Aplikasi yang dinamai PetaNetra tersebut dapat menuntun dan mengarahkan para penyandang tunanetra saat berada di ruang publik, lewat pesan suara lewat telepon seluler mereka.
Oleh
WISNU DEWABRATA
·4 menit baca
Keterbatasan akses dan mobilitas menadi persoalan yang paling sering dihadapi kalangan penyandang disabilitas seperti tunanetra. Kondisi itu juga semakin diperparah oleh pandemi Covid-19 di mana orang mesti menerapkan protokol kesehatan termasuk menjaga jarak.
Situasi ini berdampak pada warga disabilitas yang memerlukan bantuan fisik saat berada di fasilitas publik. Dengan pertimbangan itu tujuh mahasiswa dan sarjana dari berbagai universitas di tanah air merancang dan mengembangkan sebuah aplikasi daring yang bisa membantu disabilitas netra. Dengan aplikasi ini mereka bisa bergerak secara mandiri.
Aplikasi yang dinamai PetaNetra itu bisa menuntun dan mengarahkan penyandang tunanetra lewat pesan suara yang ada di gawai mereka. Pesan navigasi itu menunjukkan arah dan titik tertentu dalam area fasilitas publik macam stasiun MRT. Selain itu, pesan bisa mengingatkan jika di depan mereka terdapat penghalang.
Hal itu dimungkinkan mengingat aplikasi PetaNetra adalah aplikasi berbasis teknologi realitas berimbuh (augmented reality). Teknologi ini menggabungkan benda maya dengan dua atau tiga dimensi ke dalam lingkungan nyata.
Dengan begitu seorang penyandang tunanetra seolah memiliki asisten pribadi penunjuk jalan, yang akan menavigasi mereka saat jalan-jalan. Navigasi yang terdengar kurang lebih sama seperti ketika orang menggunakan fitur peta Google penunjuk arah jalan.
“Ide PetaNetra ini awalnya muncul lewat proses brainstorming tim kami yang berjumlah tujuh orang. Pada lima bulan terakhir kami diberi tugas membuat dan mengembangkan aplikasi untuk proyek akhir di program Apple Developer Academy,” ujar Jessi Febria (21), salah seorang dari tujuh anggota tim perancang dan pengembang aplikasi PetaNetra, Kamis (3/2/2022).
Sebelumnya, mahasiswi Teknik Informatika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga dan keenam rekannya ikut pelatihan pembangunan aplikasi dan programming, Apple Developer Academy, yang berlangsung di tiga kota di Indonesia, yakni Batam, Tangerang, dan Surabaya.
Dalam program beasiswa penuh sepuluh bulan itu, semua peserta diperkenalkan pada teknologi Apple terbaru. Selain itu mereka dapat berinteraksi profesional dengan para ahli dari Apple serta industri terkait.
Pada lima bulan terakhir para peserta, termasuk ketujuh mahasiswa ini, diminta membentuk tim untuk membuat satu proyek akhir. Tim diminta merancang dan mengembangkan sebuah aplikasi, yang dapat diterapkan secara luas oleh masyarakat.
Menurut Jessi, ide pembuatan PetaNetra berangkat dari pengalaman salah seorang anggota tim, Graciela Gabrielle Angeline (22), mahasiswi Teknik Informatika Universitas Bina Nusantara. Kedua orangtuanya adalah disabilitas netra.
Dari cerita dan pengalaman Graciela, tim bisa membayangkan dan merasakan betapa sulit dan terbatasnya para penyandang tunanetra dalam mengakses ruang publik. Selain Jessi dan Graciela juga terdapat lima mahasiswa dan sarjana lain yakni Alif Mahardhika, Roshani Ayu Pranasti, dan Yafonia Hutabarat, ketiganya Sarjana Komputer dari Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia. Anggota lainnya, Felicia Stevanie UIaan, Mahasiswi Desain Komunikasi Visual: Animasi, Universitas Bina Nusantara, dan Rony Fhebrian, Sarjana Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara.
“Kami meriset dua sampai tiga bulan. Mencari bahan dari jurnal-jurnal, mewawancarai dan menemui komunitas (tuna netra), sampai kemudian kami putuskan membuat aplikasi,” ujar Jessie.
Lebih lanjut Jessie bercerita, untuk saat ini timnya masih mengoptimalkan aplikasi PetaNetra, termasuk mengembangkan aplikasi tambahan agar bisa mengedit dan membuat peta navigasi baru (maps editor). Aplikasi ini sudah dikerjasamakan dengan pihak MRT Jakarta.
Menurut Jessie, proses pemetaan terhadap satu stasiun MRT membutuhkan waktu dan data yang rinci demi menghindari masalah atau kesalahan, yang dapat membahayakan pengguna kelak. Sedangkan, aplikasi tambahan maps editor diperlukan untuk memperkaya proses pemetaan.
Saat ini proses pemetaan dan penyempurnaan masih dilakukan sendiri oleh tim. Impiannya di masa mendatang setiap orang juga bisa berkontribusi. “Kami untuk sementara baru mencoba di stasiun MRT. Mimpi besar kami ke depan akan ada kolaborasi dari para sukarelawan di seluruh Indonesia. Mereka bisa ikut memetakan dan hasilnya bisa dipakai para penyandang tunanetra,” ujar Jessie.
Namun hal seperti itu, tambahnya, membutuhkan proses verifikasi yang ketat. Jangan sampai hasil pemetaan yang ditambahkan tidak valid.
Pihaknya, lanjut Jessie, sedang mencari sumber pendanaan untuk pengembangan aplikasi PetaNetra. Saat ini, mereka bekerja sama dengan pihak Apple dalam bentuk Apple Developer Academy Catalyst Program, yang terfokus pada pengembangan produk secara bisnis.
“Jadi itu program tahun kedua dengan pihak Apple, yang rencananya sedang kami ikuti sampai Juli depan. Tapi kami juga mencoba cari funding dari luar," ujar Jessie.