Dipantau, Orang-orang dengan Riwayat Kontak Sumber Korona
Hingga 9 Februari 2020 pukul 18.00, hasil pemeriksaan dari seluruh spesimen pasien yang dicurigai terinfeksi virus korona jenis baru negatif. Namun, pemerintah terus perketat pemantauan pada orang-orang yang rentan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kesehatan kian memperkuat upaya surveilans di lapangan untuk mencegah penularan virus korona tipe baru di Indonesia. Salah satunya dengan memantau lebih ketat orang-orang yang memiliki riwayat kontak dengan sumber infeksi ataupun orang dengan riwayat perjalanan dari negara yang ditemukan kasus infeksi virus korona tipe baru.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto di Jakarta, Senin (10/2/2020) pagi, menuturkan, surveilans aktif (kegiatan pengamatan penyakit secara sistematis) semakin diperkuat setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan kondisi penularan virus korona tipe baru sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (PHEIC). Surveilans akan dilakukan selama 14 hari dari awal kedatangan ke Indonesia.
”Masa inkubasi dari virus ini sekitar 14 hari. Jadi, setelah dilakukan penapisan di bandara, monitoring terus dilanjutkan selama masa inkubasi tersebut. Monitoring ini menjadi kewajiban pemerintah daerah yang sebelumnya sudah mendapatkan data by name by address (nama orang beserta alamat) dari pihak imigrasi,” katanya.
Menurut dia, upaya ini penting dilakukan mengingat sebagian orang yang terinfeksi virus korona baru atau novel coronavirus (2019-nCoV) tidak menunjukkan gejala sakit, tetapi tetap bisa menularkan kepada orang lain. Meski begitu, protokol kesehatan melalui penapisan suhu tubuh di pintu masuk negara dan memberikan kartu kewaspadaan kesehatan (HAC) tetap dijalankan sebagai upaya deteksi dini.
Achmad menambahkan, salah satu upaya surveilans aktif telah dijalankan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dinas kesehatan setempat telah mengumpulkan seluruh mahasiswa yang baru tiba dari China sebulan yang lalu. Edukasi dan pemantauan kesehatan dilakukan untuk memastikan mereka dalam kondisi sehat.
”Pengawasan kami sangat ketat pada kepatuhan SOP (prosedur standar operasi). Saya akan keras pada Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) kalau tidak menjalankan prosedur dengan baik dalam upaya penanganan novel coronavirus ini,” tuturnya.
Achmad mengatakan, kepatuhan dalam SOP juga dilakukan pada pemeriksaan spesimen pasien yang dicurigai terinfeksi virus korona tipe baru. Proses pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar dari WHO.
”Balitbangkes (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes) telah mendapatkan sertifikasi dari WHO untuk melakukan penelitian tersebut. Dari sertifikasi itu pun kemampuan dari Balitbangkes telah diakui dan teruji oleh WHO,” tuturnya.
Ia mengatakan, dalam proses pemeriksaan selama ini terdapat sejumlah spesimen yang diterima dalam kondisi rusak. Jika ditemukan kasus seperti ini, spesimen berupa kultur dahak dan swab tenggorokan dari pasien yang dikembalikan ke rumah sakit agar diambil sampel ulang.
Proses pemeriksaan pun dilakukan setidaknya sebanyak dua kali. Pemeriksaan pertama ketika pasien datang pada hari pertama di rumah sakit. Pemeriksaan kedua setelah satu pekan pasien dirawat di rumah sakit. ”Jadi di-follow up (ditindaklanjuti),” katanya.
Dari data Kementerian Kesehatan pada 9 Februari 2020 pukul 18.00 sore, hasil pemeriksaan dari seluruh spesimen pasien yang dicurigai terinfeksi virus korona jenis baru negatif. Dari 62 spesimen yang dikirim ke Balitbangkes, 59 spesimen telah dikonfirmasi negatif dan tiga spesimen lainnya masih dalam proses pemeriksaan. Spesimen tersebut dikirimkan dari 29 rumah sakit yang tersebar di 16 provinsi di seluruh Indonesia.
Dari data Kementerian Kesehatan pada 9 Februari 2020 pukul 18.00 sore, hasil pemeriksaan dari seluruh spesimen pasien yang dicurigai terinfeksi virus korona jenis baru negatif.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Siswanto menyatakan, laboratorium Balitbangkes ditunjuk sebagai laboratorium rujukan nasional untuk mengonfirmasi penyakit infeksi new emerging (baru merebak) dan re-emerging (merebak kembali), termasuk virus korona jenis baru. Itu sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 658 tahun 2009 tentang jejaring laboratorium diagnosis penyakit infeksi new emerging dan re-emerging disease.
”Jejaring laboratorium infeksi ada di sejumlah lembaga penelitian lain. Namun, konfirmasi harus ada di laboratorium Balitbangkes. Jika perlu dilakukan uji validasi, WHO yang berwenang menunjuk lembaga penelitian lain. Selama ini, WHO pun selalu melakukan pengawasan pada kinerja Balitbangkes,” tuturnya.
Laporan terbaru dari WHO per 9 Februari 2020, kasus virus korona tipe baru yang terkonfirmasi positif secara global tercatat telah mencapai 37.558 kasus. Dari jumlah ini, 307 kasus dikonfirmasi berada di luar China yang tersebar di 24 negara lain. Jumlah kematian yang terkonfirmasi akibat infeksi virus ini tercatat 812 kematian di China dan satu kematian di Filipina.