Berbekal 4.600 Ponsel, Penipu China Menjerat Warganet
Jangan cepat percaya kalau melihat akun dengan jumlah penonton fantastis. Bisa jadi itu bagian dari bisnis tipu-tipu.
Oleh
LUKI AULIA
·3 menit baca
Wang menjalankan bisnis penipuan dengan mengoperasikan 4.600 ponsel. Ribuan ponsel itu digunakan untuk meningkatkan jumlah penonton siaran langsung atau live-stream. Bisnis jasa yang ditawarkan Wang ini laku keras karena bisa menambah jumlah penonton dan interaksi pada live-streaming dengan cepat.
Bisnis tipu-tipu oleh warga Provinsi Zhejiang, China, itu menghasilkan 3 juta yuan (Rp 6,7 miliar) hanya dalam waktu kurang dari empat bulan. Wang dijatuhi hukuman satu tahun tiga bulan penjara dan denda 50.000 yuan (Rp 111 juta) karena menjalankan bisnis ilegal. Hukuman penjara karena kasus seperti ini baru pertama kali terjadi di Zhejiang yang dikenal sebagai pusat industri live-stream China.
Harian South China Morning Post, Senin (6/5/2024), menyebutkan, Wang mulai menjalankan bisnisnya pada akhir 2022. Pada waktu itu, dia diberi tahu temannya ada praktik menguntungkan yang disebut dengan ”menyikat”.
Istilah ini mengacu pada pemalsuan aktivitas real-time, seperti jumlah penonton, tanda suka (like), komentar, dan akun yang menyebarkan live-stream. Ini bisa menyesatkan konsumen karena seakan-akan akun-akun tertentu interaksi dengan penontonnya tinggi atau sangat aktif. Media sosial Tiktok adalah salah satu sumber klien utamanya.
Operasionalisasi bisnis penipuan ini sebenarnya cukup mudah meski modalnya juga tidak sedikit. Wang membeli 4.600 ponsel yang dikendalikan oleh peranti lunak cloud. Dia juga membeli layanan VPN dan peralatan jaringan, seperti router dan switch, dari perusahaan teknologi di Changsha, Provinsi Hunan.
Berbekal komputer, Wang dapat mengoperasikan semua ponsel itu dalam waktu yang bersamaan. Hasilnya, dia bisa membanjiri target live-streaming untuk meningkatkan jumlah penonton dan interaksi. ”Biaya penggunaan satu ponsel 6,65 yuan (sekitar Rp 15.000) per hari,” kata Wang.
Dia mengaku total biaya untuk mendapatkan layanan ini bergantung pada dua hal. Pertama, lamanya setiap ponsel terhubung ke acara live-streaming. Kedua, jumlah ponsel yang diaktifkan.
Hingga Maret 2023, Wang menghasilkan sekitar 3 juta yuan (Rp 6,7 miliar) dengan menjual layanan tersebut kepada orang-orang yang mengadakan live-streaming dan ingin meningkatkan kinerja daring mereka. Wang juga membeli akun-akun penonton palsu dalam jumlah besar dari orang lain. Tak semua akun lolos dari sensor. Banyak yang gagal karena tak bisa mengonfirmasi nama asli.
Namun, proses pendaftaran ulangnya tak sulit. Jaksa yang menangani kasus ini kepada Ningbo Evening News mengatakan, terbukti ada celah dalam pengelolaan akun live-streaming. Celah ini dimanfaatkan penipu seperti Wang.
Ribuan ponsel yang digunakan Wang diduga dibeli di pasar daur ulang ponsel di China. Selain Wang, terdapat 17 tersangka lain yang sedang diselidiki. Mereka diduga melanggar hukum dengan sengaja menyebarkan informasi palsu secara daring untuk mendapatkan keuntungan.
Kasus penipuan seperti ini sudah sejak lama menjadi masalah di pelantar live-streaming dan situs transaksi e-dagang di China. Banyaknya kasus mendorong masyarakat menyerukan perlunya regulasi khusus terkait live-streaming.
Pada awal tahun 2024, media milik Pemerintah China, Economic Daily, menyerukan aturan yang lebih ketat terhadap taktik penipuan dalam live-streaming. Pengetatan diperlukan seiring banyaknya penipu yang memancing pelanggan dengan tarif palsu. Setidaknya 5.000 pemilik akun live-streaming telah dihukum pada 2023 akibat manipulasi harga.
Laman Nikkei Asia edisi 18 September 2022 menyebutkan, tidak pernah terjadi begitu banyak orang yang menyerahkan uang begitu saja kepada orang asing, yang rupanya adalah penipu melalui ponsel atau komputer. Jumlahnya pun tidak main-main.
Berdasarkan data Kementerian Keamanan Publik, hanya dalam 15 bulan hingga Juli 2022, China menyelesaikan 594.000 kasus penipuan telekomunikasi dan internet. Pada 2021, otoritas berhasil mencegah 1,5 juta orang mentransfer uang hingga 329,1 miliar yuan kepada para penipu daring.
Tak hanya kehilangan uang, menurut Nikkei Asia, banyak kasus berakhir dengan bunuh diri. Kurangnya aturan dan adanya celah memberi "surga" kepada para penipu.