JAKARTA, KOMPAS—Bertambahnya usia akan membuat kondisi fisik warga lanjut usia (lansia) menurun. Namun, meningkatnya kualitas kesehatan membuat sebagian lansia tetap produktif. Karena itu, pemerintah perlu menyiapkan model kerja yang sesuai bagi lansia agar terjaga martabat dan kesejahteraannya.
Jumlah penduduk lansia Indonesia saat ini sekitar 25 juta orang. Dalam 25 tahun ke depan, jumlahnya ditaksir naik tiga kali lipat. "Jumlah lansia yang besar adalah aset bangsa," kata Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia Turro Selrits Wongkaren di Jakarta, Senin (19/8/2019).
Karakter umum lansia Indonesia adalah independen. Meski sudah pensiun, tak punya jaminan hari tua, atau tak memiliki pekerjaan tetap, mereka tak ingin jadi beban atau menyusahkan anaknya. Untuk itu, mereka tetap mau bekerja dan menurunkan tingkat konsumsinya.
Keinginan tetap bekerja itu diyakini akan terus ada pada lansia, khususnya lansia masa depan yang masa mudanya akrab dengan gawai dan teknologi informasi. Meningkatnya usia harapan hidup dan kualitas kesehatan membuat banyak lansia ingin aktif di masa tuanya.
"Bagi sebagian lansia, bekerja bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tapi bagian dari eksistensi atau aktualisasi diri," tambah peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan serta dosen Departemen Geografi dan Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sukamdi.
Bagi sebagian lansia, bekerja bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tapi bagian dari eksistensi atau aktualisasi diri.
Meski demikian, saat ini lebih banyak lansia bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Lansia yang masih harus banting tulang itu mudah ditemukan di sekitar kita. Mereka terpaksa bekerja karena tak punya jaminan hari tua, aset, atau dukungan finansial dari anaknya.
Mereka umumnya bekerja di sektor informal dengan gaji dan jaminan sosial yang rendah. Pemerintah pun belum banyak memikirkan kerja untuk lansia karena masih mengutamakan penyediaan kerja bagi kelompok usia produktif.
"Peluang kerja bagi lansia masih terbatas, terutama di sektor informal seperti pedagang kecil, pertanian, dan peternakan," kata Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial Edi Suharto. Sementara lansia terdidik umumnya bekerja di sektor pendidikan.
Situasi itu membuat sebagian besar masyarakat memandang lansia bekerja sebagai hal menyedihkan. Padahal, banyak lansia tidak ingin dikasihani, tapi dihargai keberadaannya.
Model kerja
Hak lansia bekerja dijamin Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Karena itu, pemerintah pusat dan daerah perlu memetakan kebutuhan kerja bagi lansia yang beragam latar belakang. Hadirnya era revolusi industri 4.0 juga bisa jadi pertimbangan.
"Lansia jangan dipandang hanya bisa momong cucu. Mereka tetap bisa berkarya dan menyumbangkan pikirannya untuk pembangunan," kata Wakil Bupati Blora Arief Rohman.
Jenis pekerjaan lansia terdidik dan tinggal di kota tentu beda dengan kebutuhan kerja lansia dengan pendidikan rendah dan tinggal di perdesaan. Model kerja lansia di negara maju juga belum tentu sesuai dengan budaya lansia Indonesia.
Sebagai gambaran, sejumlah lansia di Amerika Serikat dipekerjakan sebagai pemberi salam di sejumlah pusat perbelanjaan. Ada pula yang bekerja sebagai pengantar makanan untuk warga miskin.
Di Singapura, banyak lansia di pekerjakan sebagai petugas kebersihan di restoran, hotel atau bandar udara. Namun, budaya kebersihan masyarakat di sana lebih lebih kuat hingga tidak memberatkan kerja para lansia.
Di negara lain, lansia banyak bekerja di organisasi sosial atau lembaga non profit. Di Finlandia, lansia dilibatkan untuk menemani anak sekolah dasar membaca buku cerita.
Meski pemerintah masih mencari model pekerjaan yang cocok bagi lansia, sejumlah daerah mulai berinovasi. Sebulan terakhir, Pemerintah Kota Surabaya mempekerjakan sebagian lansia untuk membersihkan rambu lalu lintas dan sejumlah sarana di ruang publik, seperti bola-bola hiasan trotoar. Gajinya pun sesuai standar upah minimum kota.
"Lansia diberi kesibukan agar tidak hanya diam yang malah memunculkan penyakit. Walau beraktivitas setengah hari saja, lansia senang," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Hanna (68), warga Rungkut, Surabaya yang ditemui saat membersihkan bola-bola trotoar di depan Balai Kota Surabaya mengaku senang mendapat kerja dari pemerintah. Kerjanya tidak berat, tapi gajinya bisa dipakai bayar berbagai kebutuhan. "Hitung-hitung rekreasi ketimbang diam di rumah," katanya.
Selain pekerjaan, dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Malang, Hesti Puspitosari menilai lansia juga perlu dibekali keterampilan ringan yang bukan untuk mencari uang, tapi menghabiskan waktu atau sambil bercengkerama dengan teman-temannya.
Pembekalan lansia itu salah satunya dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sosial Jateng Yusadar Armunanto mengatakan keterampilan yang diberikan bagi lansia itu antara lain membatik, membuat keset, dan keterampilan lain. "Pemberian keterampilan itu penting agar lansia merasa hidupnya bermanfaat, bagi dirinya maupun sekitarnya," katanya. (AGNES SWETTA PANIDA/IQBAL BASYARI/DEFRI WERDIONO/ADITYA PUTRA PERDANA/SONYA HELLEN SINOMBOR)