Jual-beli motor tanpa surat-surat resmi marak terjadi di media sosial. Praktik ini disamarkan dengan kode-kode khusus agar terhindar dari kejaran polisi. Sebagian motor tersebut diduga kuat hasil pencurian.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM, INSAN ALFAJRI, ADITYA DIVERANTA, RHAMA PURNA JATI, ANDY RIZA HIDAYAT
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penawaran motor tanpa surat resmi atau bodong marak terjadi di forum-forum jual beli motor bekas di Facebook. Penjual menawarkan motor bodong dikenali dari kode-kode yang digunakan, yaitu ”SS YP” kependekan dari surat-surat yatim piatu. Harganya jauh lebih murah dari motor dengan surat resmi.
Kode-kode penjualan motor bodong itu menggambarkan motor yang tak jelas asal-usulnya. ”Tahu kan artinya YP,” kata Agay New, salah satu penjual motor berkode YP, saat ditanya mengenai asal-usul dan surat- surat motor yang ia tawarkan di forum jual beli di Facebook, Rabu (6/9/2023).
Sepeda motor kelas matik, seperti Honda Beat, Honda Scoopy, Honda Vario, dan Yamaha Mio, dan bekas berkode YP ini ditawarkan Rp 1 juta-Rp 2,5 juta per unit. Sebagai perbandingan, harga sepeda motor Honda Beat baru tahun 2023 sekitar Rp 20 juta per unit dan sepeda motor bekas dengan surat lengkap di Karawang dibanderol dengan harga minimal Rp 5 juta per unit.
Umumnya, penjual yang menawarkan sepeda motor dengan kode YP tak bersedia berkomunikasi secara terbuka. Mereka langsung menarik lawan bicara yang berminat dalam grup percakapan privat. Mereka tak bersedia ditemui sebelum transaksi disepakati.
Agay New, misalnya, menawarkan Honda Beat tahun 2014 dengan status YP di forum Facebook ”Jual Beli Motor Bekas Karawang dan Sekitarnya”. Ia membanderol harga awal Rp 2,5 juta per unit dan meminta bertemu di Pasar Wadas, Karawang, untuk melanjutkan transaksi.
Tim meminta waktu bertemu ditunda sehari lagi. Namun Agay menginformasikan barang akan terjual apabila tak segera bertemu. Sore harinya, Agay menutup percakapan dan menyatakan barang sudah terjual. ”Keburu diambil orang, soalnya memang mau jual cepat,” katanya.
Di Kabupaten Lebak, tim berkomunikasi dengan penjual sepeda motor dengan nama akun Facebook Samsudin. Ia menawarkan Mio Smile yang juga berkode YP seharga Rp 1,4 juta per unit di forum jual beli sepeda motor bekas Rangkasbitung. Setelah tawar-menawar harga, akhirnya Samsudin menurunkan harga menjadi Rp 1,3 juta.
Komunikasi berlanjut lewat pesan teks dan berbicara menggunakan ponsel. Samsudin memperoleh motor tersebut dari orang lain tanpa surat. Namun, ia memastikan kondisinya baik dan aman. ”Tak ada surat, tetapi ini aman. Ini saya beli dari anak sekitar sini,” katanya, Jumat (8/9).
Lelaki itu mengajak bertemu tim di lapangan Desa Gumuruh, Cileles, Kabupaten Lebak, untuk menyelesaikan transaksi. Ia tak bersedia menemui di lokasi lain tanpa alasan yang jelas.
”Tak ada surat, tetapi ini aman. Ini saya beli dari anak sekitar sini." (Samsudin, Seorang Penjual Motor Tanpa Surat-surat)
Kunci rusak
Percobaan transaksi juga dilakukan di Lampung Tengah pada rentang 5-7 September 2023. Tim bekerja sama dengan pemuda setempat berinisial IN (21) untuk memesan sepeda motor bodong di daerah itu. IN menggunakan akun Facebook asli miliknya saat berkomunikasi dengan penjual. Strategi ini dipilih agar penjual tidak curiga karena profil Facebook IN yang juga warga Lampung Tengah.
IN bertransaksi dengan tiga penjual yang menawarkan berbagai jenis sepeda motor, salah satunya Honda Vario hitam seharga Rp 7,5 juta per unit tanpa surat. Dua penjual lain menawarkan jenis sepeda motor yang sama, yakni Yamaha R15, dan dibanderol Rp 6 juta-Rp 8 juta per unit.
Ketiga sepeda motor ini punya kesamaan. Selain berstatus kosongan atau tanpa surat, kendaraan itu sama-sama rusak kunci kontaknya. ”Minusnya cuma kunci kontak, harus diganti dulu,” ujar si penjual Vario hitam.
Di Lampung Tengah, ada dua jenis sepeda motor yang tidak memiliki nomor polisi, yaitu sepeda motor bodong dan sepeda motor yang hanya memiliki surat tanda nomor kendaraan (STNK) tanpa buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB). Transaksi berakhir karena tidak adanya kesepakatan harga antara tim dan penjual.
Di Lebak, Banten, pengendara sepeda motor tanpa pelat nomor leluasa melintas di sepanjang Jalan Raya Sajira, Kecamatan Sajira, hingga Jalan Raya Muncang, Kecamatan Muncang. Selain tanpa nomor polisi, sebagian motor lain pelat nomornya kedaluwarsa dan tidak terdaftar pada Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Provinsi Banten.
Tim mengecek secara acak salah satu nomor polisi sepeda motor dan ternyata tak ditemukan dalam data Samsat Provinsi Banten. Pelacakan nomor polisi (nopol) itu lewat aplikasi Layanan Samsat Banten Hebat Mobile, Jumat (15/9). Pada aplikasi itu, tertulis keterangan ”Nopol tidak ditemukan/salah”.
Hal serupa ditemukan di Pedes, Karawang, Jawa Barat. Wati (23), warga Pedes, membeli motor Honda Beat tanpa surat- surat kendaraan dari kenalan suaminya seharga Rp 3 juta per unit. ”Belinya dari penjual yang saya kenal. Tidak ada suratnya,” ucap Wati.
Merespons fakta itu, Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Lebak Ajun Komisaris Fiat Ari Suhada menduga sepeda motor tanpa surat itu sudah tua usianya, atau sepeda motor yang asal-usulnya tak bisa dipertanggungjawabkan. Kemungkinan lain adalah sepeda motor tanpa surat itu hasil pencurian sindikat. ”Bisa diduga juga dari hasil pencurian,” kata Fiat Ari Suhada.
Mengenai banyaknya motor bodong yang bebas dikendarai di Lebak, Fiat beralasan bahwa wilayah di Kabupaten Lebak cukup luas, sementara jumlah personelnya terbatas. Saat ditanya apakah mobilitas pengendara sepeda motor bodong itu tidak ditindak sesuai aturan, Fiat, Sabtu (23/9), menyatakan, ”Kalau itu, kami tidak sampai di situ.”
Di Lampung Tengah, aparat setempat menyita sepeda motor tanpa surat. Polisi menduga kuat motor-motor itu hasil pencurian sebagaimana disampaikan Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Lampung Tengah Inspektur Satu Wahyu Dwi Kristanto, Sabtu (23/9). Tim Polres Lampung Tengah menemukan sejumlah sepeda motor yang kondisi fisiknya tidak sesuai dengan surat-suratnya.
”Diduga motor-motor ini bersumber dari pencurian. Kami sudah meneruskan temuan ini ke satuan reserse kriminal,” kata Wahyu.
Temuan sepeda motor yang terindikasi dari hasil pencurian sesuai dengan informasi Satuan Intelijen Polres Lampung Tengah. Namun operasi aparat setempat belum menjangkau ke seluruh wilayah kabupaten itu, termasuk di wilayah rawan pencurian sepeda motor, seperti di Kecamatan Seputih Banyak.
Warga desa merupakan pasar potensial penjualan motor bodong karena tergiur dengan harganya yang murah. Di Kabupaten Karawang, terlihat sepeda motor tanpa nomor polisi bebas dikendarai warga. Semakin masuk ke jalan desa, semakin banyak sepeda motor tanpa nomor polisi yang dikendarai banyak warga dari berbagai kalangan.
Pengguna sepeda motor tanpa nomor polisi merasa tidak melakukan kesalahan. ”Kami cuma pakai buat ke sawah sama ke pasar saja, tidak ke mana- mana. Di sini sudah biasa,” kata Wawan Darmawan (32), warga Kutawaluya, Karawang.
Merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ditegaskan setiap kendaraan wajib dipasang pelat nomor. UU ini juga melarang modifikasi pada pelat nomor kendaraan. Adapun sanksi bagi pengguna kendaraan yang tidak memiliki nomor polisi diatur dalam Pasal 280 dengan ancaman hukuman pidana paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
Wawan membeli Honda Beat bekas tanpa surat seharga Rp 2 juta dari salah satu teman di desanya. Sementara itu, warga Pasirjaya, Karawang, Didi Masuki (17), membeli sepeda motor Honda Beat bekas seharga Rp 2 juta tanpa surat dan nomor polisi. ”Memang tidak ada nomor polisi waktu belinya. Warga sini biasa beli seperti ini. Murah,” katanya.
"Memang tidak ada nomor polisi waktu belinya. Warga sini biasa beli seperti ini. Murah." (Wawan, Warga Kutawaluya)
Hal serupa terjadi di Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak. Tim menyamar sebagai warga yang memesan nomor polisi palsu di Rangkasbitung, Lebak. Pemesanan dilakukan di sebuah bengkel yang menawarkan dua jenis pelat, yaitu pelat polos Rp 50.000 sepasang dan pelat lengkap dengan tanda timbul kepolisian seharga Rp 60.000 sepasang. Bagi mata awam, sulit membedakan pelat buatan bengkel itu dengan nomor polisi asli.
Pembuat nomor polisi palsu, SJ (68), tak meminta surat saat pembuatan. Ia merekayasa tanggal berlaku. Bengkelnya sering menerima pesanan nomor polisi palsu untuk kendaraan tanpa surat-surat ataupun pelat nomor.
”Saya pastikan aman, saya sering dapat pesanan tidak pernah ada masalah,” katanya.