Penyebab peningkatan serangan jantung pada orang muda adalah meningkatnya kasus diabetes tipe 2, gaya hidup, dan pola makan tidak sehat. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah detak jantung maksimal saat berolahraga.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·4 menit baca
Kematian suami Bunga Citra Lestari, Ashraf Sinclair (40), Selasa (18/2/2020), akibat serangan jantung kembali mengentak masyarakat. Sebenarnya beberapa tahun belakangan kita sering mendengar kabar serupa, artis-artis muda yang meninggal akibat serangan jantung.
Selama ini penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, stroke, dan diabetes, dikaitkan dengan usia lanjut. Namun, kematian demi kematian pada orang-orang yang tampak sehat, aktif, dan bahagia akibat penyakit kardiovaskular menimbulkan pertanyaan, apa sebab dan bagaimana mencegahnya.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, penyakit kardiovaskular (gangguan jantung dan pembuluh darah) merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Setidaknya 17,9 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular tahun 2016 sebanyak 85 persen akibat serangan jantung dan stroke.
Lebih dari tiga per empat kematian akibat penyakit kardiovaskular terjadi di negara miskin dan negara berkembang. Penyebabnya, negara miskin dan berkembang jarang memiliki program kesehatan dasar yang terintegrasi untuk melakukan deteksi dini dan perawatan penduduk yang memiliki faktor risiko terkena gangguan kardiovaskular dibandingkan negara maju.
Penduduk yang sudah sakit pun kurang memiliki akses ke layanan kesehatan yang efektif dan sesuai kebutuhan. Akibatnya, mereka terlambat mendapat penanganan dan tidak tertolong jiwanya.
Menurut Luke Laffin, spesialis kardiologi dari Klinik Cleveland, Amerika Serikat, dalam laman Clevelandclinic.org, ada sejumlah penyebab peningkatan serangan jantung pada orang muda. Namun, penyebab utama adalah meningkatnya kasus diabetes tipe 2. Hal ini seiring dengan penelitian Ron Blankstein dan kolega dari Harvard Medical School yang dipresentasikan di the American College of Cardiology’s 68th Annual Scientific Session, 7 Maret 2019.
Mereka meneliti 2.097 orang muda (usia di bawah 50 tahun) yang pernah dirawat di dua rumah sakit besar di AS. Hasilnya, 1 dari 5 orang yang mengalami serangan jantung merupakan penderita diabetes. Mereka juga berisiko terkena serangan jantung berulang dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes.
Hal ini tidak terlepas dari perubahan gaya hidup, jenis pekerjaan, dan jenis makanan yang berkembang dalam beberapa waktu terakhir. Saat ini kebanyakan orang menghabiskan waktu dengan bekerja di belakang meja, tidak punya cukup waktu untuk bergerak dan berolahraga, makan makanan siap saji, kurang sayuran dan buah-buahan sehingga mengalami kelebihan berat badan, terutama di bagian perut. Hal itu diperparah dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol.
Di sisi lain ada orang-orang yang terlalu bersemangat beraktivitas, hidup dalam kompetisi, ketegangan dan stres, serta berolahraga terlalu keras untuk menjaga penampilan.
Kebiasaan kurang gerak dan makan makanan siap saji atau tinggi lemak sering kali dimulai sejak masa kanak-kanak. Bisa kita saksikan saat ini banyak anak-anak yang kelebihan berat badan dan menghabiskan waktu dengan bermain gadget atau menonton televisi.
Modifikasi gaya hidup
Untuk mencegah, perlu modifikasi gaya hidup, yakni menyediakan waktu lebih banyak untuk bergerak dan berolahraga, mengonsumsi makanan bergizi, tidak merokok, mengelola stres, menjaga tekanan darah dan kadar kolesterol darah tetap normal.
Panduan kesehatan AS merekomendasikan, mereka yang berusia 20-39 tahun tanpa ada riwayat keluarga dengan penyakit jantung perlu periksa kesehatan jantung dan pembuluh darah setiap 4-6 tahun sekali. Sementara yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan jantung sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter.
Sering kali gangguan jantung terjadi tanpa gejala. Serangan jantung atau stroke menjadi petunjuk pertama adanya penyakit tersebut. Serangan jantung terjadi akibat pembuluh darah yang memasok darah ke jantung tersumbat timbunan kolesterol yang membentuk plak di dinding pembuluh darah.
Gejala serangan jantung umumnya adalah nyeri atau rasa tidak enak di dada. Bisa juga terasa di pundak kiri menjalar ke lengan, siku, rahang atau punggung. Penderita bisa mengalami kesulitan bernapas, napas pendek, mual, muntah, berkeringat dingin, pucat, pusing, sampai pingsan.
Sementara gejala stroke meliputi kelemahan tiba-tiba pada wajah, lengan, atau kaki, umumnya pada satu sisi. Pertanda lain adalah kebas (mati rasa) pada wajah, lengan, kaki pada satu sisi, kebingungan, hambatan berbicara atau memahami pembicaraan, pandangan kabur, sulit berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan dan koordinasi gerak tubuh, sakit kepala hebat tanpa penyebab jelas, pingsan. Jika gejala itu terjadi, sebaiknya segera mencari pertolongan medis.
Hitung detak jantung
Yang tak boleh dilupakan dalam menjaga kerja jantung adalah menghitung detak jantung maksimal saat berolahraga.
Detak jantung bisa diukur dengan alat monitor detak jantung yang banyak dijual di pasaran. Bisa juga dengan menghitung detak jantung per menit lewat pembuluh nadi di tangan atau leher Anda.
Detak jantung maksimal bisa dihitung dengan mengurangi 220 dengan usia Anda.
Pada umumnya, detak jantung saat aktivitas normal adalah 60-100 kali per menit. Adapun detak jantung maksimal bisa dihitung dengan mengurangi 220 dengan usia Anda. Jika Anda berusia 42 tahun, detak jantung maksimal adalah 178 kali per menit.
Setelah detak jantung maksimal saat berolah raga diketahui, bisa dihitung target zona detak jantung, yakni tingkat di mana jantung Anda dilatih, tetapi tidak bekerja berlebihan. Panduan Asosiasi Jantung Amerika, target detak jantung untuk olahraga intensitas sedang adalah 50-70 persen detak jantung maksimal. Sementara untuk intensitas tinggi nilainya 70-85 persen dari detak jantung maksimal.
Menjaga intensitas detak jantung saat berolahraga berarti memastikan jantung mendapat beban sesuai dengan kemampuan. Olahraga yang terlalu keras justru membebani jantung sehingga berisiko berujung pada kematian, terutama pada orang-orang yang tidak sadar memiliki risiko gangguan jantung.