Tiktok Lawan Pembungkaman di AS
Pelarangan Tiktok bentuk pelanggaran kebebasan berpendapat. Pelarangan diduga terkait luasnya dukungan kepada Palestina.
WASHINGTON DC, RABU — Tiktok melawan upaya pembungkaman di Amerika Serikat. Perusahaan itu menggugat aturan Amerika Serikat yang akan melarang total Tiktok kalau tidak mau menjual sahamnya. Pelarangan Tiktok dituding terpicu luasnya dukungan kepada Palestina di Amerika Serikat.
Tiktok mendaftarkan gugatan ke pengadilan federal di Washington DC pada Selasa (7/5/2024) siang atau Rabu dini hari WIB. Tiktok dan induknya, ByteDance, meminta pengadilan melarang Jaksa Agung AS Merrick Garland menerapkan aturan pelarangan Tiktok. Dengan hingga 170 juta pengguna di AS, Tiktok menjadi salah satu media sosial yang paling digemari.
Baca juga: Tiktok dan Rivalitas AS-China
Aturan itu ditandatangani oleh Presiden AS Joe Biden pada 24 April 2024. UU itu memaksa Tiktok menjual sebagian sahammya kepada investor di AS. Jika sampai 19 Januari 2025 tidak ada penjualan saham, AS akan melarang total Tiktok beroperasi. Pelarangan berlaku mulai April 2025.
Anggota Fraksi Demokrat di DPR AS, Raja Krishnamoorthi, mengatakan, UU itu satu-satunya cara mengatasi ancaman keamanan nasional yang ditimbulkan oleh kepemilikan ByteDance atas Tiktok. ”Daripada melanjutkan taktik yang mengelabui, sudah saatnya ByteDance memulai proses divestasi,” ujarnya.
Jika divestasi tidak dilakukan, UU itu melarang Google dan Apple menawarkan Tiktok di perangkat mereka. UU juga melarang penyedia jasa internet AS menyediakan sambungan bagi Tiktok.
Langgar konstitusi
Bagi Tiktok dan ByteDance, aturan tersebut melanggar konstitusi AS soal kebebasan berpendapat. ”Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Kongres mengesahkan undang-undang yang melarang secara permanen dan berskala nasional satu media sosial berpendapat,” demikian disebutkan dalam gugatan.
Baca juga: Tiktok Tak Redup di Bawah Sentimen Anti-China di AS dan Eropa
Tiktok menyebut, divestasi tidak mungkin dilakukan dari sisi komersial, teknologi, atau hukum. China, negara tempat ByteDance berasal, melarang divestasi Tiktok di AS. Akibatnya, Tiktok menyimpulkan aturan AS akan membuat Tiktok terlarang total.
Pelarangan itu dianggap pembungkaman pada 170 juta pengguna Tiktok. Apalagi, cara berkomunikasi dan berinteraksi di Tiktok dinyatakan tidak bisa ditemukan di pelantar media sosial lain.
Alasan lain, perusahaan AS bukannya tidak punya saham di ByteDance. Pemilik 58 persen saham perusahaan China itu antara lain BlackRock, General Atlantic, dan Susquehanna International Group. Semuanya lembaga keuangan yang berpusat di AS atau terafiliasi dengan AS. Selain itu, ada 7.000 investor individual AS yang memiliki saham ByteDance.
Belum ada komentar dari Pemerintah AS soal gugatan itu. Sebelumnya, Gedung Putih berkilah, aturan itu tidak ditujukan untuk melarang Tiktok. Aturan itu hanya berusaha mengakhiri kepemilikan perusahaan China atas Tiktok. Sebab, ada kekhawatiran ancaman keamanan nasional jika Tiktok tetap dimiliki ByteDance.
Baca juga: Dilema Tiktok dan Media Sosial Menjelang Pemilu Eropa
AS, antara lain, menuding Tiktok membagikan data pengguna di AS kepada Pemerintah China. Tudingan itu disanggah Tiktok yang balik menuding parlemen AS terlalu berlebihan.
Larangan lain
AS bukan satu-satunya negara pelarang Tiktok. Afghanistan, Pakistan, Taiwan, India, Nepal, Selandia Baru, Kanada, Denmark, Belgia, Norwegia, Belanda, Perancis, Inggris, Estonia, dan Australia lebih dulu menyatakan larangannya. Adapun China sejak lama melarang Whatsapp, Facebook, Instagram, Google, dan Youtube.
AS menyusul melarang Tiktok lewat proses politik yang cepat. Kurang dari satu semester, proses pengusulan sampai pengesahan RUU itu selesai.
Sejumlah pengguna Tiktok membongkar alasan-alasan di balik ambisi AS melarang TikTok. Salah satunya karena Tiktok dianggap media sosial yang tidak melarang penyebaran informasi soal Palestina.
Ini berbeda dengan aneka media sosial milik Meta. Temuan sejumlah pihak menyimpulkan, Facebook dan Instagram memberangus akun-akun pendukung Palestina. Sementara akun-akun pendukung Israel dibiarkan bebas.
Baca juga: ByteDance Pilih Tiktok Mati di AS daripada Harus Jual Saham
Mantan investor sekaligus pejabat Tinder, Jeff Morris Jr, adalah salah satu yang meminta Tiktok dilarang karena dianggap terlalu mendukung Palestina. ”Israel kalah perang di Tiktok,” katanya.
Kesimpulan itu berbanding terbalik dengan rekaman penggunaan Tiktok. Data menunjukkan, selama Oktober 2023 saja, ada 9.000 video terkait Palestina di Tiktok. Semua video itu ditonton 27 juta kali di AS. Pada periode yang sama, ada 5.000 video mendukung Israel di Tiktok. Video-video itu ditonton 43 juta kali di AS.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyebut, Tiktok jadi salah satu alasan kritik pada Israel semakin kencang. Tiktok dan media sosial membuat khalayak tidak lagi mendengar informasi dari satu pihak saja. Tiktok dan aneka media sosial dinilai menyulitkan upaya Israel memengaruhi pendapat global agar membenci Palestina.
Sebelum era media sosial, informasi soal Palestina hanya didapat dari pemerintah atau media besar. Ada banyak bukti informasi yang disebar di AS disaring agar menguntungkan Israel. Di era media sosial, berbagai informasi dari sudut pandang Palestina lebih mudah, cepat, dan banyak tersebar.
Baca juga: AS Semakin Dekat Melarang Tiktok
Direktur Advokasi Freedom of the Press Foundation Seth Stern menyebut, pelarangan Tiktok di AS ataupun Al Jazeera di Israel sama-sama bertujuan membungkam suara pendukung Palestina. Pernyataan Blinken menguatkan dugaan itu.
Perang teknologi
Selain Tiktok, AS juga menyasar Huawei dalam perang teknologi dengan China itu. Pada Selasa, AS juga mencabut beberapa izin ekspor teknologi canggih ke perusahaan telekomunikasi China, Huawei Technologies. Perusahaan ini sudah dikenai sanksi oleh AS. Pencabutan izin ekspor itu salah satunya pada cip.
Langkah ini diambil setelah Huawei merilis komputer jinjing dengan kecerdasan buatan (AI), MateBook X Pro. Laptop ini menggunakan prosesor Intel Core Ultra 9 baru. Intel merupakan perusahaan AS.
Peluncuran laptop ini dikecam anggota parlemen Partai Republik. Departemen Perdagangan AS dituduh mengizinkan Intel menjual prosesor tersebut kepada Huawei. ”Kami telah mencabut izin tertentu untuk ekspor ke Huawei,” kata Departemen Perdagangan dalam sebuah pernyataan tanpa menyebutkan secara spesifik izin mana yang telah dicabut.
Baca juga: Iphone, Ditempel Ketat Samsung dan Dikejar Pendatang Baru China
Juru bicara Intel menolak berkomentar. Huawei tidak segera menanggapi permintaan komentar. Huawei masuk daftar pembatasan perdagangan AS pada tahun 2019.
Meski begitu, perusahaan pemasok Huawei di AS telah menerima lisensi senilai miliaran dolar AS untuk menjual produk dan teknologi Huawei. Salah satunya izin kontroversial yang dikeluarkan oleh pemerintahan Trump, yang mengizinkan Intel mengirimkan prosesor sentral kepada Huawei untuk digunakan di laptop-laptopnya sejak 2020. (AP/REUTERS/AFP)