Mortalitas Kanker di Amerika Turun, Indonesia Masih Tinggi
Di negara maju, seperti Amerika Serikat, tingkat kematian akibat kanker terus turun 29 persen dari 1991 hingga 2017. Di Indonesia, prevalensi kanker/tumor justru meningkat.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kanker menjadi penyakit nomor dua yang paling mematikan setelah sakit jantung dengan tingkat kematian terbanyak terutama di negara berkembang dan tertinggal. Di negara maju, seperti Amerika Serikat, tingkat kematian akibat kanker terus turun 29 persen dari tahun 1991 hingga 2017. Tingkat penurunan angka kematian kanker tertinggi dalam satu tahun mencapai 2,2 persen, yaitu dari 2016 hingga 2017.
Data tersebut diperoleh dari Cancer Statistics, 2020, edisi terbaru dari laporan tahunan American Cancer Society tentang tingkat dan tren kanker, yang dikeluarkan pada Rabu (8/1/2019). Laporan bisa diakses di secara daring pada A Cancer Journal for Clinicians.
Penurunan 26 tahun yang stabil dalam kematian kanker secara keseluruhan didorong oleh penurunan jangka panjang dalam tingkat kematian untuk empat jenis kanker utama, yaitu kanker paru-paru, kolorektal, payudara, dan prostat. Laju pengurangan mortalitas untuk kanker paru-paru, yang merupakan penyebab utama kematian akibat kanker, dipercepat dalam beberapa tahun terakhir, yaitu dari 2 persen per tahun menjadi 4 persen. Hal ini mendorong rekor penurunan satu tahun dalam keseluruhan kematian akibat kanker. Namun, progres melambat terjadi untuk kanker kolorektal, payudara, dan prostat.
Tingkat kematian akibat kanker secara keseluruhan turun rata-rata 1,5 persen per tahun selama dekade terakhir pengumpulan data (2008-2017), melanjutkan tren yang dimulai pada awal 1990-an dan mengakibatkan penurunan 29 persen kematian akibat kanker pada waktu itu. Penurunan ini berarti sekitar 2,9 juta lebih sedikit kematian akibat kanker daripada yang seharusnya terjadi jika tingkat kematian tetap pada puncaknya.
Jika dibandingkan dengan penyebab kematian utama lain seperti penyakit jantung, penyakit serebrovaskular, dan tren peningkatan untuk kecelakaan dan penyakit Alzheimer, angka kematian akibat kanker paru-paru telah menurun sebesar 51 persen (sejak 1990) pada laki-laki dan 26 persen (sejak 2002) pada perempuan, dengan kemajuan paling cepat dalam beberapa tahun terakhir.
Misalnya, penurunan angka kematian meningkat dari 3 persen per tahun selama 2008-2013 menjadi 5 persen per tahun selama 2013-2017 pada laki-laki dan dari 2 persen menjadi hampir 4 persen pada perempuan. Namun, kanker paru-paru masih menyumbang hampir seperempat dari semua kematian akibat kanker, lebih dari gabungan kanker payudara, prostat, dan kolorektal.
Penurunan mortalitas paling cepat terjadi untuk melanoma kulit, setelah penemuan perawatan terobosan yang disetujui pada 2011 yang mendorong kelangsungan hidup satu tahun untuk pasien yang didiagnosis dengan penyakit metastasis dari 42 persen selama 2008-2010 menjadi 55 persen selama 2013-2015. Kemajuan ini juga tecermin dalam tingkat kematian melanoma secara keseluruhan, yang turun 7 persen per tahun selama 2013-2017 pada orang berusia 20-64 tahun, dibandingkan dengan penurunan selama 2006-2010 (sebelum persetujuan FDA untuk ipilimumab dan vemurafenib) sebesar 2-3 persen per tahun pada usia 20-49 dan 1 persen per tahun pada usia 50-64.
Laporan ini juga memaparkan fakta, penurunan mortalitas dari 5 persen menjadi 6 persen pada individu dengan usia 65 tahun atau lebih tua. ”Kemajuan dalam mengurangi angka kematian untuk kanker paru-paru dan melanoma diperlambat oleh kurangnya kemajuan untuk kanker kolorektal, payudara, dan prostat, yang secara teknis memungkinkan untuk deteksi dini,” kata Rebecca Siegel, penulis laporan.
Dia menambahkan, fakta ini menjadi pengingat pentingnya meningkatkan investasi dalam pengendalian kanker, serta penelitian dasar dan klinis untuk memajukan pengobatan lebih lanjut. ”Tidak diragukan lagi hal itu akan mempercepat kemajuan melawan kanker,” katanya.
Negara berkembang
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, kanker menjadi penyebab kematian nomor dua di dunia, dan bertanggung jawab atas 9,6 juta kematian pada tahun 2018. Secara global, sekitar 1 dari 6 kematian disebabkan oleh kanker.
Sekitar 70 persen kematian akibat kanker terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sekitar sepertiga kematian akibat kanker disebabkan oleh lima perilaku dan diet berisiko, meliputi indeks massa tubuh yang tinggi, asupan buah dan sayuran yang rendah, kurangnya aktivitas fisik, penggunaan tembakau, dan penggunaan alkohol. Penggunaan tembakau adalah faktor risiko paling penting untuk kanker dan bertanggung jawab atas sekitar 22 persen kematian akibat kanker.
Sekitar sepertiga kematian akibat kanker disebabkan oleh lima perilaku dan diet berisiko.
Data Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan, angka kejadian penyakit kanker di Indonesia pada 2019 mencapai 136,2 per 100.000 penduduk. Ini menjadikan Indonesia berada pada urutan ke-8 di Asia Tenggara dan peringkat ke-23 di Asia. Angka kejadian tertinggi di Indonesia untuk laki laki adalah kanker paru-paru, yaitu sebesar 19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk, yang diikuti dengan kanker hati sebesar 12,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 7,6 per 100.000 penduduk.
Sementara angka kejadian untuk perempuan yang tertinggi adalah kanker payudara, yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk, diikuti kanker leher rahim sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi tumor/kanker di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan dari 1,4 per 1.000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1.000 penduduk pada tahun 2018. Prevalensi kanker tertinggi adalah di Provinsi DI Yogyakarta 4,86 per 1.000 penduduk; diikuti Sumatera Barat 2,47 79 per 1.000 penduduk; dan Gorontalo 2,44 per 1.000 penduduk.