Utamakan Peternak Rakyat yang Terdampak Demam Babi Afrika
Pemerintah dinilai perlu fokus pada nasib peternak rakyat yang terdampak penyakit demam babi afrika atau ASF. Wujudnya dapat berupa kompensasi bagi peternak rakyat dan kerja sama penerapan biosekuritas.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dinilai perlu fokus pada nasib peternak rakyat yang terdampak penyakit demam babi afrika atau ASF. Wujudnya dapat berupa kompensasi bagi peternak rakyat dan kerja sama penerapan biosekuritas dengan peternakan babi skala industri.
Berdasarkan data dari Direktorat Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, babi yang sudah mati per 15 Desember 2019 telah mencapai 28.000-30.000 ekor. Perkiraan kerugian mencapai Rp 2 juta-Rp 3 juta per ekor.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan mengatakan, Komisi IV DPR telah meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk bergerak cepat dalam mengatasi wabah ASF.
”Berikan kompensasi untuk peternak rakyat, minimal untuk antisipasi (kurangnya pemasukan) dalam tiga bulan ke depan atau untuk merintis usaha baru,” katanya, saat dihubungi, Kamis (19/12/2019).
Sebelumnya, pemerintah belum memiliki kompensasi bagi peternak yang terdampak wabah ASF karena keterbatasan anggaran. Namun, Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian Fadjar Sumping Tjatur Rasa mengatakan, pemerintah akan membantu penyediaan bibit babi baru jika sudah tidak ada wabah yang menjangkit.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Muhammad Munawaroh, pemerintah tetap harus mengompensasi kerugian peternak rakyat.
”Dalam kasus ini, peternak rakyat turut menjadi korban wabah ASF dan pemerintah mesti hadir bagi mereka. Penyediaan anggaran tidak harus dari Kementerian Pertanian, tetapi diusahakan dari kementerian/lembaga lain,” tuturnya saat dihubungi.
Melalui siaran pers, anggaran Kementerian Pertanian untuk menangani wabah ASF mencapai Rp 5 miliar. Bantuan yang diberikan Kementerian Pertanian berupa desinfektan, mesin sprayer, alat pelindung diri, dan kantong bangkai yang diberikan melalui posko darurat di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, serta kecamatan.
Kementerian Pertanian telah mendeklarasikan terjangkit wabah ASF di wilayah tertentu pada 12 Desember 2019. Wilayah itu terbatas pada 16 kabupaten/kota yang berada di Sumatera Utara.
Optimalkan biosekuritas
Pemerintah mengandalkan biosekuritas sebagai salah satu langkah untuk menyikapi wabah ASF dan mencegah penularannya. Pemusnahan atau culling tidak dapat dilaksanakan karena keterbatasan anggaran.
Fadjar mengharapkan peternak rakyat menerapkan prinsip-prinsip biosekuritas tersebut. Agar dapat optimal, dia mengimbau industri peternakan untuk berbagi pengetahuan dengan peternak rakyat dalam menerapkan prinsip-prinsip biosekuritas.
Sementara itu, Munawaroh berpendapat, penerapan biosekuritas di peternak rakyat tidak optimal dalam mencegah penularan tanpa bantuan industri peternakan. ”Biosekuritas yang tak optimal itu tak dapat menekan virus ASF hingga 50 persen,” katanya.
Salah satu medium perantara virus ASF adalah pakan babi yang berasal dari sisa makanan. Di industri peternakan yang penerapan biosekuritasnya ketat, pakan untuk babi akan mengalami proses sterilisasi dengan merebus di suhu 100 derajat celsius selama 60 menit.
Di sisi lain, Munawaroh menuturkan, pakan di tingkat peternak rakyat tidak mengalami proses sterilisasi. ”Pakannya hanya berupa sisa makanan yang cenderung tidak diolah sehingga rentan tertular ASF,” katanya.
Bali dan NTT waspada
Munawaroh mengatakan, pemerintah kini mesti mewaspadai penularan ASF di Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Penularan ASF di Bali dapat berasal dari makanan sisa penerbangan internasional dengan rute asal negara yang terkena wabah, sedangkan penularan di NTT berpotensi berasal dari Timor Leste.
Khusus di Bali, Munawaroh menggarisbawahi, 30 persen masyarakat Bali mengandalkan peternakan babi sebagai tulang punggung ekonominya. Oleh sebab itu, apabila terjangkit wabah ASF, Bali akan terpukul secara ekonomi dan budaya.
Pencegahan penularan melalui sisa makanan penerbangan internasional turut menjadi sorotan pemerintah. Fadjar mengatakan, pencegahan dapat dilakukan di bandar udara dan pelabuhan melalui mekanisme karantina.