi antar-warga dari dua negara merupakan hal paling mendasar dalam membina hubungan diplomatik dua negara. “Hubungan ekonomi, politik, dan bisnis itu penting. Namun yang terpenting adalah hubungan saling memahami antar masyarakatnya dulu,” katanya dalam bahasa Indonesia yang fasih.
Rasa dekat masyarakat Australia dengan Indonesia sebenarnya sudah tumbuh sejak dulu. Hal ini terlihat dari kisah Black Armada. Black Armada adalah aksi boikot oleh para pekerja dermaga Australia terhadap seluruh kapal-kapal Belanda yang ada di pelabuhan-pelabuhan Australia pada sekitar tahun 1945. Aksi ini merupakan dukungan warga Australia terhadap kemerdekaan Indonesia.
Di Tahun 1945, kata Williams, banyak orang Australia mendukung kemerdekaan Indonesia itu. “Saat itu, para pekerja dermaga Australia memboikot total armada Belanda yang membawa pasukan dan persenjataan ke Indonesia. Mereka disebut Black Armada,” katanya.
Baca juga: Australia Tawarkan Beasiswa Studi Singkat Industri Kreatif dan Budaya
Kedekatan dengan Indonesia juga ia rasakan secara personal. Williams menceritakan, saat kelas 2 SMA dia sempat tinggal dan sekolah di Indonesia dalam program pertukaran pelajar.
Selama setahun, ia tinggal dengan keluarga Indonesia di Jakarta, tak jauh dari Taman Ismail Marzuki. Sejak saat itu, ia mulai memahami dan menghormati budaya Indonesia. Ia lalu berniat mempelajari Indonesia dengan mengambil kuliah bahasa Indonesia.
“Mural ini bukan hanya menceritakan hubungan Indonesia Australia, tapi juga hubungan masyarakatnya, cerita saya yang sekolah di sini, cerita soal Black Armada, itu cerita masyarakat kita,” katanya.
Baca juga: Kerja Aman di Luar Negeri untuk Anak Muda, Mungkinkah?
Selama 75 tahun, kerjasama Indonesia dengan Australia terus berkembang. Saat ini, dengan kuota 4.612 di tahun 2023, Indonesia merupaka negara yang memperoleh kuota terbesar untuk memperoleh visa bekerja dan berlibur (WHV) di Australia. Sementara itu, Singapura memperoleh kuota 2.500 orang, Brazil 3.400 orang dan Malaysia 1.100 orang.
Di bidang pendidikan, terdapat lebih dari 300 kemitraan lembaga pendidikan tinggi Australia dan Indonesia pada 2016, beberapa diantaranya sudah berlangsung lebih dari 20 tahun. Beberapa kemitraan itu antara lain program kuliah gabungan, pertukaran staf dan mahasiswa, kesepakatan alih kredit, riset kolaboratif, dan penerbitan bersama.
Baca juga: Australia Jajaki Kerja Sama dengan Indonesia untuk Ekosistem Kendaraan Listrik
Karena kedekatan lokasi, Jailani mengatakan Indonesia dan Australia tak punya pilihan lain selain berkolaborasi. Selama ini, telah banyak peningkatan kerjasama di bidang perdagangan, investasi, wisata, pendidikan, dan seni budaya.
“Inilah yang ingin kita capai dari Kemitraan strategis dan komperehensif dua negara, seperti yang sudah disepakati tahun 2018. Namun ke depan masih banyak yang bisa dieksplorasi,” katanya.
Untuk maju bersama, kerjasama dan kolaborasi dua negara itu tak bisa dihindarkan. Sebab, sebagai negara bertetangga, Indonesia ada di dalam takdir Australia, begitu juga sebaliknya.