Kecerdasan Buatan Vs Hak Cipta, Perusahaan AI Dijerat Gugatan Pencurian Karya
Perusahaan-perusahaan pengembang AI menggunakan karya tanpa izin. Gugatan pun bergulir dari beragam kalangan.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
CALIFORNIA, KAMIS — Gugatan 10 seniman visual terhadap beberapa perusahaan pengembang kecerdasan buatan berlanjut di pengadilan federal Amerika Serikat. Perusahaan-perusahaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) itu dituduh melanggar hak cipta karena melatih kecerdasan buatan dengan menggunakan karya-karya mereka tanpa izin.
Dalam keputusan sementara, Rabu (8/5/2024) waktu setempat, Hakim Federal di California, William Orrick, memberi lampu hijau pada gugatan hak cipta tersebut. Gugatan itu diajukan 10 seniman visual terhadap perusahaan-perusahaan pengembang AI.
Perusahaan-perusahaan yang terjerat gugatan itu, antara lain, adalah Stability AI, Midjourney, Runway AI, Open New Tab, dan DeviantArt. Perusahaan-perusahaan tersebut dituduh menyalahgunakan karya para seniman visual itu untuk melatih sistem pembuatan gambar berbasis kecerdasan buatan.
Keputusan Hakim Orrick ini merupakan babak baru dalam kasus gugatan tersebut. Orrick menilai gugatan para seniman itu memiliki argumen yang masuk akal. Perusahaan-perusahaan tersebut dituduh menyalin dan menyimpan karya mereka di server perusahaan untuk melatih kecerdasan buatan mereka tanpa izin.
Ilustrator Sarah Andersen, Kelly McKernan, Karla Ortiz, dan tujuh seniman visual lainnya mengajukan gugatan pertama mereka pada Oktober 2023. Namun, saat itu Orrick menolak gugatan mereka. Meski menolak, ia mengizinkan gugatan para seniman tersebut untuk diajukan kembali.
Pada November 2023, gugatan diajukan ulang dengan merevisi tuduhan. Para seniman itu menilai model Difusi Stabil yang dikembangkan Stability AI berisi salinan terkompresi karya mereka yang digunakan tanpa izin. Model Difusi Stabil ini digunakan juga oleh semua perusahaan yang mereka gugat.
Perusahaan-perusahaan pengembang AI itu dituduh menyalin dan menyimpan karya mereka di server perusahaan untuk melatih kecerdasan buatan mereka tanpa izin.
Orrick mengatakan, klaim tersebut dapat dilanjutkan dalam sidang berikutnya. Namun, klaim para seniman itu harus diuji berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta AS.
Andersen dan kawan-kawan kemudian menggugat perusahaan-perusahaan tersebut pada Januari 2024. Pada Rabu (8/5/2024), Orrick memberi lampu hijau pada gugatan hak cipta tersebut.
Perusahaan-perusahaan AI berpendapat bahwa mereka dapat memanfaatkan data yang mempunyai hak cipta secara adil dan wajar dalam proses melatih sistem mereka.
Namun, sejauh ini, pertanyaan mendasar yang belum terjawab adalah definisi penggunaan secara adil dan wajar sebuah karya dalam pelatihan kecerdasan buatan. Pendapat Hakim Orrick pun belum menyentuh masalah mendasar tersebut. Definisi ini merupakan pertanyaan penting dalam kasus hak cipta AI di masa depan.
Sidang pengadilan untuk kasus itu dijadwalkan pada Rabu (8/5/2024) setelah Orrick mengeluarkan keputusan tentatifnya. Perwakilan perusahaan belum memberi komentar soal gugatan itu. Matthew Butterick, pengacara para seniman itu, juga belum berkomentar.
Gugatan media
Gugatan para seniman ini hanya sebagian dari gugatan pencurian hak cipta terhadap AI. Pada awal Mei 2024, sekelompok surat kabar di bawah perusahaan MediaNews Group milik perusahaan investasi Alden Global Capital menggugat sejumlah perusahaan AI untuk kasus yang sama.
Gugatan yang diajukan di pengadilan federal New York itu menuduh sejumlah perusahaan pengembang AI menggunakan artikel tanpa izin untuk melatih kecerdasan buatan mereka.
Gugatan diajukan oleh delapan surat kabar, termasuk New York Daily News, Chicago Tribune, Orlando Sentinel, dan sejumlah surat kabar lainnya. Perusahaan yang digugat, antara lain, adalah Microsoft (MSFT.O), Open New Tab, dan OpenAI.
Gugatan itu menuduh perusahaan-perusahaan pengembang AI tersebut menyalahgunakan hasil pekerjaan reporter untuk melatih sistem kecerdasan buatan generatif mereka.
Dalam gugatan disebutkan, perusahaan Open New Tab menyalin jutaan artikel mereka tanpa izin untuk melatih produk AI, termasuk Copilot dari Microsoft dan ChatGPT dari OpenAI.
Sebelumnya, pada akhir 2023, tuntutan hukum serupa diajukan media-media besar di AS, yaitu The New York Times, The Intercept, Raw Story, dan AlterNet. Kasus yang saat ini sedang berlangsung itu menjerat Microsoft dan OpenAI.
Juru bicara OpenAI, Lindsey Held, mengatakan, perusahaan tersebut menghormati hak pembuat dan pemilik konten serta berkomitmen untuk bekerja sama.
”Kami menghormati hak pembuat dan pemilik konten dan berkomitmen untuk bekerja sama dengan mereka untuk memastikan mereka mendapatkan manfaat dari teknologi AI dan model pendapatan baru,” kata Held, seperti dilansir The New York Times. (REUTERS)