Masyarakat Indonesia Kekurangan Vitamin D
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Indonesia terancam berbagai penyakit karena kekurangan vitamin D. Salah satunya penyakit autoimun.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit Perempuan dan Anak Brawijaya Prasna Pramita di Jakarta, Minggu (25/3), mengatakan, masyarakat Indonesia pada umumnya kekurangan vitamin D. Vitamin yang sumber utamanya dari paparan sinar matahari ini sulit masuk ke dalam tubuh masyarakat Indonesia.
”Kulit masyarakat Indonesia cenderung gelap sehingga paparan sinar matahari tidak bisa langsung meresap ke dalam tubuh,” kata Prasna dalam Seminar Nasional Good Doctor for Better Autoimmune Treatments di Jakarta. Dalam seminar itu, hadir pula Kepala Divisi Alergi-Imunologi Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Nanang Sukmana dan Klinisi sekaligus Spesialis Produk Regional PR Prodia Widyausaha Tbk Ardian Susanto.
Prasna menambahkan, kondisi itu semakin buruk karena gaya hidup kekinian. Masyarakat cenderung menghindari paparan matahari secara langsung. Berbagai kegiatan lebih banyak dilakukan di dalam ruangan.
Padahal, setiap orang wajib memelihara jumlah Vitamin D di dalam tubuhnya karena Vitamin D berperan dalam metabolisme tubuh. Dalam kadar normal, jumlah Vitamin D dalam tubuh berkisar dari 30-100 nanogram per milimeter (ng/ml). ”Setidaknya kita harus menjaga agar Vitamin D ada pada angka 70 ng/ml,” ujar Prasna.
Ia melanjutkan, cara utama untuk memelihara jumlah Vitamin D, yaitu dengan menjemur tubuh di bawah sinar matahari setiap hari selama sekitar 15 menit. ”Di negara yang berada di garis khatulistiwa, waktu yang tepat sekitar pukul 08.00-10.00,” kata Prasna.
Selain dari paparan sinar matahari, Vitamin D juga bisa didapatkan dari berbagai makanan dan minuman. Beberapa di antaranya adalah sereal, jus jeruk, kuning telur, jamur, minyak ikan, dan telur ikan.
Gejala kekurangan Vitamin D antara lain obesitas, kulit gatal dan kering, keringat berlebih, mudah lelah, nyeri sendi, dan mudah terombang-ambing emosi (mood swing). Selain itu, kekurangan Vitamin D juga menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh.
Prasna menjelaskan, Vitamin D mampu meningkatkan sistem imun karena vitamin itu mampu merangsang sistem imun nonspesifik. Vitamin D juga berperan dalam peningkatan sel T CD8+ yang berperan penting pada infeksi virus.
Oleh karena itu, kekurangan Vitamin D menjadi salah satu pemicu utama munculnya penyakit autoimun. Penyakit autoimun merupakan gangguan sistem imun akibat kembali aktifnya sel T atau antibodi, tetapi ia tidak menyerang kuman, tetapi menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan tubuh sendiri (autoantibodi).
Menurut Prasna, kekurangan Vitamin D ditemukan pada 50 persen pasien fibromyalgia dan lupus erythematosus sistemik (LES). Sebanyak 58 persen dari perempuan penderita penyakit graves juga kekurangan Vitamin D. Kondisi serupa juga ditemukan pada 73 persen pasien ankylosing spondilitis dan rheumathoid arthritis.
Penyakit autoimun
Nanang menjelaskan, terdapat 80 jenis penyakit autoimun. Setiap jenis memiliki gejala yang berbeda dan tidak bisa diidentikkan gejala khas dari setiap jenisnya. Penyakit autoimun juga memiliki risiko kematian yang tinggi sehingga memerlukan pengobatan dalam jangka waktu panjang.
Jenis penyakit autoimun yang paling banyak menyerang masyarakat Indonesia adalah lupus dan sjorgren’s syndrome. ”Dalam lima tahun terakhir, kasus penyakit autoimun meningkat signifikan,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, kasus penyakit lupus meningkat dalam beberapa tahun. Pada 2014, terjadi 1.169 kasus yang menyebabkan 200 orang meninggal. Pada 2015, jumlah kasus naik menjadi 1.336 dengan 110 orang meninggal. Jumlah kasus meningkat lagi pada 2016, yaitu 2.166 kasus yang menyebabkan 550 orang meninggal.
Selain itu, berdasarkan data yang dihimpun Laboratorium Klinik Prodia, jumlah pasien lupus saat ini sebesar 0,5 persen dari total populasi penduduk Indonesia.
Menurut Nanang, kondisi tersebut semakin memburuk jika pasien kekurangan antioksidan. Kadar antioksidan di dalam tubuh amat dipengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi. Kadarnya menjadi minim ketika pasien memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji.
Di samping itu, kondisi lingkungan yang tidak sehat juga menyumbang peran dalam penurunan kekebalan tubuh. Udara di sebagian besar wilayah Indonesia mengandung banyak polutan karena banyaknya kendaraan bermotor.
”Saat ini tingkat stres individu juga tinggi sekali,” ujar Nanang. Ia menjelaskan, selain kekurangan Vitamin D dan pengaruh lingkungan, penyakit autoimun juga disebabkan oleh faktor keturunan. Akan tetapi, faktor keturunan belum tentu membuat seseorang diserang penyakit autoimun jika ia dapat menjaga stabilitas Vitamin D dan tingkat stres.
Ia menambahkan, penyakit autoimun juga lebih rentan terjadi pada perempuan ketimbang laki-laki. Perbandingan jumlah pasiennya mencapai 8:1. ”Perempuan lebih rentan terserang penyakit autoimun karena masalah hormonal,” ujar Nanang.