Satu Pasien Terduga Terinfeksi Korona di Jakarta Dinyatakan Negatif
Pemerintah mewaspadai penyebaran virus korona di Indonesia meski seorang pasien berusia 35 tahun yang diperiksa di Jakarta dinyatakan negatif terjangkit virus itu. Tim medis masih memeriksa tiga pasien lain di Bali.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil pemeriksaan laboratorium atas pasien berusia 35 tahun di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta, yang diduga terinfeksi virus korona jenis baru dinyatakan negatif. Meski begitu, pemerintah tetap meningkatkan kewaspadaan menyusul ada tiga pasien lain yang diduga terinfeksi virus yang sama di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Widyawati menyampaikan, hasil pemeriksaan pasien terduga terinfeksi virus korona jenis baru (2019-nCoV) negatif. Namun, pasien tersebut sampai saat ini dirawat di ruang isolasi Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso di Jakarta. ”(Pasien yang dirawat di) RSPI (hasilnya) negatif,” kata Widyawati di Jakarta, Jumat (24/1/2020).
Sementara, lanjutnya, hasil pemeriksaan dari tiga pasien yang diduga terinfeksi di RSUP Sanglah belum keluar. ”Masih proses (pemeriksaan laboratorium). Nanti sore hasilnya baru keluar,” ucapnya.
Widyawati berharap masyarakat tidak panik dan tetap waspada. Orang yang baru tiba dari negara yang terinfeksi virus korona tipe baru ini harus terus memperhatikan kondisi tubuhnya. Jika mengalami gejala seperti batuk, pilek, demam, dan sesak napas, sebaiknya segera ke rumah sakit.
”Pasien dengan influenza dan gejala penyerta masih terus dalam pengawasan. Antisipasi terus siap siaga tidak hanya di Jakarta, tapi juga di daerah-daerah lain. Masyarakat diimbau tetap tenang dan hindari bepergian ke China. Pemerintah juga terus memperketat pemantauan pintu masuk negara,” tuturnya.
Virus korona jenis baru yang pertama kali diidentifikasi di kota Wuhan, China, merupakan jenis beta virus korona yang memiliki galur (strain) yang belum pernah ditemukan pada manusia. Virus ini diketahui memiliki kesamaan dengan virus pemicu sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS-CoV) dan sindrom pernapasan akut parah (SARS-CoV).
Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia yang juga Guru Besar Ilmu Mikrobiologi Klinik, Amin Soebandrio, mengatakan, virus korona pada manusia (HCoV) pertama kali diisolasi sekitar tahun 1960. Sejak saat itu, teridentifikasi ada enam HCoV, yakni HCoV-229E, HCoV-OC43, HCoV-NL63, HCoV-HKU1, Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).
SARS-CoV dan MERS-CoV termasuk virus yang berbahaya karena dapat menyebabkan infeksi paru berat hingga kematian. Dua virus ini sudah dianggap sebagai penyebab kedaruratan kesehatan masyarakat dunia.
Adapun virus korona jenis baru (2019-nCoV) memiliki kedekatan dengan dua virus tersebut. Sampai saat ini, selain di negara asal ditemukannya di China, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengonfirmasi 2019-nCoV dideteksi di Thailand, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Singapura.
Amin menuturkan, gejala yang timbul dari infeksi virus korona jenis baru ini antara lain demam, batuk, sesak napas, dan kesulitan bernapas. Pada kasus yang lebih parah, infeksi ini bisa menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut berat, gagal ginjal, dan kematian.
Merujuk pada WHO, ia menambahkan, pasien terinfeksi akan mengalami demam dan mempunyai gejala penyakit pernapasan bawah akut seperti batuk dan sulit bernapas. Gejala itu biasanya timbul setelah 14 hari terpapar sumber infeksi, antara lain ada kontak fisik dengan kasus infeksi 2019-nCoV ataupun kontak dengan fasilitas kesehatan di negara yang dilaporkan dengan kasus infeksi.
”Diagnosis infeksi virus ini dapat dipastikan jika ditemukan virus 2019-nCoV dari spesimen klinis lewat usap tenggorokan ataupun tenggorokan. Bisa juga didapatkan melalui uji serologi,” katanya.
Virus korona manusia paling umum menyebar dari orang yang terinfeksi ke orang lain melalui udara dengan batuk dan bersin serta kontak erat dengan sumber infeksi. Virus 2019-nCoV dapat pula ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis).
Amin mengatakan, saat ini belum ada vaksin ataupun pengobatan khusus untuk penyakit yang disebabkan virus korona jenis baru. Namun, pengobatan diberikan berdasarkan gejala dan kondisi klinis pasien.
”Masyarakat tidak perlu panik, tetapi tetap harus paham dan waspada. Pencegahan yang bisa dilakukan antara lain menghindari kontak dengan pasien yang diduga terinfeksi, khususnya dengan riwayat perjalanan dari China. Biasakan pula cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir ataupun dengan alkohol. Selain itu, tutup hidung dan mulut saat batuk dan bersin dengan tisu ataupun masker,” tuturnya.