Argumentasi
Alfath Bagus Panuntun El Nur, Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Bagi saya menang dan kalah adalah biasa yang penting saya bisa belajar dari setiap proses hidup yang terjadi. Bahkan, saya menjadikan setiap momen hidup sebagai ajang mengasah diri dan memupuk keberanian. Di sinilah kepribadian saya sebagai seorang yang berjiwa ksatria dibentuk.
Saat pernah maju ke pemilihan ketua organisasi di SMK, saya pernah kalah. Saya banyak belajar dan kemudian kembali maju dalam pemilihan presiden mahasiswa di UGM. Saya berusaha melawan ketakutan dan membuktikan bahwa ilmu politik yang saya dapatkan di perkuliahan bisa diaplikasikan di dalam BEM. Akhirnya saya terpilih. Berjiwa ksatria mampu menjadikan hal sulit menjadi mudah, menerima kekalahan dengan lapang dada sembari mengevaluasi kekurangan untuk memproyeksikan hal lebih baik ke depan.
Kalah-Menang, Rayakan
Muhammad Husein Heikal, Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada awal tahun 2017 setidaknya saya sudah mengalami lima kekalahan dari berbagai lomba yang saya ikuti. Kekalahan ini pada awalnya membuat saya kecewa dan kesal. Kegagalan meraih gelar pemenang harus saya telan dengan pahit, apalagi tahun sebelumnya saya berhasil menyabet penghargaan nasional bergengsi.
Namun, setelah saya renungkan tidak ada manfaatnya mengecam kekalahan. Kini saya menyadari bahwa kekalahan merupakan sarana untuk menguji nilai optimisme dalam diri kita. Kekalahan membuat kita menjadi tangguh, menjadi petarung sejati, dan menjadi pemacu diri kita untuk melakukan hal yang lebih baik untuk menjadi yang terbaik.
Oleh karena itu, saya menyimpulkan bahwa tak hanya kemenangan yang perlu dirayakan, tetapi kekalahan juga perlu dirayakan.
Menguras Energi
Nidar Karyati Gulo, Prodi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Bagi saya kekalahan dan kemenangan suatu hal yang sangat bertolak belakang. Kekalahan jelas memberi respons negatif yang menguras energi dalam diri kita karena tak menerima realita.
Saya pernah ikut seleksi sebuah kepanitiaan di kampus. Dalam hati, besar harapan akan diterima dengan rasa percaya diri yang besar bisa bergabung dalam kepanitiaan tersebut. Namun, saat pengumuman, saya tidak diterima karena kalah bersaing dengan kawan lain. Rasanya lemas, malu, kecewa, marah, tidak berterima, dan ingin tidur untuk melupakan semua yang terjadi.
Setelah mengalami beberapa pengalaman kalah dan menang saya pikir kalah tidak selamanya kalah dan menang tidak selalu di pihak kita. Pada saat kalah, kita mesti mencoba lagi. Ketika menang, isilah kemenangan untuk mengembangkan potensi yang kita miliki.
Terus Perbaiki Diri
Ahmad Syaefi, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Purwokerto-Jawa Tengah
Sebagai seorang aktivis organisasi kemahasiswaan di kampus, saya sering ikut lomba. Saya tak terlalu berkecil hati ketika kalah dan juga tidak terlalu berbesar hati ketika menang. Bagi saya, menjadi wakil kampus saja sudah cukup membanggakan karena terpilih di antara ribuan mahasiswa.
Kalah ataupun menang kita bisa banyak mengambil hikmah. Sebagai contoh ketika kalah mungkin Tuhan sedang menghindarkan kita agar tidak sombong. Dan ketika menang, itu bisa menjadi motivasi bagi kita untuk terus memperbaiki diri.
Itu terjadi pada diri saya, rasanya sulit move on dari kekalahan itu. Namun, itulah perlombaan, harus ada yang kalah dan ada yang menang. Intinya, apa pun hasilnya kita harus terus memperbaiki diri. Kadang-kadang kekalahan memang membuat kita kecewa, apalagi kalau sudah optimistis menang. (TRI)