Pengumuman terdeteksinya kasus Covid-19 di Indonesia menimbulkan kepanikan. Padahal, dengan penanganan dan pengendalian tepat, badai Covid-19 bisa berlalu tanpa kehebohan yang tak perlu.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·4 menit baca
Akhirnya pemerintah mengumumkan kasus di Indonesia. Dua orang–ibu dan putrinya–terdeteksi menderita Covid-19 akibat virus SARS-CoV-2.
Kepanikan pun melanda masyarakat. Masker dan cairan antiseptik pembersih tangan yang sudah langka beberapa minggu ini menjadi semakin sulit ditemukan. Persediaan di apotek, toko obat, dan supermarket pun habis diborong. Bahkan, sebagian orang mulai memborong bahan kebutuhan pokok.
Seharusnya kepanikan tidak perlu terjadi jika pemerintah segera mengumumkan langkah-langkah penanganan, pengendalian, dan pencegahan penyebaran penyakit. Jika masuk akal, masyarakat bisa ditenangkan.
Sebagaimana diketahui, virus korona adalah keluarga besar virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Pada manusia, sejumlah tipe virus korona menyebabkan infeksi saluran pernapasan, dari sekadar batuk pilek biasa hingga penyakit parah seperti sindrom pernapasan Timur Tengah (Middle East respiratory syndrome/MERS) dan sindrom pernapasan akut parah (severe acute respiratory syndrome/SARS).
Virus korona yang paling baru ditemukan, dinamakan SARS-CoV-2, menyebabkan Covid-19 (Coronavirus Disease 2019 atau penyakit akibat virus korona yang ditemukan tahun 2019). Virus ini diidentifikasi pada Desember 2019 di Wuhan, China.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menyatakan, masa inkubasi penyakit ini 2-14 hari, tetapi umumnya gejala mulai tampak pada hari kelima. Gejala umum dari Covid-19 adalah demam diikuti batuk kering. Setelah seminggu, gejala bertambah dengan kesulitan bernapas atau napas pendek.
Sekitar 20 persen pasien perlu dirawat inap di rumah sakit. Penderita Covid-19 jarang yang menunjukkan gejala pilek, bersin, atau radang tenggorokan seperti halnya penderita batuk pilek biasa. Hanya 5 persen yang menunjukkan gejala tersebut.
Pada kasus Covid-9 yang parah, terjadi radang paru (pneumonia), sindrom pernapasan akut parah, yang bisa berlanjut pada gagal ginjal, bahkan kematian.
Untuk mencegah penyebaran penyakit, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan untuk menutup mulut dan hidung jika batuk atau bersin, sering mencuci tangan dengan sabun dan air atau dengan cairan antiseptik, menghindari menyentuh mata, mulut, atau hidung, serta memasak daging dan telur secara matang.
Selain itu, disarankan menjaga jarak sekitar 3 meter dari orang yang menunjukkan gejala gangguan pernapasan seperti batuk dan bersin. Hal itu karena percikan cairan dari batuk dan bersin bisa mengandung virus. Secara umum, percikan besar menyebar sejauh 2-3 meter. Sementara percikan halus bisa sampai 6-8 meter.
Menurut WHO, penelitian menunjukkan, virus korona secara umum dapat bertahan di permukaan benda-benda selama beberapa jam atau hingga beberapa hari. Hal ini tergantung kondisi lingkungan, misalnya jenis permukaan, suhu atau kelembaban lingkungan. Jika Anda khawatir suatu permukaan terkena virus, bersihkan dengan disinfektan untuk membunuh kuman.
Jika Anda berada di luar daerah yang terjangkit dan tidak berdekatan dengan orang yang terduga menderita Covid-19, risiko terkena relatif rendah. Namun, jika Anda berada di daerah wabah, Anda perlu melakukan pencegahan secara serius. Ikuti panduan pencegahan dari otoritas kesehatan setempat.
Meski secara umum Covid -19 hanya menyebabkan gejala ringan, bagi sebagian orang bisa berakibat fatal.
Meski secara umum Covid-19 hanya menyebabkan gejala ringan, bagi sebagian orang bisa berakibat fatal. Hal itu terutama bagi orang lanjut usia atau mereka yang memiliki gangguan kesehatan, seperti tekanan darah tinggi, diabetes, gangguan jantung, serta gangguan pernapasan (seperti asma, tuberkulosis).
Meski sejauh ini tingkat kefatalan tidak sebesar MERS atau SARS, penyebaran virus SARS-CoV-2 sangat masif. Karena itu, sejumlah negara menutup wilayahnya dari warga negara yang terjangkit Covid-19, seperti yang dilakukan Arab Saudi yang menangguhkan visa bagi penduduk sejumlah negara yang telah atau dicurigai memiliki kasus Covid-19. Sejumlah negara juga menutup wilayahnya yang terjangkit agar virus tak semakin menyebar.
Laju transmisi virus ini diperkirakan 2-3. Artinya, rata-rata terjadi 2-3 kasus baru dari 1 kasus yang telah ada di sebuah populasi. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah orang yang kontak dengan penderita, probabilitas infeksi ditularkan selama kontak, serta masa penularan.
Sejauh ini belum ada vaksin atau obat antivirus khusus untuk mengatasi Covid-19. Antibiotik tidak ditujukan untuk mengatasi virus, tetapi untuk mengobati infeksi bakteri atau infeksi sekunder.
Orang dengan gejala serius harus dirawat di rumah sakit. Sejauh ini, penderita hanya mendapat perawatan untuk meredakan gejala, misalnya pemberian obat penurun panas, penghilang rasa sakit, dan pereda batuk. Sebagian besar pasien pulih berkat perawatan suportif, seperti pemberian infus, bantuan pernapasan dengan oksigen.
Saat ini, WHO mengoordinasikan upaya pengembangan vaksin dan obat-obatan untuk mencegah dan mengobati Covid-19. Hal itu dilakukan lewat uji klinis calon vaksin dan obat-obatan tertentu.
Sebenarnya orang yang tidak demam dan batuk tidak perlu mengenakan masker. WHO merekomendasikan penggunaan masker hanya untuk mereka yang mempunyai gejala Covid-19 serta mereka yang merawat penderita. Penggunaan masker medis harus rasional untuk menghindari pemborosan sumber daya yang tidak perlu serta penyalahgunaan masker.
Intinya, dengan penanganan tepat, penyebaran virus bisa dikendalikan dan kepanikan masyarakat tak perlu terjadi.