Uji Nyali Mahkamah Kriminal Internasional Menjerat Netanyahu
Pejabat Israel, termasuk PM Netanyahu, panik terkait kemungkinan bakal ditangkap Mahkamah Kriminal Internasional.
Dua pekan terakhir, media-media Israel melansir berita kemungkinan Mahkamah Kriminal Internasional atau International Criminal Court (ICC) bakal mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap para pejabat senior Israel, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Meski belum jelas asal-usul dan kebenarannya, kabar itu telah membuat Netanyahu dan beberapa pejabat senior Israel ketar-ketir.
Pada Jumat (26/4/2024), Netanyahu melalui media sosial X menyatakan, ”Israel menolak upaya apa pun dari ICC untuk melemahkan hak membela diri. Meski ICC tidak akan memengaruhi tindakan Israel, upaya ICC akan jadi preseden berbahaya.”
Kementerian Luar Negeri Israel, Minggu (28/4/2024), juga menginformasikan kantor-kantor perwakilan luar negerinya tentang kemungkinan ICC dapat menangkap pejabat senior politik dan militer Israel. Pada hari yang sama, seperti diberitakan Axios yang mengutip dua pejabat Israel, Netanyahu menelepon Presiden AS Joe Biden dan meminta Washington mencegah ICC mengeluarkan surat penangkapan terhadap dirinya.
Tanpa menunggu waktu, melalui jubirnya, Karine Jean-Pierre, Gedung Putih segera menyiapkan tamengnya bagi Netanyahu. ”Sikap kami benar-benar sudah jelas mengenai penyelidikan ICC bahwa kami tidak mendukungnya, kami tidak percaya mereka punya yurisdiksinya,” ujarnya dalam briefing media.
Pada tahun 2021, ICC mengumumkan penyelidikan terhadap Israel, kelompok Hamas, dan faksi-faksi Palestina lainnya terkait kemungkinan kejahatan perang di teritorial Palestina. Jaksa ICC, Karim Khan, menegaskan, penyelidikan itu bisa diperluas pada kasus-kasus setelah serangan Hamas ke Israel, 7 Oktober 2023.
Baca juga: Mahkamah Internasional Selidiki Kejahatan Perang dalam Konflik Hamas-Israel
Khan mengunjungi Ramallah dan Israel, Desember 2023. Dia bertemu dengan para pejabat Palestina dan keluarga warga Israel yang terbunuh atau disandera Hamas pascaserangan 7 Oktober.
Khan menyebut tindakan Hamas sebagai kejahatan internasional paling serius dan harus ditangani ICC. Dia menyerukan pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera. ”Hukum kemanusiaan internasional harus tetap berlaku dalam perang Israel-Hamas. Militer Israel juga tahu hukum yang harus diterapkan,” ujarnya.
Namun, Israel dan AS sama-sama bukan anggota ICC. Artinya, mereka bisa tidak memedulikan apa pun keputusan yang dikeluarkan ICC. Selain itu, saat dikonfirmasi mengenai kabar rencana penangkapan Netanyahu, ICC melalui surat elektronik kepada Associated Press (AP) menyatakan tidak bersedia berkomentar.
Mengapa Israel panik?
Mengapa Israel, khususnya Netanyahu, begitu panik dengan kabar yang mereka embuskan sendiri? Matthew Gillet, dosen hukum internasional pada University of Essex di Inggris, mengatakan, siapa pun yang dikenakan surat penangkapan oleh ICC bakal kesulitan—jika bukan ”tidak bisa”—bepergian ke lebih dari 120 negara anggota ICC, termasuk sebagian besar negara Eropa (Inggris, Perancis, Jerman), Jepang, Australia, serta Kanada.
Andai tetap nekat bepergian dalam status buron ICC, Netanyahu bisa ditangkap di negara-negara anggota ICC tersebut. Gillet menambahkan, ketika surat penangkapan dikeluarkan ICC terhadap para pejabat Israel, sebagian negara sekutu bisa mengambil tindakan, seperti mengurangi transfer persenjataan atau mengurangi kunjungan diplomatik. Hal ini bisa membuat Israel semakin terisolasi di kancah internasional.
Andai tetap nekat bepergian dalam status buron ICC, Netanyahu bisa ditangkap di lebih dari 120 negara anggota ICC.
”Akan semakin sulit bagi negara-negara demokrasi liberal Barat untuk berhubungan dengan Israel,” ujar Gillet.
Israel sering melayangkan tuduhan bias pada badan-badan internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mereka, misalnya, menyebut ICC bukanlah badan PBB, tetapi menerima ”Negara Palestina” sebagai anggota pada 2015. Ini terjadi setahun setelah Palestina menerima yurisdiksi ICC.
ICC didirikan pada 1 Juli 2002 dan bermarkas di kota Den Haag, Belanda. Tugas ICC mengatasi impunitas atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan kejahatan berat lainnya. ICC baru akan bertindak ketika negara tidak mengadili para tersangka. Namun, ICC tidak memiliki aparat penegak hukum.
Baca juga: Mahkamah Kriminal Internasional Selidiki Dugaan Kejahatan Perang di Ukraina
Akibatnya, ICC bergantung pada negara-negara anggota untuk menangkap para tersangka. Sebanyak 124 negara anggota ICC menandatangani perjanjian Statuta Roma pada 2002.
Tak diakui negara-negara besar
Puluhan negara, antara lain Amerika Serikat, Rusia, dan China, tidak mau ikut tanda tangan dan tidak mengakui yurisdiksi ICC. Alasan mereka, ICC dapat digunakan untuk penuntutan yang bermotif politik.
ICC baru akan terlibat ketika suatu negara tidak mampu atau tidak mau mengadili kejahatan di wilayah mereka. Israel berargumen, mereka sudah punya sistem pengadilan yang berfungsi.
Baca juga: Keputusan Mahkamah Kriminal Internasional soal Presiden Rusia
Bahkan, pada 2020, Presiden AS Donald Trump menjatuhkan sanksi ekonomi dan sanksi perjalanan kepada para jaksa ICC dan staf senior kantor kejaksaan. Pada waktu itu staf ICC sedang menyelidiki pasukan AS dan sekutu serta para pejabat intelijen. Ada dugaan terjadi kejahatan perang di Afghanistan. Namun, sanksi itu kemudian dicabut Presiden AS Joe Biden setahun kemudian.
Sampai saat ini, ICC sedang menangani 17 penyelidikan, seperti Ukraina, Uganda, Republik Demokratik Kongo, Kenya, Venezuela, Myanmar, dan Filipina. Dari situs ICC disebutkan sejauh ini ada 31 kasus yang diajukan ke pengadilan. Beberapa kasus memiliki lebih dari satu tersangka.
42 surat penangkapan
Hakim ICC sudah mengeluarkan 42 surat perintah penangkapan. Sebanyak 21 orang sudah ditahan di pusat penahanan ICC dan sudah diadili. Namun, masih ada 17 orang yang buron. Ada tujuh orang yang tuduhannya dibatalkan karena mereka telah meninggal.
Hakim ICC juga sudah mengeluarkan 10 hukuman dan empat pembebasan. Dari 10 hukuman tersebut, hanya lima hukuman yang dijatuhkan atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Sementara lima lainnya kejahatan perusakan saksi.
Baca juga: Mahkamah Internasional Buat Terobosan Bersejarah dalam Konflik Palestina-Israel
Kelima terpidana kasus tersebut semuanya pemimpin milisi Afrika dari Republik Demokratik Kongo, Mali, dan Uganda. Hukumannya berkisar 9-30 tahun penjara. Hukuman maksimumnya penjara seumur hidup.
Pada awal-awal tahun pendiriannya, ICC dikritik karena terlalu fokus pada kejahatan di Afrika. Ada 10 penyelidikan yang dilakukan di negara-negara Afrika. Setelah dikritik, ICC memperluas jangkauan penyelidikannya ke wilayah Asia, Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Latin.
Pada Maret 2023, ICC juga mengeluarkan surat perintah penangkapan Presiden Rusia Vladimir Putin atas tuduhan kejahatan perang dengan mendeportasi ratusan anak dari Ukraina secara ilegal. Kremlin menyebut tindakan tersebut tidak ada artinya. Moskwa sudah berulang kali membantah tuduhan pasukannya melakukan kekejaman selama invasi ke Ukraina.
Rusia membalas surat itu dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Khan dan ICC. Pemimpin penting lainnya yang didakwa oleh ICC antara lain Omar al-Bashir atas tuduhan genosida di Darfur, Sudan.
Baca juga: Mahkamah Kriminal Internasional Berhak Adili Kasus Kejahatan Perang di Palestina
Selain itu, mantan pemimpin Libya, Moammar Khadafi, yang ditangkap dan dibunuh pemberontak tak lama setelah ICC mengeluarkan surat perintah penangkapannya. Dia dituduh terkait dengan penindasan brutal terhadap protes antipemerintah pada 2011.
Bagi ICC, keberanian mengeluarkan surat penangkapan terhadap Netanyahu menjadi uji nyali tersendiri. Tak hanya melihat sikap kepala batu Israel, yang merasa seolah berada di atas lembaga-lembaga internasional, tetapi juga terkait tameng perlindungan yang diberikan Washington. (REUTERS/AFP)