Upah Minimum Tak Cukup untuk Beli Rumah
Untuk bisa beli rumah seluas 60 meter persegi atau kurang, dibutuhkan penghasilan 4-6 kali besar UMK.
Harga rumah yang mahal menjadi salah satu beban bagi kelas menengah. Tidak heran jika banyak yang memilih untuk menyewa rumah terlebih dahulu dibandingkan membeli rumah. Pengeluaran untuk rumah adalah salah satu yang terbesar di kelompok masyarakat ini, selain untuk kebutuhan transportasi (Kompas, 25/2/2024).
Untuk melihat kemampuan masyarakat dalam membeli rumah, Tim Jurnalisme Data Harian Kompas mengolah data harga rumah dari platform jual-beli rumah Rumah123.com, Selasa (27/2/2024).
Data ini disandingkan dengan data upah minimum kota (UMK) di 13 kota tertentu, baik di Jawa maupun luar Jawa. Hasilnya, rumah tangga dengan sumber penghasilan total senilai upah minimum kota (UMK) tidak mampu membeli rumah di wilayah tempat mereka bekerja.
Baca juga: Kelas Menengah Indonesia Sulit Menjadi Orang Kaya
Ketiga belas kota yang dimaksud adalah DKI Jakarta, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kota Surabaya, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surakarta, Kota Makassar, Kota Denpasar, dan Kota Medan.
Data Rumah123.com yang diolah berupa harga median atau nilai tengah dari sekitar 1,9 juta rumah yang dijual via situs tersebut. Harga rumah yang diacu adalah rumah dengan luas bangunan kurang dari atau sampai 60 meter persegi. Untuk data UMK 2024 di 13 kota tersebut, kisarannya antara Rp 2,3 juta (Kota Surakarta) dan Rp 5,3 juta (Kota Bekasi).
Dengan menggunakan prinsip keterjangkauan hunian, yakni harga hunian tidak lebih dari tiga kali lipat penghasilan tahunan (price-to-income ratio/PIR), dapat diketahui bahwa harga rumah yang bisa dijangkau oleh kelompok ini berada pada kisaran Rp 81,7 juta hingga Rp 192,4 juta.
Baca juga: Provinsi yang Gaji Anak Mudanya Lebih Rendah dari Pengeluaran
Baca juga: Indonesia Cemas 2045, Pendapatan Kelas Menengah Lebih Kecil dari Pengeluaran
Sementara harga rumah sudah sangat tinggi. Data Rumah123 pada Januari 2024 menunjukkan, harga tengah rumah dengan ukuran bangunan kurang dari atau hingga 60 meter persegi paling murah adalah Rp 400 juta (di Kota Surakarta) hingga paling mahal Rp 1,65 miliar per unit (di Jakarta Utara).
Harga tersebut jauh di atas kemampuan gaji UMK masyarakat. Untuk warga Kota Depok dengan UMK 2024 sebesar Rp 4.878.612, misalnya, harga rumah yang terjangkau oleh penghasilan ini adalah Rp 175,6 juta. Akan tetapi, data median harga rumah yang dijual di Depok saat ini Rp 580 juta.
Kesenjangan terbesar antara harga pasar dan kemampuan membeli terjadi di Jakarta Utara. Dengan UMK DKI Jakarta Rp 5.067.381, harga rumah yang dapat dijangkau adalah Rp 182,4 juta. Namun, harga tengah pasaran rumah yang dijual di Jakarta Utara adalah Rp 1,65 miliar.
Ketimpangan paling kecil terlihat di Kota Bogor. Harga rumah maksimal yang dapat dijangkau dengan penghasilan UMK (Rp 4.813.988) adalah Rp 173.303.568, sedangkan harga tengah rumah-rumah yang ditawarkan di Kota Bogor Rp 450 juta. Artinya, ada selisih yang tidak terjangkau antara penghasilan dan harga rumah, yakni Rp 276,7 juta.
Gaji ideal
Tim Jurnalisme Data Harian Kompas juga menghitung gaji ideal di setiap kota agar dapat memenuhi syarat pengambilan kredit kepemilikan rumah (KPR) dengan harga median di kota tersebut. Penghitungan menggunakan aplikasi ”kalkulator KPR” di laman Rumah123.com.
Diasumsikan, uang muka yang ditetapkan 30 persen dari harga rumah dengan tenor cicilan 15 tahun. Bunga KPR diasumsikan menggunakan besaran dari Bank OCBC INSP, yakni bunga tetap selama tiga tahun pertama 5,99 persen dan bunga mengambang di sisa tenor 12 persen.
Median harga rumah di Yogyakarta per Januari 2024, misalnya, sebesar Rp 601 juta. Sesuai pedoman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maksimum total cicilan yang dianjurkan 30 persen dari penghasilan bulanan.
Analisis tim Kompas menunjukkan, besar UMK tahun 2024 di ke-13 kota masih jauh lebih kecil dari gaji ideal untuk menjadi debitur KPR. Rata-rata gaji ideal di 13 kota tersebut empat kali nilai UMK-nya. Jika diasumsikan uang muka 30 persen dengan tenor 15 tahun, maka cicilan setiap bulan sebesar Rp 4,8 juta. Artinya, gajinya harus Rp 15,9 juta per bulan. Padahal, UMK Yogyakarta pada tahun yang sama hanya Rp 2,5 juta.
Di Jakarta Selatan, median harga rumah mencapai Rp 773 juta. Artinya, untuk membeli rumah dengan nilai tersebut, debitur harus memiliki penghasilan setidaknya Rp 20,5 juta atau empat kali dari UMK DKI Jakarta 2024.
Berdasarkan catatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), saat ini backlog kepemilikan rumah berada pada angka 9,9 juta unit. Backlog adalah ketimpangan antara jumlah rumah yang sudah dibangun dan jumlah rumah yang dibutuhkan masyarakat.
Direktur Rumah Umum dan Komersial Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Fitrah Nur mengatakan, Program Sejuta Rumah (PSR) menjadi kunci utama untuk mengatasi persoalan backlog perumahan. PSR telah dicanangkan sejak 2015. Hingga saat ini, capaian PSR adalah 7.988.585 rumah.
”Dari hasil Susenas 2023 lalu, backlog kepemilikan rumah mengalami penurunan dari 12,75 juta menjadi 9,9 juta unit, sedangkan persentase dan jumlah rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap hunian yang layak juga mengalami penurunan dari tahun 2020, sebesar 29,4 juta menjadi 26,9 juta rumah tangga,” ujar Fitrah dalam keterangan tertulisnya.
”Kami juga akan terus mendorong program kolaborasi dengan para pemangku kepentingan bidang perumahan dan kepedulian sosial dari pihak swasta di bidang perumahan agar masyarakat bisa tinggal di rumah yang layak huni,” lanjutnya.
PSR telah dicanangkan sejak 2015. Hingga saat ini, capaian PSR adalah 7.988.585 rumah.
Harga rumah naik
Dari data Rumah123.com sejak September 2021 hingga Januari 2024, secara umum harga rumah di 13 kota besar tersebut mengalami kenaikan rata-rata 13,3 persen. Harga rumah di Jakarta Barat mengalami kenaikan terbesar dibandingkan kota-kota besar lain di Indonesia, termasuk kota-kota administrasi Jakarta lainnya. Peningkatannya mencapai 52,5 persen, yakni dari Rp 787 juta pada September 2021 menjadi Rp 1,2 miliar pada Januari 2024.
Di luar kawasan Jabodetabek, kenaikan tertinggi terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat. Median harga rumah di kota itu pada September 2021 adalah Rp 450 juta dan meningkat menjadi Rp 530 juta pada Januari 2024 atau naik 17,8 persen.
Di Surabaya justru terjadi penurunan harga rumah. Pada September 2021, harga median rumah di ibu kota Jawa Timur ini mencapai Rp 785 juta. Angka ini menjadi Rp 750 juta pada Januari 2024 atau minus 4,5 persen.
Associate VP Marketing 99 Group Indonesia Firman Pamungkas Putra mengatakan, memang terjadi tren peningkatan permintaan jual dan sewa di Bandung sejak awal 2023. Secara tahunan, sejak Desember 2022 hingga Desember 2023, pertumbuhan permintaan akan hunian sewa sebesar 68,6 persen dan hunian jual 37,1 persen. Perusahaan 99 Group Indonesia adalah firma teknologi real estat yang beroperasi di Singapura dan Indonesia yang menaungi Rumah123.com.
Baca juga: Provinsi dengan Surplus Gaji Paling Tinggi bagi Anak Muda
Ditambahkan Firman, salah satu faktor yang berkontribusi pada pertumbuhan tersebut adalah statusnya sebagai kota pendidikan dan pariwisata yang dapat menarik investor dan pendatang dari kota lain.
”Pesatnya pengembangan transportasi massal, seperti kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB), dan ruas-ruas jalan tol yang terintegrasi serta potensi ekonomi yang besar juga akan memperkuat prospek properti di Bandung dalam beberapa tahun mendatang,” katanya.