Hamas Siap Akui Israel dan Letakkan Senjata
Dengan menerima perbatasan 1967, secara tidak langsung Al Hayya menerima keberadaaan Israel.
ISTANBUL, KAMIS — Hamas siap meletakkan senjata bila kemerdekaan Palestina terwujud dengan wilayah sesuai perbatasan 1967. Sikap bersejarah itu bisa menjadi terobosan atas konflik Israel-Palestina.
Anggota Biro Politik Militer Hamas, Khalil al-Hayya, menyampaikan itu di Istanbul, Turki, pada Rabu (24/4/2024). Hasil wawancara itu disiarkan Associated Press pada Kamis siang.
”Pengalaman semua orang-orang yang melawan penjajah ketika mereka merdeka dan memperoleh hak-hak dan negaranya, apa yang dilakukan kekuatan-kekuatan ini? Mereka berubah menjadi partai politik dan kekuatan tempur yang mereka bela berubah menjadi tentara nasional,” tutur anggota tim perunding Hamas itu.
Baca juga: Israel-Hamas Terus Gagal Bersepakat, Kekhawatiran Serangan Darat Meningkat
Hamas siap membubarkan sayap militernya bila Palestina merdeka dan berdaulat penuh di Tepi Barat dan Gaza. Wilayah Gaza dan Tepi Barat ditentukan berdasarkan perbatasan 1967. Wilayah yang diterima Hamas sebagai Palestina merdeka bukan pembagian hasil Kesepakatan Oslo.
Pembubaran juga akan dilakukan jika seluruh pengungsi Palestina sejak 1948 diizinkan kembali. Tuntutan itu dinilai selaras dengan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan konsensus internasional lainnya.
Memang, Al Hayya tidak menjelaskan apakah Hamas akan berhenti berusaha menghancurkan Israel. Hal yang jelas, pernyataannya amat bersejarah.
Selama ini Hamas menolak mengakui keberadaan Israel dengan cara apa pun. Dengan menerima perbatasan 1967, secara tidak langsung Al Hayya menerima keberadaan Israel. Sebab, meski wilayahnya berbeda dengan saat ini, Israel sudah ada pada 1967.
Baca juga: Aparat AS Tangkap Mahasiswa Penentang Perang Gaza
Permintaan Al Hayya sebenarnya selaras dengan Solusi Dua Negara yang diakui berbagai negara. Indonesia dan berbagai negara mendorong solusi dua negara sebagai cara penyelesaian konflik Palestina dan Israel. Solusi itu harus berdasarkan wilayah pada 1967, bukan sebelum atau sesudahnya.
Palestina merdeka menurut Indonesia dan berbagai negara juga bukan berdasarkan Kesepakatan Oslo. Sebab, kesepakatan itu memberikan lebih sedikit wilayah pada Palestina. Bahkan, kesepakatan itu memberikan Israel kendali lebih banyak atas Tepi Barat.
Masalahnya, Israel saat ini menolak mengakui kemerdekaan Palestina dengan cara apa pun. Dalam berbagai kesempatan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan akan berusaha sekuat tenaga mencegah negara Palestina terbentuk.
Netanyahu dan banyak orang Israel juga menolak gagasan pengungsi Palestina selepas perang 1948 kembali ke kampung asalnya. Sebab, kini banyak rumah dan lahan pengungsi itu dijarah para pendatang yang dijadikan warga Israel.
Baca juga: Hari Ke-200 Perang Israel-Hamas, Serangan Kedua Kubu Makin Intensif
Bahkan, Netanyahu dan para pendukungnya menyatakan Israel akan kembali menduduki Gaza selepas perang saat ini berakhir. Amerika Serikat dan berbagai negara menolak hasrat pendudukan ulang itu.
Di sisi lain, bolak-balik berubah sikapnya soal kemerdekaan Palestina. Di masa Donald Trump, AS praktis mendukung sikap Netanyahu.
Di masa Joe Biden, AS berkilah kemerdekaan Palestina harus dirundingkan dengan Israel. Alasan itu dipakai AS kala menolak menerima Palestina sebagai anggota penuh PBB. Kini, Palestina berstatus sebagai pemantau di PBB.
Pemerintah persatuan
Hamas, menurut Al Hayya, tidak hanya siap meletakkan senjata. Hamas juga siap membentuk pemerintahan persatuan Palestina bersama Fatah. Selama bertahun-tahun, Hamas dan Fatah bersaing. Berbagai faksi Palestina juga bersaing satu sama lain.
Baca juga: Semakin Banyak Mahasiswa Universitas Elite Amerika Serikat Dukung Palestina
Al Hayya mengatakan, Hamas siap bergabung dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Sudah puluhan tahun Fatah jadi kelompok pengendali utama PLO.
Selama ini, persaingan faksi-faksi di Palestina jadi salah satu perintang penyelesaian konflik Palestina. Sejauh ini, hanya Fatah bersedia menerima Solusi Dua Negara. Kini, lewat pernyataan Al Hayya, Hamas juga secara tidak langsung menerima solusi itu.
Soal pemerintahan persatuan, Al Hayya bukan pejabat pertama Hamas yang menyinggungnya. Dalam perundingan pertukaran sandera, Osama Hamdan yang merupakan petinggi Hamas di Gaza, antara lain, meminta pembebasan Marwan Barghouti. Padahal, Barghouti merupakan komandan militer Fatah. Bukan kali ini saja, Hamas telah meminta pembebasan Barghouti sejak 2011.
Sampai sekarang, Israel menolak membebaskan Barghouti dan sejumlah tokoh senior Palestina. Perundingan pertukaran tahanan terus berlangsung antara Hamas dan Israel dengan mediasi Qatar, Mesir, dan AS.
Baca juga: Kepala Intelijen Israel Mundur atas Kegagalan Deteksi Serangan Hamas
Ia menyangkal tudingan Hamas tidak serius mencari solusi atas perang yang kembali meletus sejak Oktober 2023. Soal pembebasan sandera, menurut Al Hayya, masalahnya adalah Hamas tidak tahu berapa yang masih hidup di Gaza. Soal itu, Hamas sudah menjelaskannya kepada penengah ataupun Israel.
Masalah lain, Israel menolak merundingkan pembebasan sandera dengan penarikan total pasukan dari Gaza. ”Kalau kami tidak dapat jaminan perang akan berakhir, mengapa harus membebaskan tahanan?” katanya.
Ia menegaskan, Hamas menolak segala bentuk pendudukan dan pasukan asing di Gaza. Pasukan Israel atau negara lain di Gaza akan diserang Hamas.
Ia mengatakan, serangan Israel tidak akan dapat menghancurkan Hamas. ”Israel menghancurkan tidak sampai 20 persen kekuatan Hamas dari segi sumber daya manusia dan di lapangan. Jika mereka tidak mampu menghabisi Hamas, apa solusinya? Solusinya mencapai konsensus,” kata anggota juru runding Hamas selama beberapa bulan terakhir itu.
Baca juga: AS Isyaratkan Akan Jatuhkan Sanksi terhadap Batalyon Israel
Upaya Israel menghapuskan Hamas pun tidak akan mengakhiri perjuangan bersenjata Palestina di masa depan. ”Katakanlah mereka menghancurkan Hamas. Apakah lantas bangsa Palestina hilang?” ujarnya.
Dia juga memberi peringatan, personel militer Israel atau negara lain yang berada di dekat dermaga apung yang dibuat Amerika Serikat akan diserang Kelompok Hamas. “Kami menolak kehadiran kekuatan non-Palestina di Jalur Gaza di laut, dan darat. Kami akan lawan secara miiter, entah itu Israel atau negara lain karena mereka menjadi tentara pendudukan,” kata Al Hayya. (AP/REUTERS)