Jurus Menangkal Hoaks
Tiara Lintang Sekarini, Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
Saya bukan orang yang langsung percaya terhadap suatu berita karena kadang berita belum tentu benar. Jadi, kala mendengar berita, saya mencari tahu seperti menelusuri internet atau bertanya kepada teman, keluarga, atau orang-orang sekitar karena saya yakin setiap orang memiliki wawasan dan pandangan yang berbeda terhadap suatu masalah.
Penilaian saya juga tidak akan subyektif dan tidak hanya dari satu sumber, tetapi menyaring berbagai pandangan dan data yang ada untuk saya jadikan kesimpulan mengenai kebenaran berita tersebut.
Ketika berita bohong beredar, sedangkan saya mengetahui bagaimana persis keadaan yang sebenarnya, saya akan mencoba menjelaskannya dengan sangat berhati-hati dan mencoba memberi bukti terkait. Lazim jika berita bohong yang menyebar malah dipercaya dan banyak orang menyangkal argumen kebenaran.
Saya tak pernah menyebarkan berita bohong. Pernah saya mempertanyakan suatu berita yang belum jelas duduk perkaranya. Sebelum kepastian datang, berita itu malah sudah tersebar luas. Mungkin ada kesalahpahaman berkomunikasi sehingga berita yang belum pasti benar sudah sampai ke mana-mana.
Alat Propaganda
Aldo Ramadhan, Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Jakarta
Mudahnya mengakses berita pada saat ini menjadi keuntungan tersendiri bagi saya. Akan tetapi, menjadi kerugian jika berita itu adalah hoaks. Rugi karena yang disampaikan adalah kebohongan yang membuat saya salah tanggap terhadap suatu kejadian.
Parahnya, berita bohong itu dijadikan alat propaganda untuk menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain. Padahal, pihak yang dirugikan itu tidak bersalah sama sekali atau kesalahannya dibuat-buat sehingga orang langsung percaya dia bersalah.
Oleh karena itu, agar saya tidak terjerumus ke dalam hoaks, mau tak mau harus banyak membaca. Membaca berita dari berbagai media, dan yang diutamakan adalah media konvensional. Alasannya, media konvensional teruji kualitasnya dan tidak sembarangan menyajikan berita.
Identifikasi Informasi
Muhammad Nur, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Satu informasi yang merupakan transmisi wawasan pengetahuan kadang kala diterima mentah tanpa memperhatikan validitas sumber dan realitas di dunia nyata. Berita hoaks yang mengusung propaganda dapat memecah belah kerukunan sosial. Agar terhindar dari berita hoaks, sebaiknya kita selalu mengidentifikasi informasi secara bijak.
Pertama, siapa atau dari media mana asal informasi tersebut. Kedua, menelusuri sumber informasi tersebut ke link asalnya, apakah benar-benar membuat berita atau informasi seperti itu sehingga tidak terjebak informasi yang direkayasa. Ketiga, membaca informasi dengan mencermati kejelasan identitas informan dan statusnya.
Membanjirnya informasi terkadang tidak terlepas dari agenda kepentingan suatu kelompok yang berambisi untuk mendatangkan keuntungan material. Sebagai pembaca bijak, alangkah baiknya kita mengonsumsi informasi dari media-media yang representatif dan diakui kualitas serta popularitasnya.
Organisasi Pers
Resti Wahyuni, Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Padang, Padang.
Saya memiliki akun sosial media sejak awal masuk kuliah. Tujuannya untuk memperoleh informasi perkuliahan. Melalui akun tersebut, kami berbagi informasi, tulisan, foto, dan video. Padahal, dulu saya kira medsos hanya membuang waktu.
Seiring waktu, selain banyak kemudahan, saya juga menemukan masalah seperti berita dan informasi yang dimanipulasi. Informasi salah terkesan benar dengan bahasa dramatis sehingga terkesan benar adanya. Jujur saya sering percaya hal tersebut dan sering membagikannya kepada orang lain.
Untung saja, kini saya bergabung dengan organisasi pers kampus. Saya wajib menulis dan memberikan informasi kepada mahasiswa lewat berita. Hal itu membuat saya wajib membaca lebih banyak informasi dan membandingkan banyak informasi sehingga dapat memilah apakah informasi itu benar sehingga layak untuk dibagikan atau hanya bohong belaka.
Pengemudi Berita
Rahmanuddin, Jurusan Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan
Arus berita membeludak pada hari tertentu seperti menjelang pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum. Momen itu menjadi ajang menarik perhatian khalayak umum. Selain media resmi dan konvensional, media abal-abal dan orang tertentu memanfaatkan momen tersebut untuk giat memproduksi berita.
Namun, produksi berita dan informasi mereka cenderung tak teruji kebenarannya, menyesatkan, dan berpotensi menimbulkan kekacauan. Jurus saya, tiap kali mendapat berita dan informasi seperti itu, baik di media sosial maupun lini berita media daring adalah dengan menjadi pengemudi berita.
Artinya, selalu berusaha bertindak sebagai pengemudi yang mengendalikan kendaraan agar tidak bertabrakan dengan orang lain apalagi menimbulkan kecelakaan fatal. Berita itu saya cek dan cek lagi agar tahu kebenarannya. (TIA)