Di Tengah Mewabahnya Virus Korona, Warga Jakarta Tak Surut Melancong ke Luar Negeri
Merebaknya virus korona jenis baru di sejumlah negara tetap belum menyurutkan niat warga Jakarta melancong ke luar negeri. Bahkan, ke sejumlah negara yang jelas-jelas terdampak penyebaran virus tersebut.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mewabahnya virus korona baru tidak menyurutkan animo sebagian warga DKI Jakarta tetap berwisata ke luar negeri, termasuk negara yang terkonfirmasi terinfeksi virus tersebut. Mereka cenderung mempertahankan rencana liburan atas alasan finansial sambil tetap meningkatkan kewaspadaan.
Salah satunya Andhika Prasetya Wibawa (28), warga Jagakarsa, Jakarta Selatan. Hampir dua pekan lalu, ia bersikukuh melaksanakan perjalanan yang sudah dirancang jauh-jauh hari untuk merayakan hari ulang tahunnya, yaitu dari Jakarta menuju Jepang dengan transit selama 7 jam di Singapura.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari keberangkatan Andhika, 30 Januari 2020, di seluruh dunia ada 7.818 orang yang terkonfirmasi terinfeksi virus korona baru. Adapun di China, negara yang berisiko paling tinggi, ada 7.736 orang terkonfirmasi.
Sementara itu, di luar China, virus menyebar ke 18 negara dengan jumlah penderita yang terkonfirmasi sebanyak 82 orang. Dari total tersebut, 11 orang terkonfirmasi virus korona di Jepang dan 10 orang terkonfirmasi pula di Singapura.
”Sebenarnya saya takut juga, apalagi ini agenda solo traveling. Tetapi, mau bagaimana, kalau jadwalnya diubah saya harus menambah bujet lagi. Itu berat karena bukan cuma untuk pesawat, melainkan juga sudah pesan hotel, urus visa,” kata Andhika di Jakarta, Senin (10/2/2020).
Demi keamanan diri, Andhika pun mengumpulkan referensi seputar virus korona baru sebelum keberangkatannya ke Jepang. Ia mengandalkan informasi yang tersebar di dunia maya, baik dari berita media massa maupun informasi yang bertebaran di media sosial.
Dari pencarian sederhana itu, ia memahami bahwa virus korona yang mula-mula ditularkan hewan itu menyerang sistem pernapasan dan bisa menyebar lewat udara. Oleh karena itu, ia menilai hal yang paling penting untuk dilakukan adalah menjaga daya tahan tubuh sebelum dan selama di Jepang.
Sebenarnya saya takut juga, apalagi ini agenda solo traveling. Tetapi, mau bagaimana, kalau jadwalnya diubah saya harus menambah bujet lagi. Itu berat, karena bukan cuma untuk pesawat, melainkan juga sudah pesan hotel dan urus visa.
Andhika juga menyiapkan masker yang layak untuk digunakan setiap beraktivitas di pusat keramaian. Rajin mencuci tangan seusai bepergian, apalagi jika menyentuh binatang. Tak lupa, ia pun mendata klinik kesehatan terdekat dari hotel tempatnya menginap.
Selama tujuh hari di Jepang, Andhika berkeliling setidaknya ke lima kota. Ia sengaja tidak memasukkan Tokyo, ibu kota Jepang, dalam daftar destinasi karena kasus korona baru ditemukan di kota tersebut.
Selektif
Selektivitas dalam memilih negara tujuan wisata juga dilakukan Johanes Randy (29), warga Jati Asih, Kota Bekasi. Menurut rencana, tiga hari lagi ia dan keluarga akan bervakansi ke Tokyo, Jepang, sambil menghadiri resepsi pernikahan kerabat di sana.
Senada dengan Andhika, Randy dan keluarga pun sudah mengatur rencana perjalanan sejak akhir 2019. Ia tak mengira pada 31 Desember 2019, China mengidentifikasi bahwa virus korona baru ada pada manusia. Dan pada 7 Januari 2020, Pemerintah China menyatakan, virus baru itu menjadi penyebab kasus pneumonia.
Virus itu pun menyebar ke banyak negara dengan cepat. WHO mencatat, hingga hari ini total ada 37.558 kasus terkonfirmasi virus korona baru. Sebanyak 37.251 kasus terjadi di China dengan 813 korban jiwa.
Sementara itu, virus juga sudah terkonfirmasi di 26 negara di luar China. Ada 307 kasus dengan 1 korban jiwa, yaitu di Filipina. Dari total 307 kasus itu, 16 kasus terdeteksi tanpa gejala dan 75 kasus di 12 negara tidak memiliki riwayat perjalanan ke China.
Sekalipun penyebaran semakin masif, termasuk di Jepang, Randy dan keluarga tak mengurungkan niat. ”Liburan harus jalan terus sih,” ujarnya.
Menurut Randy, berlibur ke Jepang merupakan pilihan yang lebih aman ketimbang negara tetangga Indonesia, seperti Singapura dan Thailand. Sebagaimana diketahui, dua negara itu merupakan lokasi kasus terbanyak di Asia Tenggara, bahkan di antara seluruh di luar China. Pada 9 Februari 2020, di Singapura sudah terkonfirmasi 40 kasus dan Thailand 32 kasus.
Selain itu, ia menilai Jepang memiliki fasilitas kesehatan yang memadai. Untuk itu, jika kondisi terburuk menimpa, ia merasa lebih aman untuk ditangani tim medis di sana.
Tingkatkan literasi
Managing Director TX Travel Anton Thedy mengatakan, meski masih ada orang Indonesia yang hendak berlibur ke luar negeri, jumlah perjalanan menurun drastis. Meski enggan merinci jumlah wisatawan yang menggunakan jasa perusahaannya, ia mengaku jumlah wisatawan lokal yang bepergian ke luar negeri turun hingga 80 persen dibandingkan akhir tahun 2019.
”Dari 20 persen yang tersisa itu, sebagian pergi menuju Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam,” kata Anton.
Meski masih ada orang Indonesia yang hendak berlibur ke luar negeri, jumlah perjalanan menurun drastis. Jumlah wisatawan lokal yang bepergian ke luar negeri turun hingga 80 persen dibandingkan akhir tahun 2019
Menurut Anton, mereka yang bersikukuh pergi ini terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, mereka yang memang cuek terhadap wabah. Kedua, orang-orang yang merasa cukup terliterasi.
Ia sendiri tinggal di Singapura sejak sepekan yang lalu untuk menemani cucunya yang tengah menjalani pengobatan. Anton mengaku tak khawatir karena memahami elemen dasar terkait virus korona baru. Pemerintah Singapura pun, menurut dia, memberikan imbauan yang jelas dan bisa diterapkan dengan mudah.
Sementara itu, penjelasan Pemerintah Indonesia tentang virus ini dinilai belum memadai. Raditya (28), warga Pamulang, Tangerang Selatan, yang berencana pergi ke Singapura dalam waktu dekat berharap pemerintah merilis petunjuk aman bepergian untuk warga.
“Selama ini yang diumumkan pemerintah sebatas pernyataan belum ada kasus. Hal seperti itu sebenarnya kurang bisa menciptakan kesadaran masyarakat akan bahaya virus korona baru,” ujar Raditya.