Ledakan Turisme: Turis Bahagia, Warga Menderita
Protes warga Spanyol terhadap turisme berlebihan memuncak. Stiker pun ditempel di dinding hotel: ”Turis, pulanglah!”
Kedamaian di Kepulauan Canary, Spanyol, terusik pada Sabtu (13/4/2024). Para pengunjuk rasa bergerak, memprotes turisme berlebihan yang membuat warga setempat merasa dirugikan. Hunian makin tak terjangkau, cadangan air bersih terancam, dan kebisingan sangat mengganggu ketenteraman.
Sudah sepekan ini beberapa warga lokal mogok makan. Mereka tergabung dalam gerakan Canaries Sold Out yang bertekad akan terus mogok makan sampai tuntutan mereka terpenuhi. Mereka menuntut penghentian pembangunan dua hotel baru di Tenerife, pulau terbesar dan paling berkembang di Kepulauan Canary.
Kepulauan Canary merupakan gugusan tujuh pulau di lepas pantai barat Laut Afrika yang berada di wilayah Spanyol. Dengan lanskap vulkanik dan sinar matahari sepanjang tahun, kepulauan itu menarik kunjungan jutaan turis dari seluruh dunia.
Baca juga: Bali, Wisata dan Simalakama
Pengunjuk rasa juga menuntut agar masyarakat setempat diberi lebih banyak ruang bersuara dalam menentukan pembangunan. Mereka menyebut pembangunan di Kepulauan Canary tidak terkendali dan merusak lingkungan. ”Pulau-pulau kami adalah harta karun yang harus dipertahankan,” kata kelompok tersebut dalam jumpa pers, Rabu (17/4/2024).
Praktik turisme berlebihan (overturism) di Kepulauan Canary membuat keindahan pulau itu bagaikan pedang bermata dua bagi warga lokal. Di satu sisi, turisme menggerakkan roda perekonomian, di sisi lain turisme yang tak terkendali mengganggu kehidupan.
Pulau-pulau kami adalah harta karun yang harus dipertahankan.
Pada 2023, Kepulauan Canary menerima 16 juta pengunjung. Jumlah ini tujuh kali lipat lebih banyak dari populasinya yang hanya sekitar 2,2 juta orang.
Victor Martin, juru bicara Canaries Sold Out, menyebutnya sebagai ”model pertumbuhan bunuh diri”. Tingginya jumlah turis akan mengakibatkan pertumbuhan tak berkelanjutan mengingat sumber daya alam yang terbatas.
Tak hanya di Kepulauan Canary. Gerakan antipariwisata serupa juga bermunculan di pusat-pusat turisme lain di Spanyol. Di pelabuhan selatan Malaga di Costa del Sol, misalnya, protes muncul dalam bentuk stiker tak ramah turis. Stiker-stiker itu ditempel di dinding-dinding hotel, kafe, atau tempat akomodasi turis lainnya.
Bunyinya antara lain ”Ini dulu rumahku” dan ”Turis, pulanglah”. Padahal, Costa del Sol merupakan rintisan awal pariwisata model soy y playa atau matahari dan pantai di Spanyol. Kota pelabuhan ini sudah menjadi tuan rumah jutaan turis sejak puluhan tahun lalu.
Baca juga: Turis Asing, Digital Nomaden, dan Pajak
Di Barcelona dan Kepulauan Balearic, para aktivis antipariwisata menempuh cara unik. Mereka memasang peringatan-peringatan palsu di pantai-pantai populer di sana.
Peringatan-peringatan palsu berbahasa Inggris itu di antaranya berbunyi ”awas batu jatuh” atau ”awas ubur-ubur berbahaya”. Tentu saja maksudnya agar turis takut atau setidaknya tak nyaman.
Istilah overtourism atau turisme berlebihan, menurut artikel di laman Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO), merefleksikan tantangan mengelola aliran turisme yang tumbuh serta dampak turisme terhadap kota dan warganya. Istilah tersebut semakin marak dan muncul di banyak tempat di seluruh dunia.
Pada 2019, kemarahan akibat ledakan pertumbuhan pariwisata begitu tinggi. UNWTO sampai-sampai mengeluarkan seruan agar ”pertumbuhan semacam itu dikelola secara bertanggung jawab sehingga mendatangkan keuntungan terbaik bagi masyarakat”.
Laman Forum Ekonomi Dunia menyebut, turisme berlebihan itu tampak nyata di kota semacam Barcelona hingga memunculkan sentimen antiturisme. Frustrasi serupa muncul di kota-kota terkenal lainnya, seperti Amsterdam, Venesia, London, Kyoto, dan Dubrovnik. Lokasi seperti Hawaii dan Yunani, pantai-pantai di Spanyol, taman-taman nasional di Amerika Serikat dan Afrika, juga tempat-tempat yang jarang dieksplorasi sebelumnya pun mengalami ledakan turisme.
CNN merilis laporan pada 2023 yang berisi tempat-tempat tujuan wisata terburuk akibat turisme berlebihan. Di antaranya ada Amsterdam (Belanda), Athena (Yunani), Bali (Indonesia), Barcelona (Spanyol), Miami (AS), Paris (Perancis), dan Phuket (Thailand).
Derita warga
Warga lokal sudah lelah dengan turisme yang tak terkendali di Spanyol. Biaya hunian makin mahal karena banyaknya tempat yang disewakan atau dijual untuk turisme. Mereka juga mengeluhkan kebisingan dari polusi suara dan kerusakan lingkungan, terutama cadangan air.
Di puncak musim kering di wilayah timur laut Catalonia, Februari lalu, warga marah kepada hotel-hotel di Costa Brava. Turisme dinilai menghabiskan cadangan air bersih yang semakin terbatas. Pemerintah setempat sampai mengumumkan darurat kekeringan.
Baca juga: Turis Dibidik, Dollar Dikejar
Gerakan protes terhadap ledakan turisme sebenarnya sudah muncul sejak lama di Spanyol. Di Barcelona, protes bahkan sudah muncul sejak sebelum pandemi Covid-19 pada 2020. Pandemi Covid-19 sempat membuat industri perjalanan global terpuruk.
Tahun ini, sektor pariwisata kembali bangkit. Spanyol menjadi negara dengan tingkat kunjungan tertinggi kedua di dunia. Tahun lalu, Spanyol menerima 85,1 juta pengunjung asing. Jumlah tersebut merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan sebelumnya.
Sektor pariwisata Spanyol pada 2024 diperkirakan mencapai pendapatan tertinggi sepanjang sejarah sebesar 202,65 miliar euro. Dengan sumbangan 12,8 persen, sektor pariwisata merupakan salah satu sumber ekonomi negara itu.
Pemerintah dan pihak berwenang pun mencoba mencari keseimbangan antara kepentingan penduduk setempat dan sektor turisme yang sangat menguntungkan secara ekonomi itu.
”Perhatian kami adalah terus mengembangkan pariwisata di Spanyol sehingga berkelanjutan dan tidak menimbulkan dampak sosial,” kata Wakil Presiden Asosiasi Pariwisata Exceltur Jose Luis Zoreda.
Beberapa kota di Spanyol telah berusaha membatasi turisme. Kota tepi pantai utara San Sebastian, misalnya, bulan lalu mulai membatasi jumlah rombongan wisatawan di pusat kota menjadi 25 orang. Pemerintah kota juga melarang penggunaan pengeras suara selama tur berpemandu.
Seville, kota di bagian selatan, juga tengah mempertimbangkan biaya masuk bagi turis yang ingin berkunjung ke Plaza de Espana, salah satu pusat turis. Barcelona telah menghapus rute bus yang populer di kalangan wisatawan dari Google Maps. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberi banyak ruang bagi penduduk setempat.
Menteri Perumahan Spanyol Isabel Rodriguez mengatakan, tindakan perlu diambil untuk membatasi jumlah apartemen dan hunian wisata. Namun, ia juga menekankan bahwa pemerintah sadar akan pentingnya sektor pariwisata bagi ekonomi mereka. (AFP)