Israel Minta Organisasi Kemanusiaan Tinggalkan Rafah
Israel keberatan dengan beberapa detail yang diajukan Hamas. Warga Rafah dirundung ketakutan.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
GAZA, SELASA — Setelah mengendalikan pintu perbatasan Rafah, Israel minta organisasi kemanusiaan meninggalkan wilayah itu. Berbagai pihak meminta Israel ditekan agar mau memprioritaskan gencatan senjata.
Juru bicara militer Israel (IDF), Nadav Shoshani, membenarkan bahwa IDF telah mengendalikan pintu perbatasan Gaza dengan Mesir itu. Pengungsi Palestina di Rafah diminta ke Al Mawasi. ”Organisasi internasional juga didorong evakuasi,” ujarnya, Selasa (7/5/2024).
Juru bicara Kantor Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Bantuan Kemanusian (UN OCHA), Jens Laerke, menyebut Israel menutup pintu pelintasan Rafah. ”Pintu pelintasan Rafah dengan Mesir kini di bawah kendali IDF dan kami telah diberi tahu tidak ada pelintasan orang atau barang,” ujarnya.
Para pekerja UN OCHA dilarang Israel melintasi Rafah. Dengan demikian, kini tidak ada jalan masuk atau keluar dari Gaza ke Mesir. Sebelum ini, Israel juga telah menutup pintu pelintasan Karem Shalom.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak kedua pintu pelintasan itu dibuka lagi. Ia juga mendesak serangan ke Rafah dihentikan. ”Saya terganggu dan tertekan dengan aktivitas militer baru di Israel oleh IDF,” ujarnya.
Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang mendesak Amerika Serikat dan negara-negara lain untuk menekan Israel. Mereka mau AS mendesak Israel segera menyetujui gencatan senjata.
Perundingan gencatan senjata antara Hamas dan Israel belum menemui titik terang. Tank-tank Israel masih berjejer menghalangi gerbang Rafah yang merupakan perbatasan antara Jalur Gaza di Palestina dan Mesir. Gerbang itu ditutup sehingga tidak ada yang bisa keluar masuk.
Kepanikan terjadi di Rafah karena warga tidak tahu tempat tujuan pengungsian. Pasalnya, Rafah adalah tempat mereka menyelamatkan diri sejak Israel menyerang Gaza pascaserangan Badai Aqsa oleh Hamas pada 7 Oktober 2023. Sebanyak 80 persen dari 2,3 juta warga Gaza mengungsi di Rafah. Mereka tinggal berdesak-desakan.
Sejumlah titik di Rafah mengalami penyerangan udara oleh Israel. Munculnya peringatan Israel untuk evakuasi membuat warga berpikir serangan darat akan segera terjadi. PBB memperingatkan Israel agar tidak melakukan serangan darat. Peringatan itu keluar karena sejumlah staf PBB melaporkan mereka dilarang membawa bantuan ke Rafah oleh Israel.
”Walau gerbang Rafah ditutup, Israel wajib menjamin aliran bantuan makanan, air bersih, sanitasi, dan layanan kesehatan kepada warga Gaza. Jika tidak, Israel melakukan kejahatan perang,” kata juru bicara Komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia Ravina Shamdasani.
Kantor Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan keterangan tertulis yang mengatakan posisi AS jelas dan tidak berubah. Washington meyakini hanya perundingan pembebasan sandera yang memberi hasil positif, baik kepada masyarakat Israel maupun Palestina.
Sementara itu, dilansir dari media ABC, Senin (6/5/2024), Menlu Australia Penny Wong memperingatkan Israel agar tidak memilih jalur perang. ”Australia cemas dengan adanya rencana serangan darat dan konsekuensinya. Australia bersama negara-negara anggota G7 meminta pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu agar tidak memilih jalan ini,” ujar Wong.
Salah satu pejabat Hamas, Izzat Al-Rashiq, mengatakan, apabila serangan darat ini terjadi, hanya membahayakan proses perundingan gencatan senjata. Palestina dan Israel sama-sama merugi. Selain itu, serangan ke Rafah juga dipastikan tidak akan menjadi hal yang mudah bagi militer Israel.
Tarik-menarik
Pada Senin, Hamas mengatakan menerima rancangan gencatan senjata yang dibantu rumuskan oleh Mesir dan Qatar. Intinya, gencatan senjata dibagi menjadi tiga fase yang masing-masing terdiri atas 42 hari. Di fase pertama, Hamas membebaskan 33 sandera yang mereka culik pada operasi Badai Aqsa. Pada fase yang sama, Israel membebaskan warga-warga Palestina yang mereka penjara.
Di fase kedua, Israel mulai menarik pasukan dari Gaza. Setelah itu, pada fase ketiga, dialog mengenai pengelolaan dan pembangunan Gaza bisa dimulai.
Israel memiliki sejumlah keberatan dengan rancangan gencatan senjata itu. Pasalnya, Hamas memasukkan beberapa hal yang menurut Tel Aviv berisiko. Pertama, Hamas meminta Israel membebaskan semua sandera yang mencakup Marwan Barghouti. Ia adalah pemimpin Fatah yang dihukum penjara seumur hidup sejak 2002. Barghouti dikenal menyerukan agar rakyat Palestina melakukan Intifada Ketiga melawan Israel.
Keberatan kedua ialah mengenai izin memasok barang-barang berfungsi ganda, sipil dan militer, ke dalam Gaza. Barang-barang ini dikategorikan digunakan untuk kebutuhan sipil, tetapi juga bisa diolah untuk kebutuhan militer. Misalnya, dipakai membuat persenjataan dan amunisi.
Oleh sebab itu, Israel mengirim delegasi pejabat kelas menengah ke Kairo, Mesir, untuk berunding dengan Hamas. Di dalam delegasi ini termasuk pejabat dari dinas rahasia Mossad dan Shin Bet. (AP/Reuters)