JAKARTA, KOMPAS – Penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui di instansi kesehatan belum berjalan optimal. Selain tidak adanya aturan yang jelas mengenai penerapan langkah tersebut, regulasi terkait promosi susu formula yang dinilai masih lemah juga menjadi penyebab.
Ketua Umum Ikatan Konselor Menyusui Indonesia, Hesti Kristina mengatakan, belum semua fasilitas kesehatan menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) bahkan pada poin pertama. Poin tersebut berisi imbauan agar fasilitas kesehatan memiliki kebijakan tertulis tentang peningkatan pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan sosialisasi kepada seluruh petugas kesehatan.
Kebijakan tertulis mengenai 10 LMKM yang terdapat di fasilitas kesehatan belum ditindaklanjuti dengan sosialisasi kepada seluruh tenaga kesehatan. Hal itu menyebabkan upaya peningkatan pemberian ASI kepada bayi belum dapat optimal.
“Tenaga kesehatan perlu mengerti pentingnya pemberian ASI eksklusif serta inisiasi menyusui dini sehingga dapat membantu ibu menyusui tentang langkah penerapan yang benar,” kata Hesti, di sela pelatihan konseling menyusui, di Auditorium Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Jakarta, Senin (6/8/2018).
Menurutnya, selain memberikan sosialisasi kepada petugas kesehatan, penyedia fasilitas kesehatan juga perlu menilai penerapannya pada pasien. Mengingat langkah 10 LMKM menjadi salah satu faktor penilaian akreditasi rumah sakit.
“Aturan dari pemerintah juga perlu diperjelas, sehingga penerapannya tidak simpang siur,” kata Hesti.
Pada poin pertama 10 LMKM terdapat revisi, yaitu tentang pemasaran dan pemberian susu formula yang dijadikan kode etik internasional. Revisi tersebut berisi aturan agar fasilitas kesehatan tidak memberikan susu formula kepada bayi serta tidak memberi peluang produsen susu formula untuk memasarkan produknya kepada pasien.
“Kode etik tersebut harus dipatuhi, agar tidak terjadi hal yang berkebalikan dengan sosialiasi manfaat pemberian ASI,” kata Hesti.
Gencarnya promosi susu formula untuk anak usia 0 bulan hingga 3 tahun mengubah pola pikir masyarakat, yaitu anggapan bahwa susu formula lebih bergizi dibanding ASI. Hal itu menyebabkan masyarakat mengganti pemberian ASI dengan susu formula.
Pentingnya ASI
Dewan Penasehat IKMI, Ayu Anggraeni, mengatakan ASI mengandung nutrisi dan gizi yang sesuai untuk bayi. Dalam ASI terkandung kolostrum yang berisi antibodi dan berguna bagi kekebalan tubuh bayi.
Pemberian ASI kepada anak hendaknya dilakukan secara eksklusif sejak usia 0 bulan hingga 6 bulan, dan selanjutnya pada usia 6 bulan hingga 3 tahun disertai makanan pendamping ASI. Manfaat pemberian ASI selain memberi kekebalan tubuh pada anak, juga mencegah terjadinya stunting atau kondisi tubuh pendek.
“ASI tidak dapat digantikan dengan makanan apapun.” Kata Ayu.
Menurutnya selain fasilitas kesehatan dan ibu menyusui, edukasi tentang pentingnya pemberian ASI juga perlu disampaikan kepada keluarga yang terlibat dalam perawatan bayi. Hal ini sebagai upaya agar bayi mendapatkan ASI secara eksklusif tidak terhalangi.