JAKARTA, KOMPAS— Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia semakin meningkat. Pada 2035, diproyeksi penduduk lansia akan mencapai 15,77 persen dari total penduduk atau sekitar 48 juta jiwa. Untuk mengantisipasi lonjakan tersebut, kebijakan program kelanjutusiaan yang terintegrasi antarpemangku kepentingan harus diperkuat.
Direktur Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Widati, menyampaikan, pemerintah telah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Kebijakan tersebut merujuk pada Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
“Peningkatan kualitas hidup lansia dilakukan dengan memberikan kesempatan para lansia untuk tetap produktif dan berguna bagi keluarganya,” katanya di sela-sela kegiatan Lokakarya Keterpaduan Program Kelanjutusiaan di Kantor Pusat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Jakarta, Senin (14/5/2018).
Peningkatan kualitas hidup lansia dilakukan dengan memberikan kesempatan para lansia untuk tetap produktif dan berguna bagi keluarganya.
Widati menambahkan, BKKBN telah mengembangkan kegiatan Bina Keluarga Lansia (BKL) dan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). BKL ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga lansia untuk meningkatkan kualitas hidup lansia. Sedangkan UPPKS bertujuan sebagai pembelajaran bagi keluarga dalam melaksanakan fungsi ekonomi yang baik.
“Kegiatan ini belum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Namun, melalui integrasi antarkementerian dan lembaga diharapkan jangkauannya semakin luas,” ucapnya.
Guru Besar Ekonomi Kependudukan Universitas Indonesia Sri Moertiningsih Adioetomo menilai, sejumlah tantangan masih ditemukan pada penduduk lanjut usia, seperti pada aspek kesehatan, ekonomi, dan sosial.
Pada masalah kesehatan ditunjukkan dengan menurunnya kemampuan fisik dan mental. Hal ini menyebabkan kebutuhan pelayanan kesehatan meningkat. Untuk masalah ekonomi berupa penurunan produktivitas kerja, terbatasnya kesempatan kerja, dan minimnya akses jaminan sosial. Mengutip data BPS, pada 2016, jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan tercatat sebanyak 10,95 persen dari jumlah penduduk keseluruhan.
Kemudian, masalah sosial yang muncul diakibatkan oleh perubahan kondisi sosial budaya yang menjadikan lansia sebagai korban tindak kekerasan dan penelantaran.
Meski ditemukan sejumlah tantangan tersebut, Sri mengatakan, produktivitas orang lanjut usia tetap bisa dimaksimalkan. Paradigma lanjut usia adalah beban harus diubah.
“Lansia berpotensi untuk melanjutkan kehidupan, serta berpartisipasi dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Lansia memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan yang lebih unggul sehingga bisa dimanfaatkan agar tetap produktif,” ucapnya.
Lansia berpotensi untuk melanjutkan kehidupan, serta berpartisipasi dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Peran keluarga
Sekretaris Utama BKKBN, Nofrijal mendorong setiap keluarga untuk memberikan perhatian yang lebih pada anggota keluarganya yang berusia lanjut. Hal ini bisa dilakukan dengan tetap merawat anggota keluarga yang berusia lanjut di rumah tinggalnya.
“Masih banyak orang yang menghindar untuk merawat lansia dengan menitipkannya di panti jompo. Padahal, jika tidak ada keterbatasan yang terlalu besar, lansia yang dirawat di rumah bisa lebih produktif serta lebih sehat secara fisik dan mental,” ujarnya.