Pelayanan kesehatan bagi penderita kanker, terutama dalam radioterapi, belum merata di Indonesia. Kanker sangat mungkin bisa disembuhkan jika terdeteksi secara dini.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pelayanan kesehatan bagi penderita kanker, terutama dalam mendapat layanan radioterapi, belum merata di Indonesia. Padahal, layanan ini jadi kunci keberhasilan terapi kanker di tengah jumlah kasus yang meningkat.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Agus Hadian Rahim memaparkan, pemerintah membangun sejumlah rumah sakit rujukan kanker di tingkat regional untuk mengatasi disparitas layanan kesehatan khusus kanker. Pembangunan rumah sakit rujukan ini terutama dilakukan di wilayah Indonesia bagian timur dan Indonesia bagian tengah.
”Kami juga membentuk sistem rujukan kanker dengan stratifikasi tingkat satu sampai empat dengan standardisasi sumber daya manusia dan peralatan serta kompetensi tertentu. Hal itu bertujuan memberi layanan lebih merata dan mengurangi pasien yang menumpuk di rumah sakit rujukan nasional,” katanya di Jakarta, Senin (3/2/2020). Hari Kanker Sedunia diperingati setiap 4 Februari.
Belum semua kabupaten/kota memiliki fasilitas terapi kanker sehingga banyak pasien kanker harus menempuh perjalanan panjang untuk berobat. Maimunah (47), orangtua dari pasien kanker leukemia asal Kecamatan Palupuah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, menuturkan, putranya, Irfan (4,5), awalnya ditangani di puskesmas setempat. Kemudian Irfan dirawat di Rumah Sakit Ibnu Sina Bukittinggi.
Irfan lalu dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr M Djamil Padang dan dinyatakan mengidap kanker darah atau leukemia setelah ada hasil pemeriksaan sampel yang dikirimkan ke Jakarta. Kini putra kelima dari enam bersaudara itu menjalani 19 kali kemoterapi selama satu tahun satu bulan dari tiga tahun protokol medis kemoterapi. ”Sekitar dua bulan sejak ada gejala, Irfan diketahui mengidap kanker,” kata Maimunah.
Maimunah dan suaminya, Sudirman (52), yang bekerja sebagai petani kesulitan ongkos transportasi dan biaya hidup selama mendampingi anaknya berobat meski biaya terapi ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Selain bantuan tetangga, dalam tujuh bulan terakhir, mereka menumpang di Rumah Singgah Pasien Inisiatif Zakat Indonesia Sumbar saat Irfan menjalani kemoterapi di Padang.
Sementara Apriany (29), warga Ambon, Maluku, terpaksa pindah sementara ke Jakarta. Anak kedua Apriany yang berusia empat tahun dan dinyatakan menderita leukemia pada 2018 harus menjalani kemoterapi di Jakarta lantaran terbatasnya fasilitas terapi di Ambon.
Tidak merata
Data Kementerian Kesehatan mencatat, ada 14 RS rujukan nasional, 20 RS tingkat provinsi, dan 110 RS tingkat regional. Ada 42 RS yang memiliki layanan radioterapi dengan total peralatan 56 unit. Rumah sakit itu tersebar di 16 provinsi. ”Masalahnya, sebagian besar layanan kesehatan terkonsentrasi di Pulau Jawa,” ucap Agus Hadian Rahim.
Menurut dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, Tubagus Djumhana Atmakusuma, masalah tidak hanya terkait layanan terapi kanker yang belum merata. Dokter spesialis onkologi atau dokter khusus menangani kanker juga masih minim.
”Dokter spesialis kanker belum merata di seluruh Indonesia. Untuk itu, peningkatan kompetensi dan kapasitas dari tenaga kesehatan sangat dibutuhkan, setidaknya dalam mendeteksi kanker pada pasien,” katanya.
Dokter spesialis kanker belum merata di seluruh Indonesia.
Pada 2018 tercatat 348.809 kasus baru kanker di Indonesia. Dari data itu, kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak diderita, yakni mencapai 58.256 kasus. Kemudian, terdapat 32.469 kasus kanker serviks dan 30.023 kasus kanker paru-paru. Menurut dokter spesialis bedah kanker payudara yang juga pendiri Rumah Sakit Onkologi Surabaya, Ario Djatmiko, kanker sangat mungkin bisa disembuhkan jika terdeteksi secara dini atau ditangani tahap awal.
Kanker tak memberi gejala di awal sehingga kewaspadaan diri jadi kunci keselamatan jiwa. Kesempatan sembuh terbesar pasien kanker ada pada ketepatan tindakan pertama. Karena itu, penanganan kanker patut dilakukan di rumah sakit khusus kanker dengan tim medis merupakan ahli yang kompeten demi kendali mutu, biaya, dan layanan spesifik.
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Tri Hesty Widyastoeti menegaskan, pemerintah kini menekankan edukasi dan sosialisasi untuk mencegah dan mengenali tanda-tanda awal kanker. (TAN/JOL/BRO/ETA/SKA)