Kandidat vaksin HIV, dinamai HVTN 702, yang digadang-gadang sebagai vaksin HIV ternyata dari hasil uji klinis tidak terbukti dapat mencegah infeksi HIV. Upaya penemuan vaksin HIV pun terus dilakukan.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
Jumlah orang dengan HIV dan AIDS di dunia terus meningkat, dari 37 juta orang pada 2018 menjadi sekitar 40 juta orang hingga akhir 2019. Sejak virus HIV diidentifikasi pada 1983, upaya untuk mengembangkan vaksin yang dapat menghasilkan kekebalan tubuh anti-HIV terus dilakukan.
Namun, harapan untuk mendapatkan vaksin tersebut hingga kini belum bisa terwujud. Kandidat vaksin HIV (human immunodeficiency virus), dinamai HVTN 702, yang digadang-gadang sebagai vaksin HIV ternyata dari hasil uji klinis tidak terbukti dapat mencegah infeksi HIV.
Tim peneliti dari Institut Kesehatan nasional (National Institutes of Health/NIH) Amerika Serikat pun menghentikan uji klinis vaksin HVTN 702 ini. Uji klinis yang dilakukan sejak tahun 2016 ini melibatkan lebih dari 5.400 laki-laki dan perempuan usia 18-50 tahun yang aktif secara seksual di Afrika Selatan.
Vaksin ini tidak mengandung HIV dan karena itu tidak berisiko menimbulkan infeksi HIV kepada seseorang yang mendapat suntikan vaksin itu. Ada banyak strain HIV yang berbeda dan vaksin ini telah disesuaikan dengan subtipe yang paling umum di Afrika Selatan, kawasan dengan tingkat HIV tertinggi di dunia.
”Vaksin HIV sangat penting untuk mengakhiri pandemik global dan (awalnya) kami berharap kandidat vaksin (HVTN 702) ini dapat bekerja (berhasil menangkal infeksi HIV). Sayangnya tidak,” kata Dr Anthony Fauci dari NIH seperti dikutip BBC News, Senin (3/2/2020).
Vaksin HVTN 702 merupakan versi baru dari kandidat vaksin HIV yang pertama, RV144. Berdasarkan uji klinis di Thailand, RV144 terbukti mengurangi risiko terinfeksi HIV hingga 30 persen. Hasil penelitian yang dilakukan selama tujuh tahun hingga 2009 terhadap 16.000 orang usia 18-30 tahun di Thailand ini merupakan terobosan ilmiah yang signifikan, tetapi upaya mendapatkan vaksin HIV masih jauh.
Tidak terbukti
Semula ada harapan besar bahwa vaksin HVTN 702 akan efektif menangkal infeksi HIV dan kemudian dapat diadaptasi untuk jenis HIV lainnya di luar Afrika Selatan. Dalam riset ini, sukarelawan secara acak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang mendapatkan vaksin HVTN 702 dan kelompok plasebo (mendapatkan suntikan kosong).
Namun, hasil uji klinis menunjukkan, terdapat 129 kasus infeksi HIV pada kelompok penerima vaksin dan 123 kasus infeksi HIV pada kelompok plasebo. Artinya, pemberian vaksin HTVB 702 tidak terbukti menangkal infeksi HIV.
Karena itu, penelitian tersebut dihentikan. Fauci mengatakan, penelitian untuk menghasilkan vaksin HIV yang aman dan efektif akan terus dilakukan. Dia optimistis bahwa hal itu akan dapat dicapai.
Linda-Gail Bekker dari International Aids Society pun optimistis suatu saat akan ditemukan vaksin HIV. ”Kita perlu melanjutkan pencarian vaksin pencegahan (infeksi HIV). Masih ada harapan vaksin lain yang (saat ini) dalam pengembangan akan dapat bekerja (mencegah infeksi HIV),” katanya.
Kita perlu melanjutkan pencarian vaksin pencegahan (infeksi HIV). Masih ada harapan vaksin lain yang (saat ini) dalam pengembangan akan dapat bekerja (mencegah infeksi HIV).
Sebelumnya, uji klinis dummy vaksin HIV yang disebut HVTN 505 di AS dihentikan karena juga tidak terbukti mampu mencegah infeksi HIV. Penelitian ini melibatkan 2.504 sukarelawan di AS (Kompas, 29/4/2013).
Sejauh ini, pencegahan infeksi HIV baru bisa dilakukan menggunakan terapi obat yang disebut pre-exposure prophylaxis (Prep). Terapi itu efektif untuk mencegah penularan HIV asalkan diminum teratur, bahkan setiap hari. Namun, di negara-negara di mana terapi seperti itu tidak mungkin tersedia, satu-satunya pencegahan HIV yang efektif adalah menggunakan kondom saat berhubungan seksual atau pantang (tidak berhubungan seksual).
Terobosan baru-baru ini menunjukkan, terapi antiretroviral (ARV) telah meningkatkan usia orang dengan HIV. Berdasarkan bukti ilmiah terbaru, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan dolutegravir sebagai terapi ARV lini pertama dan kedua bagi orang dengan HIV/AIDS. Obat itu bisa dikonsumsi ibu hamil dan perempuan usia subur.
Debbie Laycock, Kepala Bidang di Terrence Higgins Trust. mengatakan, ”Melalui terapi rutin, kondom, Prep, dan pengobatan yang efektif, maka orang yang hidup dengan HIV tidak dapat menularkan virus tersebut. Kami sekarang memiliki kesempatan dalam satu generasi untuk mengakhiri epidemi HIV.”