Tempat Observasi dan Isolasi Pulau Galang Disiapkan untuk Jangka Panjang
Pembangunan tempat observasi dan isolasi di Pulau Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau, disiapkan sebagai antisipasi jangka panjang terhadap penularan penyakit yang belum ditemukan obatnya.
Oleh
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pembangunan tempat observasi dan isolasi di Pulau Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau, disiapkan sebagai antisipasi jangka panjang terhadap penularan penyakit yang belum ditemukan obatnya. Proyek dengan nilai lebih kurang Rp 400 miliar itu ditargetkan harus rampung tiga minggu lagi.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono di Batam, Senin (9/3/2020), menegaskan, fasilitas kesehatan di Pulau Galang bukan hanya untuk pengidap coronavirus disease (Covid)-19, melainkan juga bisa digunakan merawat pengidap penyakit menular lainnya juga.
”Kami akan siapkan tempat observasi dan isolasi penyakit menular dengan merenovasi bangunan rumah sakit tua di bekas kamp pengungsi Vietnam di Pulau Galang. Sesuai perintah Presiden, dalam dua atau tiga minggu ini harus sudah bisa dimanfaatkan,” kata Basuki ketika meninjau lokasi proyek di Pulau Galang.
Kini proses pengerjaan telah sampai pada tahap pembersihan lahan dan pembuatan pematangan untuk aliran air. Menurut rencana, tempat observasi dan isolasi tersebut akan dibangun menggunakan sistem modular mirip konstruksi rumah sakit khusus bagi pengidap Covid-19 di Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Kami akan siapkan tempat observasi dan isolasi penyakit menular dengan merenovasi bangunan rumah sakit tua di bekas kamp pengungsi Vietnam di Pulau Galang. Sesuai perintah Presiden, dalam dua atau tiga minggu ini harus sudah bisa dimanfaatkan.
Sebelumnya, Kepala Balai Prasarana Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Wilayah Kepri Albert Reinaldo mengatakan, sebanyak 230 modul akan dikirim dari Jakarta ke Batam pada minggu ini. Pemasangan modul itu diperkirakan membutuhkan waktu sembilan hari.
Nantinya akan ada dua bangunan, masing-masing terdiri atas 230 modul. Dua gedung itu dirancang bisa menampung 1.000 pasien. Dari jumlah itu, sebanyak 50 kamar adalah ruang isolasi bertekanan udara negatif yang dilengkapi filter partikel udara efisiensi tinggi (HEPA).
”Satu ruangan observasi bisa diisi 8 sampai 10 pasien. Namun, di tempat isolasi, satu ruangan hanya boleh ditempati satu pasien, semuanya berada di bangunan yang terpisah,” ujar Basuki.
Selain ruang observasi dan isolasi, akan dibangun juga fasilitas pendukung lain, seperti ruangan tenaga kesehatan, gudang, dapur, dan tempat cuci. Sejumlah fasilitas pendukung itu akan dibuat dengan merenovasi rumah sakit tua yang ada di bekas kamp pengungsi Vietnam di Pulau Galang.
Menurut Basuki, bangunan rumah sakit tua itu masih dapat digunakan. Struktur bangunan dari baja dan dinding dari asbes masih kokoh. Hanya saja, beberapa bagian bangunan yang terbuat dari kayu, yaitu plafon, jendela, dan pintu, sudah lapuk sehingga harus diganti.
Fasilitas pendukung lain yang juga akan dibangun adalah helipad dan tempat pengolahan sampah. Instalasi pengolahan air limbah akan dibangun untuk mengelola sampah cair. Adapun sampah padat akan diolah di incinerator yang akan dibangun dengan melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Aliran listrik ditargetkan siap dalam dua hari ke depan. Namun, ketersediaan air masih menjadi soal. Di dalam kamp itu hanya ada satu embung kecil yang bisa menghasilkan 0,11 liter per detik. Sementara kebutuhan air di fasilitas kesehatan itu diperkirakan minimal 3,5 liter per detik.
Sumber air terdekat lain di Pulau Galang ada di Waduk Sei Gong. Namun, air di waduk yang dibangun dengan membendung teluk itu masih dalam proses desalinasi (membuat air laut menjadi tawar). Opsi lain adalah mengalirkan air dari Waduk Monggak di Pulau Rempang yang berjarak 16,2 kilometer.
Bangun waduk
Anggaran yang dibutuhkan untuk membangun instalasi pipa air dari Pulau Rempang ke Pulau Galang itu diperkirakan sebesar Rp 17 miliar dari total anggaran pembangunan fasilitas kesehatan Rp 400 miliar. ”Kapasitas waduk di Pulau Rempang 230 liter per detik. Kami akan ambil 5 liter per detik dari sana,” ucap Basuki.
Menurut dia, Pulau Galang dipilih menjadi lokasi fasilitas observasi dan isolasi penyakit menular karena memiliki akses yang baik. Transportasi darat dari Pulau Galang ke Bandara Hang Nadim di Pulau Batam hanya membutuhkan waktu 1,5 jam karena kedua pulau dihubungkan Jembatan Batam-Rempang-Galang (Barelang).
Bandara Hang Nadim di Batam memiliki landasan pacu panjang yang mampu menampung pesawat berbadan lebar dan memiliki fasilitas yang siap dipakai mendarat selama 24 jam. Fasilitas yang sama tidak ada di Pulau Natuna dan Pulau Sebaru yang sebelumnya dipilih menjadi lokasi observasi dan isolasi.
Untuk menuju Natuna minimal dibutuhkan dua kali penerbangan. Adapun transportasi ke Pulau Sebaru sangat bergantung pada kondisi cuaca. Jika ombak sedang tinggi, kapal tidak bisa merapat. Selain itu, di Pulau Sebaru juga tidak ada sumber air bersih sehingga harus dipasok tongkang dari Jakarta.