Anak Indonesia Masih Rentan Terkena Dampak Paparan Rokok Orangtua
Oleh
Khaerudin
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dibutuhkan kerja sama antarlembaga pemerintah untuk melindungi anak dari paparan asap rokok. Anak-anak Indonesia masih rentan terhadap bahaya paparan rokok orangtua mereka. Dalam banyak kasus, banyak orangtua yang kurang memahami bagaimana menjauhkan anak mereka dari bahaya paparan rokok.
Sementara itu, program-program yang mendukung perlindungan kesehatan bagi anak perlu dievaluasi agar terlaksana hingga ke daerah-daerah. Beberapa waktu terakhir sempat viral video di media sosial tentang seorang anak berusia 2,5 tahun di Sukabumi Jawa Barat yang merokok.
Menurut Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rita Pranawati, pada diskusi "Baby Smoker Masih Tetap Ada!" di Jakarta, Selasa (21/8/2018) kasus seperti itu masih terjadi karena program perlindungan anak yang dilakukan pemerintah belum terimplementasi dengan baik di masyarakat. Ia mengatakan, beberapa lembaga sudah memiliki program terkait hak anak untuk hidup sehat.
Rita mencontohkan, Kementerian Agama sudah memiliki program kursus sebelum menikah. Salah satu tujuannya agar setiap pasangan suami istri mampu merawat anak agar bisa menjadi generasi penerus bangsa yang lebih baik.
"Namun, saat sudah berkeluarga, ketika mereka memiliki masalah dengan ancaman kesehatan anak, orangtua bingung kemana mengadu," katanya.
Rita mengatakan, setiap lembaga pemerintah perlu membuat program berkesinambungan agar ketika ada masalah perlindungan hak anak, pihak yang terkait bisa bergerak langsung mencari jalan keluarnya. Dalam kasus anak yang merokok di Sukabumi, Rita mengatakan, pihak Puskesmas seharusnya bergerak cepat untuk melakukan sosialisasi terhadap orangtua si anak.
"Dampak dari programnya belum sampai ke perorangan dan keluarga," kata Rita.
Ia mengatakan, orangtua si anak perlu didampingi agar mengetahui karakteristik anak di bawah lima tahun. Orangtua butuh mengerti bagaimana cara menjauhkan anak dari rokok. Lingkungan tempat tinggal anak juga perlu mendukung agar anak tidak memiliki referensi terhadap merokok.
"Kalau anak usia 2,5 tahun mungkin belum bisa mengerti iklan rokok. Namun, ia punya referensi dari tetangga dan orang di sekitar rumahnya yang merokok. Orang yang merokok di sekitar anak-anak bisa membuat anak penasaran mencobanya," kata Rita.
Implementasi program perlindungan anak dari asap rokok dari lembaga-lembaga negara dirasa belum maksimal. Masih ada daerah yang tidak memiliki peraturan kawasan tanpa rokok. Hal ini diperlukan agar orang yang tidak merokok, termasuk anak-anak, tidak terpapar asap rokok.
Ketua Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI), Sumarjati Arjoso, mengatakan, sebagian tempat publik sudah ditetapkan sebagai kawasan bebas asap rokok. Namun, ia menilai tidak ada penegakkan hukum bagi yang melanggar. "Pemerintah belum tegas menegakkan hukum bagi pelanggar. Kalau hukumnya tegas, perilaku orang akan terbentuk dan terbiasa," kata Sumarjati. (SUCIPTO)